30 Juli 2021
20:17 WIB
JAKARTA – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melaporkan virus SARS-CoV-2 penyebab covid-19 telah merambah hingga ke lingkungan masyarakat adat yang tinggal di pedalaman. Termasuk mereka yang tinggal di pulau terluar di Indonesia dalam kurun setahun terakhir.
"Seiring perkembangan varian virus yang lebih dahsyat dan mudah menular, pertahanan masyarakat adat mulai jebol," kata Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (30/7).
Menurut Rukka, sepanjang 2020 masyarakat adat relatif aman dari serangan covid-19, sebab lokasi yang terpencil dan relatif terisolasi. Kehidupan penduduk pun berjalan secara mandiri dengan mengedepankan kearifan lokal.
Pada pertengahan Juni lalu, keyakinan ini sempat diutarakan Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat Kemendikbudristek Sjamsul Hadi. Menurutnya, masyarakat adat cenderung tidak tersentuh pandemi covid-19.
“Pandemi ini banyak terjadi di perkotaan. Justru masyarakat di perkampungan bahkan masyarakat adat tidak tersentuh covid-19,” ujar Sjamsul kala itu.
Da menambahkan, masyarakat adat menjunjung tinggi kearifan lokal. Misalnya masyarakat Baduy di Kanekes, Banten, begitu juga masyarakat adat Dayak di Kalimantan.
“Banyak lokus masyarakat adat berada, pandemi tidak masuk ke dalamnya,” tambah dia.
Menurutnya, masyarakat dapat mengisolasi diri karena dengan kearifan lokal bisa menguatkan imunitas tubuhnya, kebutuhan nutrisi mereka, serta tidak tergoncang dengan adanya pandemi covid-19.
Namun saat ini, kata Rukka, terjadi peningkatan angka positif covid-19 di tengah masyarakat adat yang cukup signifikan. Laporan yang dihimpun AMAN, penularan covid-19 saat ini terjadi di kawasan Aru Kayau (Kalimantan Utara), Lamandau (Kalimantan Tengah), Tana Toraja dan Toraja Utara (Sulawesi Selatan), Sigi (Sulawesi Tengah) dan Kepulauan Aru (Maluku).
“Untuk detail jumlah yang positifnya belum ada karena test and tracing tidak berjalan baik di sana,” ujar Rukka.
Menurut Rukka, negara berkewajiban untuk menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh penduduk. Termasuk akses pemberian vaksin dalam rangka percepatan penanganan pandemi covid-19.

Problem NIK
Bagi masyarakat adat yang tinggal di pedalaman atau pulau terluar, katanya, kewajiban memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) masih menjadi sandungan signifikan. Paling tidak, dalam hal menjangkau program vaksinasi pemerintah.
"Vaksinasi sebagai penangkal covid-19, adalah penyelamat nyawa yang aksesnya harus diperluas dan diprioritaskan bagi yang benar-benar membutuhkan. Pemerintah perlu mengambil langkah diskresi karena ini adalah masalah nyawa orang, bukan sekadar soal pilkada atau pemilu," tuturnya.
Persyaratan NIK yang dimaksud tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 10/2021 Pasal 6 Ayat 3 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi.
Pada ayat 3 disebutkan bahwa laporan vaksinasi paling sedikit harus memuat jumlah, nama, dan alamat (by name and by address), serta nomor induk kependudukan (NIK).
Rukka menyatakan hingga 21 Juli 2021, baru 468.963 jiwa dari kalangan masyarakat adat yang mendaftarkan diri untuk divaksinasi, sekitar 20 ribu di antaranya sudah mendapatkan vaksin dosis pertama.
Jumlah tersebut, menurut Rukka, masih jauh dari angka perkiraan populasi masyarakat adat di Indonesia yang berkisar 40 hingga 70 juta jiwa.
"Keterbatasan akses vaksinasi dan ketiadaan NIK menjadi kendala utama rendahnya pendaftar," ujarnya.

Pengganti NIK
Untuk kendala ini, Kepala BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti seperti dilansir Antara menyatakan, masyarakat adat dapat memperoleh identitas pengganti NIK untuk syarat memperoleh vaksin. Penggantinya itu berupa pendataan yang dilakukan pemerintah daerah setempat, kata seorang pejabat BPJS Kesehatan.
"Bagi masyarakat adat yang tidak memiliki NIK, pemerintah daerah setempat dapat mendata penduduk untuk diberikan identitas dan dilakukan vaksinasi covid-19," kata Ali.
Menurutnya, pendataan yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk memfasilitasi identitas pengganti NIK. Sama halnya dengan yang dilakukan pada saat pelaksanaan pemilihan umum atau pemilihan presiden.
Ali mengatakan tujuan penggunaan NIK dalam pelaksanaan vaksinasi covid-19, sejatinya semata-mata agar pelaksanaan dapat dipertanggungjawabkan.
"NIK sebagai identitas tunggal menghindarkan orang yang sama mendapatkan vaksinasi berulang kali. Sehingga data vaksinasi menjadi valid dan jumlah vaksin yang tersedia cukup untuk seluruh masyarakat," ujarnya.
Rukka sendiri menegaskan, pihaknya meminta agar surat keterangan dari ketua adat, RT/RW, kepala desa, atau organisasi yang menaungi sebagai pengganti NIK dapat dikukuhkan lewat surat edaran kementerian terkait.
"AMAN dan organisasi yang bergabung dalam koalisi ini bersedia membantu pemerintah dalam penyediaan data dan surat keterangan yang dibutuhkan masyarakat adat, penyandang disabilitas, petani, buruh dan anak-anak," imbuhnya.
Rukka melanjutkan, sebenarnya, masyarakat adat bukanlah kelompok rentan. Mereka bisa hidup mandiri dan selama ini telah menjaga keharmonisan dan kelestarian alam, serta keragaman hayati di daerah-daerah terdalam dan terluar Indonesia.