02 Oktober 2025
20:22 WIB
100 Kain Batik Merawit Cirebon Dipamerkan Di Museum Tekstil
Sebanyak 100 helain kain batik merawit Cirebon dipamerkan di Museum Tekstil Jakarta. Ada kain berukuran 9 meter menceritakan Wayang Babad Alas Wanarmarta.
Editor: Satrio Wicaksono
Perajin batik Cirebon menunjukkan teknik merawit dalam pembukaan pameran "Merawit Rasa" di Museum Tekstil, Jakarta Barat, Kamis (2/10/2025). ANTARA/Lia Wanadriani Santosa
JAKARTA - 100 helai kain Batik Merawit Cirebon, dipamerkan di Museum Tekstil Jakarta, hingga 30 November mendatang. Pameran "Merawit Rasa" ini merupakan kolaborasi Museum Tekstil dengan Yayasan Batik Indonesia. Uniknya, ada kain yang sudah berusia lebih dari 80 tahun.
"Koleksinya ada 100 helai. Ada (koleksi) dari tahun 1940 yang dipamerkan. Tahun 2024 juga ada. Ada kain dari Museum Tekstil, koleksi para kolektor yang tergabung dalam Yayasan Batik Indonesia," kata Kepala Satuan Pelayanan Museum Tekstil, Dewie Novieana di Jakarta, Kamis (2/10)..
Batik Merawit Cirebon sudah mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada November 2024. Sertifikat ini melindungi teknik membatik khas yang hanya ada di Cirebon, Jawa Barat.
Di antara koleksi yang dihadirkan, salah satu yang menarik yakni karya pada kain sepanjang 9 meter, tentang cerita Wayang Babad Alas Wanarmarta yang dibuat 18 perajin batik pada tahun 2004. Babad Alas Wanamerta sering dianggap sebagai metafora membangun sesuatu yang baru dari wilayah "belantara". Suatu tahap yang sulit dan penuh risiko.
Adapun merawit, kata perajin batik asal Cirebon, Lilis Katura, merupakan teknik membatik khas Cirebon yang ditandai ciri berupa garis kecil pada kain yang warnanya lebih tua dari warna dasar kain.
"Jadi garis kecil sekian mili, atau tali air warnanya akan lebih tua dari warna dasarnya. Warna dasar (kain) bebas, bukan merupakan motif. Hanya Cirebon yang punya (teknik merawit) dan sudah mendapatkan indikasi geografis," katanya, dikutip dari Antara.
Bagi Lilis yang sudah puluhan tahun membatik, banyak orang mungkin bisa membatik. Tapi, kata dia, tidak semuanya bisa merawit.
Batik Merawit dilukis secara manual menggunakan canting halus, dengan pengerjaan yang rumit dan teliti menggunakan malam khusus dari campuran unik, menghasilkan motif-motif ikonik yang sarat makna mendalam. "Harus teliti dan sabar," kata Lilis.
Adapun selain kain Batik Merawit, pengunjung pameran juga dapat mengikuti kelas membatik dan talkshow serta sesi dongeng dan lagu.
Bukan Semata Keindahan
Di sisi lain, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary mengatakan, Batik Merawit bukan sekadar menunjukkan keindahan visual, tetapi mengangkat kisah, ketelitian dan jiwa seni yang tertuang dalam setiap helai kain batik.
"Terutama teknik merawit yang menuntut tingkat kesabaran dan ketekunan luar biasa. Melalui tema 'Merawit Rasa', kita diajak menyelami dimensi lain dari batik," katanya.
Karena itu, dirinya mengajak pengunjung untuk mengenal teknik dan detail halus yang menjadi ciri khas dari merawit. Adapun teknik merawit mencerminkan nilai-nilai luhur seperti ketekunan, kesabaran serta penghormatan terhadap proses.
Menurut dia, nilai-nilai ini sangat relevan di tengah arus kehidupan modern yang serba cepat (instan). Lebih dari itu, batik merupakan narasi, mengandung cerita, nilai dan memori kolektif bangsa.
Dalam konteks ini, teknik merawit memperlihatkan bahwa di balik keindahan visual batik, tersimpan filosofi mendalam dan kearifan lokal yang patut terus dijaga dan diwariskan.
Dia berharap pameran ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi seni, tetapi juga menjadi sarana edukasi khususnya bagi generasi muda untuk lebih mengenal, mencintai dan melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa.
"Saya juga mengajak semua pihak untuk terus menciptakan ruang-ruang apresiasi budaya khususnya di Jakarta. Karena dari sinilah kita merawat jati diri bangsa," katanya.