c

Selamat

Sabtu, 8 November 2025

KULTURA

28 Februari 2024

20:30 WIB

Jalan Juang Si Menteri Penyelundup, Adnan Kapau Gani

Lahir dengan banyak talenta, AK Gani lebih dikenal sebagai pejuang kemakmuran. Di ujung hayatnya, dia berjuang sebagai dokter buat mereka yang terpinggirkan.

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Rendi Widodo

Jalan Juang Si Menteri Penyelundup, Adnan Kapau Gani
Jalan Juang Si Menteri Penyelundup, Adnan Kapau Gani
Adnan Kapau Gani. Wikipedia/dok

SUMATRA - Seorang wali kelas di Europeesche Lagere School (ELS) di daerah Kapau, Bukittinggi, kebingungan saat mengabsen muridnya. Musababnya, ada dua siswa bernama Adenan dan ketika sekali dipanggil, dua-duanya menyahut bersamaan.

Akhirnya, sang guru memutuskan menambah embel-embel pada nama kedua anak tersebut, satu Adenan A, satunya lagi Adenan B. Begitulah mereka akan dipanggil setiap kali diabsensi oleh sang wali kelas.

Sayangnya salah satu anak kurang puas, karena mengharapkan nama panggilan khusus. Sebagai anak dari seorang guru yang sering berpindah-pindah mengikuti penugasan ayahnya, si Adenan merasa perlu memberi kenang-kenangan pada dirinya sendiri atas tempat-tempat yang pernah ditinggali.

Kebetulan dia ketika itu tinggal dan bersekolah di Kapau. Dia meminta sang guru memanggilnya Adenan Kapau Gani. Nama itu kelak menjadi kenang-kenangan tentang negeri Kapau, setelah anak itu dewasa dan melanglang buana ke berbagai daerah di Sumatra dan Jawa.

Dialah Adenan Kapau Gani, kemudian lebih banyak dituliskan dengan Adnan Kapau Gani atau A.K Gani. Kisah asal-usul nama Kapau tersebut diceritakan oleh Agus Nugroho dkk. dalam buku Sosok Pejuang Bangsa: dr. Adenan Kapau Gani yang diterbitkan Museum Sumpah Pemuda, tahun 2009.

Nama Kapau itu akhirnya lengket, dan terus dipakai hingga sang anak menjelma jadi lelaki dewasa, melanjutkan sekolah ke Batavia di School Toot Opleiding van Indische Arisen (STOVIA), kemudian ke Sekolah Tinggi Kedokteran Geneeskundige Hooge School (GHS).

Kapau atau Gani, begitu dia biasa disapa, tumbuh jadi pemuda organisator pada masa kolonial, pemimpin partai, hingga terlibat dalam revolusi Indonesia.

Propagandais, Pemimpin Partai Banyak Akal
 Kiprah A.K. Gani dalam kancah perjuangan dan politik nasional dimulai pada 1931, saat berusia 26 tahun. Ketika itu, Kapau kecil telah banyak bertransformasi dan melalui banyak petualangan hidup, berkat jalan pendidikan yang membawanya merantau ke Tanah Jawa. 

Selama masa pendidikannya, A.K. Gani telah menempa diri di berbagai organisasi kepemudaan, bergabung dalam Jong Sumatranen Bond hingga Pemuda Indonesia. Bahkan, turut menyukseskan Kongres Pemuda II yang terselenggara pada 1928.

Pengalaman-pengalaman itu membawa A.K. Gani terjun ke dunia politik. Mula-mula bergabung dengan Partai Indonesia (Pertindo), partai politik pecahan dari Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada masa kemudian, seiring meluasnya ketokohannya, dia bersama Amir Syarifuddin, Sartono, dan Mohammad Yamin mendirikan dan menjadi ketua dari Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo).

Gerindo adalah salah satu organisasi politik yang paling lantang mengkritik pemerintahan kolonial masa itu. 

Karena itu pula, partai ini, terutama pemimpinnya, berada dalam pengintaian Polisi Rahasia Hindia Belanda. Hal itu karena haluan politik Gerindo yang dengan keras menentang kolonial, dan menuntut kebebasan politik, demokrasi ekonomi dan sosial di wilayah jajahan Hindia Belanda.

Kondisi itu membuat A.K. Gani harus memutar otak agar tetap bisa bergerak menggelorakan perjuangan dan nasionalisme. Dia harus mengadakan pertemuan dan kunjungan-kunjungan secara rahasia, bahkan harus menyamar. Berganti identitas kerap pula dilakukan.

Sering kali, A.K. Gani menyamar menjadi awak kapal agar mudah bergerak antar pulau mengunjungi berbagai kota, untuk melakukan kontak politik dan perjuangan baik antara sesama kader Gerindo maupun dengan organisasi-organisasi lainnya. Perjalanannya ke berbagai daerah adalah ‘perjalanan propaganda’ yang mengancam keberlangsungan kekuasaan kolonial. Karena itu, A.K. Gani masuk daftar teratas buronan polisi kolonial.

Perjalanan dan kampanye-kampanye propaganda itu dilakukan A.K. Gani dalam periode waktu cukup lama. Kegiatan ini berlangsung hingga situasi politik berubah dengan masuknya Jepang ke Indonesia pada 1942.

Jalan juang A.K. Gani sempat terhambat pada masa pendudukan Jepang. Partainya pernah mengeluarkan pernyataan politik yang mengecam keras agresi militer Jepang ke China pada tahun 1938. Kritik itu dicatat oleh Jepang. Kritik ini jadi pendorong mereka memburu A.K. Gani saat mulai menduduki Indonesia.

Jepang memandang A.K. Gani sebagai penghambat propaganda mereka. Terlebih, sosok itu mengorganisasi berbagai gerakan rakyat yang melawan kebijakan-kebijakan pendudukan Jepang. Maka tak butuh waktu lama bagi tentara Dai Nippon, A.K. Gani pun dijebloskan ke penjara.

Untungnya, pemenjaraan itu tak lama. Sukarno, orang yang pernah memimpin A.K. Gani di Pertindo, memiliki akses yang kuat ke petinggi militer Jepang di Indonesia. Dengan lobi-lobi kuat Sukarno kepada pihak Jepang, A.K. Gani pun menghirup udara bebas.

Pada masa pendudukan Jepang, A.K. Gani kembali ke Sumatra Selatan, dan memulai ulang gerakan dari sana. Di daerah ini pula ia bertemu istrinya, Lily Zuliana.

Proklamasi Dari Sumatra Selatan
Cerita A.K. Gani bermula dari Sumatra Barat. Dia dilahirkan di Palembayan, Agam pada 16 September 1905. Anak dari pasangan Abdulgani Sutan Mangkuto dan Rabayah. Ayahnya adalah seorang guru tamatan Sekolah Raja yang sering berpindah-pindah tugas di wilayah Sumatra Barat dan Selatan.

Semasa berusia 10 tahun, A.K. Gani ikut ayahnya tugas di Palembang. Di sinilah, dia ditinggal sang ibu, Rabayah, yang dimakamkan di sebuah desa di Keresidenan Palembang, Sumatra Selatan. Ini pula yang menjadi salah satu alasan A.K. Gani begitu mencintai Sumatra Selatan dan menetap di sana hingga akhir hidupnya.

Selama menjadi ketua Gerindo, A.K. Gani juga sempat jadi aktor, bermain di sebuah film berjudul Asmara Moerni (1941). Pengalaman bermain film itu hanya sekali dilakoni A.K. Gani, entah karena memang kurang berminat, atau karena adanya tekanan dari kalangan politisi masa itu yang mengkritik langkahnya, memandang aktor film sebagai profesi yang rendah dan tak cocok bagi seorang tokoh politik.

Di Palembang, pengaruh A.K. Gani kuat di kalangan kepemudaan maupun tokoh politik senior. 

Kiprahnya tercatat oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKJ). Selain didirikan di Jakarta, pada tanggal 7 Agustus 1945, dibentuk pula Panitia Persiapan Kemerdekaan daerah Palembang, A.K diangkat sebagai ketuanya.

Gerakan kebangsaannya juga diawali dari Sumatra Selatan. Ketika Sukarno-Hatta mengumumkan proklamasi di Jakarta 17 Agustus 1945, dia sibuk mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para tokoh di Sumatra Selatan. Hingga pada 23 Agustus 1945, dia sukses membentuk Pusat Pemerintahan Bangsa Indonesia untuk Keresidenan Palembang, dengan A.K. Gani sebagai kepalanya.

Pada 25 Agustus 1945, seturut kepastian Proklamasi dari Jakarta dan kabar kalahnya Jepang, A.K. Gani membacakan teks proklamasi di halaman gedung kantor Gun Seibu (kantor Walikota Palembang sekarang).

Setelah Indonesia merdeka, A.K. Gani sejatinya ditawari banyak jabatan mentereng. Namun dia lebih memilih memfokuskan perjuangannya di Sumatra. Dia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) untuk wilayah Sumatra, tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan. Dia dipercaya menjadi Komisaris PNI Sumatra Selatan.

Menteri Penyelundup, Pemimpin Gerilya Masa Revolusi
Kiprah yang juga penting pada masa awal kemerdekaaan adalah sebagai organisator. Gani pemimpin konsolidasi rakyat di Sumatra Selatan untuk memperkuat perjuangan bersama. Dia membentuk Barisan Pemuda Republik Indonesia hingga merealisasikan kongres Keresidenan Palembang untuk menyatukan semua gerakan rakyat.

A.K. Gani mendapat banyak mandat dari pusat. Dia kemudian ditunjuk sebagai koordinator bidang keamanan dan pertahanan wilayah Sumatra. Untuk tugas tersebut, A.K Gani disematkan pangkat mayor jenderal. Dengan tugas itu, A.K Gani terlibat dalam pembentukan organisasi Tentara Republik Indonesia, menjadi Panglima Daerah militer Sumatera Selatan yang mencakup Palembang, Lampung, Jambi dan Bengkulu. 

Di samping itu, dia adalah wakil Kementerian Keamanan dan Pertahanan untuk Pulau Sumatra.

Tak cukup tugas kewilayahan, pada 1946, A.K. Gani pun ditarik ke pusat pemerintahan di Yogyakarta, bergabung ke dalam Kabinet Sjahrir III sebagai Menteri Kemakmuran. Tenaganya dibutuhkan untuk menjalankan berbagai instrumen perekonomian nasional, utamanya perdagangan yang pada masa itu sulit bertumbuh karena blokade Belanda di segala lini.

Sejatinya A.K. Gani sudah mengupayakan jalan perdagangan antarnegara itu lewat meja perundingan dengan Belanda. Sayang, upaya ini tak berbuah kesepakatan memuaskan. Maka dipakailah jalur lain, yakni ‘jalur tikus’.

Pengalaman dikejar-kejar pada masa lalu membuat A.K. Gani mengenal baik berbagai jalur lintas di perairan maupun daratan Indonesia. Maka di sanalah sang menteri menunjukkan tajinya. Dia pun membangun jaringan penyelundupan di seluruh kota pelabuhan yang tak terawasi di Sumatra dan Jawa.

Komoditas Indonesia seperti karet, emas hingga perak dikirim ke Singapura, Penang, Bangkok hingga Hong Kong. Sebaliknya, Indonesia mengimpor berbagai barang kebutuhan mendesak pada masa revolusi, termasuk pakaian tentara, amunisi, serta obat-obatan. Gani mengaturnya dengan baik.  

Padahal, mobilisasi barang-barang selundupan tidak mudah. Pengiriman harus dilakukan dengan mengendap-ngendap, sering kali harus malam hari, bergerak dalam bayang-bayang dan kabut.

Sukarno sendiri menceritakan kemahiran A.K. Gani ini dalam buku autobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis Cindy Adams (1965).

“Orang-orang kami dinilai berbeda-beda tergantung kepada sikap dan di pihak mana berdiri. Orang-orang yang melakukan perdagangan Emas dan Perak itu juga menyelundupkan 8.000 ton Karet adalah dr. Adenan Kapau Gani. Belanda memberikan julukan sebagai Raja Penyelundup. Tapi Rakyat Indonesia mengenalnya sebagai Menteri Kemakmuran,” kenang Sukarno.

Ada banyak hal yang dilakukan A.K. Gani pada masa revolusi pasca kemerdekaan hingga menghadapi masa Agresi Belanda. Dia juga dikenal sebagai menteri yang berhasil mengumpulkan 500 ribu ton beras dalam waktu singkat untuk dikirim ke India yang mengalami bencana kelaparan pada 1946.

Jabatan A.K. Gani sebagai Menteri Kemakmuran terus berlanjut hingga periode Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (1947-1948). Pada masa ini, dia juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri, dan pernah jadi delegasi Indonesia untuk PBB dalam konferensi di Kuba tahun 1948.

Meski kerap berkiprah di meja kerja atau di forum-forum pertemuan, hal berbeda dilakukannya pada 1948, masa agresi militer Belanda kedua. Pada masa ini, dia tetap turun memimpin gerilya di pedalaman Sumatra, sama seperti Sudirman yang bergerilya di Jawa.

Dalam hal ini, A.K. Gani menjadi salah satu tokoh langka yang serba bisa. Tak banyak tokoh politik nasional yang terjun langsung dalam medan tempur dan menjalani perang gerilya. Hanya beberapa nama, seperti A.K. Gani, Sudirman, hingga Sjafruddin Prawiranegara.

Karena itu, setelah masa Agresi Militer Belanda, A.K. Gani pun mendapatkan bintang gerilya disertai piagam tanda jasa Pahlawan, juga dianugerahi Satya Lencana Kemerdekaan dari Presiden Republik Indonesia pada 1961.  

Dokter Sosial
Di pemerintahan A.K. Gani adalah salah satu tokoh yang memiliki riwayat jabatan panjang. Tak hanya menjadi menteri di masa pemerintahan Amir Sjarifuddin I dan II, ia lalu menjadi menteri perhubungan dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo di tahun 1954.

Namun ada satu sisi yang jarang diungkap selain kiprah politiknya. Sejak kelulusannya dari Sekolah Tinggi Kedokteran, A.K. Gani sudah mulai praktek umum sebagai dokter swasta. Di sela-sela kesibukannya dalam bidang politik dan pemerintahan ia bahkan masih menyempatkan diri untuk melayani pasien yang datang berobat kepadanya.

Selama melakukan praktek dokternya, dia menerapkan subsidi silang. Orang kaya wajib membayar mahal, pegawai negeri setengah bayaran dan yang miskin gratis bahkan diberi obat dan uang untuk ongkos pulang.

Pada kala bergerilya pun, dia tidak segan untuk mempraktikkan ilmu kedokterannya guna melayani masyarakat dan anak buahnya yang sedang sakit.

Profesi ini kemudian dipilihnya setelah pensiun dari tugas sebagai pejabat negara. Usai tak lagi sebagai pejabat, A.K. Gani tetap menjalankan aktivitasnya sebagai dokter umum. Dia baru berhenti berpraktik ketika mulai sakit, sebelum kemudian meninggal dunia pada tahun 1968.

Kecintaan A.K. Gani akan Sumatra juga yang menyebabkannya dimakamkan di Taman Pemakaman Pahlawan Siguntang, Palembang. Sosoknya disematkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 2007 silam. 

Namanya mungkin tak sepopuler Sudirman atau Sukarno, tetapi Indonesia yang masih muda saat itu tahu betul seberapa besar pengabdian Si Raja Penyelundup dari Asia Tenggara.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar