07 November 2024
14:58 WIB
Jaga Produktivitas Sawit, Kementan Terapkan Teknologi Tracing DNA
Teknologi tracing DNA ini diterapkan, sebagai upaya penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan varietas kelapa sawit yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi atau tahan ganoderma
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 di Bali, Kamis (7/11/2024). Antara/ Muzdaffar Fauzan
BALI - Kementerian Pertanian (Kementan) menerapkan teknologi yang dapat mendeteksi (tracing) pohon induk kelapa sawit, agar tetap menjaga benih yang hendak ditanam. Dengan begitu, bisa menjaga produktivitas industri sawit di tanah air.
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono di Bali, Kamis (7/11) mengatakan, teknologi tersebut dimanfaatkan pihaknya sebelum benih sawit mulai disemai, supaya para pelaku industri bisa mengetahui kualitas buah yang dihasilkan.
"Ini kita sedang mencoba bagaimana kita manfaatkan. Jadi, sebelum benihnya disemai, sebelum jadi kecambah itu sudah dicek dulu," tuturnya.
Melalui teknologi ini juga, lanjut Wamentan, pihaknya bakal menerapkan standardisasi dan sertifikasi benih sawit yang berkualitas, dengan salah satu laboratorium yang dimiliki berada di Medan. Hal ini dilakukan, sebagai upaya penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan varietas kelapa sawit yang tahan penyakit dan berproduksi tinggi atau tahan ganoderma.
"Memang sekarang sudah terstandar dan tersertifikasi, cuma banyak oknum yang menjual standar palsu," ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, guna mewujudkan kebijakan ini, pihaknya bakal berkolaborasi dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) supaya bisa terealisasi dengan baik di lapangan.
Disampaikan Wamentan, pihaknya juga bakal meningkatkan kualitas kelapa sawit di level petani, dengan memberikan bantuan teknis dan pelatihan guna memastikan produktivitas petani kecil.
Asal tahu saja, produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia pada tahun 2023 sebesar 47,08 juta ton. Dari jumlah itu, 10,2 juta ton digunakan untuk memenuhi konsumsi dalam negeri untuk pangan, 2,3 juta ton untuk industri oleokimia, 10,6 juta ton untuk biodiesel, dan 23,98 juta ton untuk ekspor.
Industri kelapa sawit sendiri, tidak hanya menjadi sumber utama pendapatan nasional, tetapi juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 16 juta orang yang bekerja di industri tersebut.
Sejumlah Tantangan
Namun, Gapki menilai, selama 2024 industri kelapa sawit masih menghadapi sejumlah tantangan baik dalam negeri maupun global. Bendahara Umum Gapki Mona Surya menjelaskan, tantangan yang datang dari dalam negeri di antaranya isu mengenai stagnasi produksi dan produktivitas. Kemudian, ketidakpastian kebijakan, serta rata-rata umur tanaman yang memasuki masa replanting.
"Beberapa tantangan tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari para stakeholders," kata Mona.
Sementara itu, tantangan dari luar negeri yang dihadapi misalnya keseimbangan antara pasokan dan permintaan minyak nabati lainnya, kampanye negatif terkait rantai pasok yang keberlanjutan sampai faktor geopolitik di Eropa dan Timur Tengah. Salah satu tantangan kebijakan dari Uni Eropa, lanjutnya, yaitu Kebijakan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) berisiko menjadi hambatan di pasar internasional.
"Kebijakan ini berpotensi memberikan dampak signifikan bagi petani sawit di negara penghasil utama seperti Indonesia (41% dari produksi global) dan Malaysia (27%)," katanya.
Menanggapi dinamika yang penuh ketidakpastian tersebut, Gapki menggelar 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024) pada 6-8 November 2024 di Nusa Dua, Bali. Dengan tema "Seizing Opportunities Amidst Global Uncertainty", lanjut Mona yang juga Ketua Panitia Pelaksanaan IPOC 2024, konferensi ini diharapkan menjadi forum strategis untuk membahas berbagai peluang di tengah ketidakpastian global.
Menurut dia, konferensi tersebut juga akan menyajikan analisis mendalam mengenai situasi pasar minyak nabati global, dengan fokus pada perkembangan dan dinamika terkini yang memengaruhi industri minyak sawit.
"Berbagai kebijakan minyak sawit Indonesia, perspektif pasar dari negara-negara pengimpor, serta analisis pasokan dan permintaan minyak sawit dunia akan menjadi topik pembahasan utama dalam IPOC 2024 ini," ujarnya.
Para pakar di bidang minyak nabati seperti Thomas Mielke (Oil World), Julian McGill (Glenauk Economics), Nagaraj Meda (Transgraph), dan Dorab Mistry (Godrej International Ltd) dijadwalkan hadir untuk memberikan pandangannya mengenai tren harga di masa depan.
Dikatakannya, IPOC telah menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan di industri kelapa sawit, baik di tingkat nasional maupun internasional selama 19 tahun terakhir. Dalam penyelenggaraan dua hari tersebut mencakup konferensi, pameran produk, perkembangan teknologi, dan layanan terbaru di industri kelapa sawit.
Perlu Kolaborasi
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI) menyatakan, diperlukan kolaborasi berbagai pihak untuk memajukan sektor kelapa sawit dan meningkatkan kesejahteraan petani, khususnya di daerah transmigrasi. Wakil Ketua GPPI Dedi Junaedi menyatakan sektor kelapa sawit telah menjadi salah satu sumber utama pendapatan dan lapangan pekerjaan di banyak wilayah, serta penghasil devisa terbesar kedua setelah batu bara.
Namun, di balik potensi ekonominya, industri sawit menghadapi tantangan dalam hal produktivitas, legalitas dan ketahanan energi.
"Salah satu kendala utama yang dihadapi petani sawit swadaya adalah kurangnya akses terhadap benih unggul dan sarana budidaya yang berkelanjutan," ucapnya.
Menurutnya, kualitas bibit sangat mempengaruhi hasil panen. Sayangnya, kata dia, banyak petani yang menggunakan bibit aspal atau kurang berkualitas. "Saat ini pendampingan dari pemerintah sangat penting untuk memperkuat kelembagaan dan membekali petani dengan pengetahuan serta praktik budidaya terbaik," katanya.
Dedi menyatakan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, serta seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan sektor sawit. Melalui upaya ini, tambahnya, diharapkan meningkatkan kesejahteraan petani sawit dan menjadikan kelapa sawit Indonesia sebagai komoditas unggulan yang berdaya saing global.