13 Februari 2025
15:43 WIB
Jadi WBTB UNESCO, BRIN Usul Ditetapkannya Hari Pantun Nasional
Tradisi Pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO mendorong niatan dibuatnya Hari Pantun Nasional.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Rendi Widodo
Seminar internasional “Pantun Nusantara: Strategi Kultural Merawat Warisan Budaya di Era Digital”. Dok. BRIN
JAKARTA - Menyusul telah ditetapkannya Tradisi Pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO sejak 20 Desember 2020 sebagai memory of the world, Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Herry Jogaswara mengungkapkan harapannya agar setiap tanggal 20 Desember tersebut kelak bisa diperingati sebagai hari pantun nasional.
Harapan Herry itu disampaikannya pada seminar international “Pantun Nusantara: Strategi Kultural Merawat Warisan Budaya di Era Digital” yang digelar oleh OR Arbastra BRIN bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), pada Senin – Selasa, 10-11 Februari 2025 di Kampus BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Penetapan Hari Pantun Nasional tersebut menurut Herry menjadi sesuatu yang perlu, sebab seperti kita ketahui bahwa pantun di Indonesia penyebarannya sangat luas. Ada mulai dari di suku Melayu di Sumatra, di Kalimantan ada di Kutai, di Sulawesi pada masyarakat Manado dan Gorontalo, juga di Jawa termasuk Betawi, Sunda.
"(Pantun) memang menjadi milik dari berbagai suku atau etnis yang ada di Indonesia," kata Herry.
Dalam acara seminar tersebut, Ketua Dewan Pembina ATL Mukhlis Paeni juga menjelaskan bahwa pantun merupakan sebuah instrumen penting sebagai pranata budaya, yang mengantar generasi pelanjut untuk menjadi manusia yang maju dan berkepribadian dalam berkebudayaan. Melalui pantun, harapannya generasi muda tidak hanya menjadi manusia berilmu dan tangguh, tetapi menjadi manusia yang berkepribadian santun dan memiliki budi bahasa yang baik.
Selain itu menurut Mukhlis, pantun juga memiliki fungsi utama sebagai penjaga marwah dan jati diri bangsa, seperti yang diharapkan oleh pendiri bangsa. Di mana, trilogi syarat untuk menjadi bangsa Indonesia yang maju adalah harus berdaulat di bidang politik berdikari, di bidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon yang turut hadir dalam seminar tersebut, turut menghimbau agar tradisi lisan termasuk pantun terus dipromosikan. Sebab keberadaannya, bukan hanya soal cagar budayanya, tetapi juga warisan budaya yang merupakan wujud utama.
"Pantun tak hanya menjadi sarana hiburan yang menghubungkan perbedaan, namun juga memperkuat persatuan dan memperkaya identitas nasional," kata Fadli Zon.