c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

20 Juli 2022

16:50 WIB

IYCTC: Rokok Elektrik Berpotensi Jadi Limbah Berbahaya

Penyebab utama dari pencemaran tanah, dapat terjadi karena kandungan baterai yang digunakan di dalam rokok elektrik mengandung bahan B3, di antaranya kadmium, lithium, dan merkuri

IYCTC: Rokok Elektrik Berpotensi Jadi Limbah Berbahaya
IYCTC: Rokok Elektrik Berpotensi Jadi Limbah Berbahaya
Ilustrasi rokok elektrik.dok.Shutterstock

JAKARTA - Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) menyatakan, setiap bagian tubuh rokok elektrik, seperti vape, berpotensi menjadi limbah berbahaya. Kondisi ini berakibat fatal pada lingkungan bumi akibat kandungan kimia di dalamnya.
 
 “Rokok elektrik memiliki dampak negatif bagi lingkungan, dan harus dikelola sesuai dengan tata cara pengelolaan sampah B3, karena sampahnya yang sangat masif,” kata Anggota Tim Youth Led dari IYCTC, Oktavian Denta dalam Diseminasi Rokok Elektronik yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (20/7).
 
 Penyebab utama dari pencemaran tanah, dapat terjadi karena kandungan baterai yang digunakan di dalam rokok elektrik mengandung bahan berbahaya beracun (B3). Di antaranya kadmium, lithium dan merkuri.
 
 Denta menuturkan, kandungan tersebut merupakan sumber dari kontaminasi logam yang baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari lingkungan.

Kemudian, pada kartrid isi ulang cairan dalam rokok elektronik, apabila cairan (liquid) yang digunakan sudah habis, maka kartrid masih dapat menampung sisa-sisa dari kandungan nikotin yang nantinya menyebabkan polutan di air.
 
 “Ini bisa mengakibatkan banyak kejadian negatif, di mana air tersebut seharusnya diminum oleh hewan-hewan dan lain sebagainya,” kata Denta yang menjadi pemapar hasil kajian itu.
 
 Menurut Denta, bahaya dari rokok elektrik tak luput dari uap yang dihasilkan oleh pengguna. Uap yang menyebar akan menjadi sumber yang potensial pada pencemaran udara, karena mengandung zat aldehid dan karbon dioksida yang tinggi.
 
 Sayangnya, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim IYCTC pada 24 responden, 18 di antaranya membuang cairan ataupun alat rokok elektronik yang sudah tidak digunakan lagi, langsung ke tempat pembuangan umum (TPU) ataupun tempat sampah.
 
Denta melanjutkan, tercemarnya lingkungan kemudian akan berdampak pada kesehatan sumber daya manusia di bumi. Sebab, rokok elektronik pun turut mengandung cairan B3 seperti nikotin, formaldehid atau formalin, propylene glycol, perisa, diacetyl dan particulate matter.
 
 “Nikotin dapat menjadi racun syaraf yang potensial dan digunakan sebagai seperti bahan insektisida seperti nikotin yang ada di rokok konvensional. Ini sifatnya sangat adiktif dan dapat membahayakan perkembangan otak kaum muda dan dewasa muda,” ujarnya.
 
 Selain itu, nikotin mampu membahayakan kesehatan perempuan, terutama ibu hamil dan bayi yang ada di lingkungan sekitar pengguna rokok elektronik tersebut.


liquid atau cairan rokok elektrik. dok. Antara Foto

 

Ia menambahkan, cairan formalin bisa menjadi sangat toksik dan berbahaya bila tertelan oleh pengguna. Formalin menyebabkan gejala alergi, menimbulkan gejala asma seperti kesulitan bernafas, juga kerusakan genetik.

Denta menyebutkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022, meminta setiap negara agar penggunaan rokok elektrik dapat diregulasikan karena dampak yang ditimbulkan. Dirinya berharap, Indonesia dapat mengikuti saran yang sudah disebutkan oleh WHO.

Di antaranya mencegah atau membatasi iklan, promosi dan sponsor, membatasi rasa dalam cairan yang disukai oleh anak-anak. Kemudian, mengatur karakteristik produk dan melarang penggunaannya di ruang yang memiliki tanda merokok tidak diizinkan.

“Kemudian mengantisipasi klaim kesehatan yang tidak terbukti dari penggunaan rokok elektronik, melindungi kebijakan kesehatan masyarakat dari kepentingan komersial dan kepentingan pribadi lainnya,” kata Denta.

Peningkatan Pengguna
 Sebelumnya, Global Adult Tobacco Survey (GATS) melaporkan prevalensi pengguna rokok elektrik di Indonesia meningkat signifikan, dalam kurun satu dekade terakhir. 

Dalam lembar informasi perbandingan Indonesia 2011 dan 2021, GATS melaporkan prevalensi penggunaan rokok elektrik meningkat signifikan dari 0,3% pada 2011, menjadi 3,0% pada 2021. Angka tersebut setara 6,2 juta orang dewasa yang terdiri atas 5,8% konsumen laki-laki dan 0,3% perempuan.
 
 Di Indonesia, GATS dilaksanakan pada 2021 sebagai survei rumah tangga terhadap orang yang berusia lebih dari 15 tahun, oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan.

Sebanyak 10.170 rumah tangga dilibatkan sebagai sampel, dan satu individu dipilih secara acak dari masing-masing rumah tangga peserta untuk mengisi survei. Informasi survei dikumpulkan secara elektronik. Sejumlah 9.156 wawancara lengkap telah dilakukan, dengan angka respons keseluruhan sebesar 94,0%.

Sekadar informasi, GATS adalah standar global untuk secara sistematis memantau penggunaan tembakau (hisap dan kunyah) oleh orang dewasa dan melacak indikator-indikator utama pengendalian tembakau. GATS juga akan membantu negara-negara memenuhi kewajiban berdasarkan Framework Covention Tobacco Control (FCTC) World Health on Organization (WHO), untuk menghasilkan data yang dapat dibandingkan secara nasional maupun internasional.
 
 Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono dalam rangkaian acara Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Kemenkes Jakarta, beberapa waktu lalu bilang, rokok elektrik perlu dibuatkan juga regulasinya. 

"Merokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional," ujarnya.
 
 Menurut Dante regulasi seputar penggunaan produk rokok elektronik diterapkan secara sejajar dengan rokok konvensional. Dante mengatakan tidak ada bedanya risiko merokok konvensional dan elektrik, keduanya berbahaya untuk masa sekarang, sosial ekonomi, masa depan maupun risiko penyakit yang timbul akibat rokok elektrik tersebut.

 

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar