12 November 2025
18:45 WIB
Inovasi Implan Tulang Luruh Dari Material Magnesium
Peneliti BRIN padukan material Magnesium–Zinc–Rare Earth Element (Mg–Zn–Nd) menjadi implan yang mampu luruh untuk regenerasi patah tulang.
Penulis: Arief Tirtana
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Lutviasari Nuraini jadi salah satu pemenang dalam L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) 2025. Foto: Validnews/ Arief Tirtana.
JAKARTA - Selama ini, implan pasien patah tulang umumnya menggunakan bahan seperti stainless steel, titanium, atau cobalt-chromium. Logam-logam ini kuat, tetapi tidak bisa menyatu dengan tubuh, sehingga setelah tulang sembuh, pasien harus kembali menjalani operasi untuk melepas implan tersebut.
Bayangkan jika ada material pengganti logam yang tidak perlu diambil lagi dari tubuh setelah dipasang, sehingga pasien tidak perlu repot menjalani operasi usai sembuh.
Hal itulah yang sedang dikembangkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr.rer.nat. Lutviasari Nuraini dengan memadukan material Magnesium–Zinc–Rare Earth Element (Mg–Zn–Nd) untuk membuat implan yang mampu luruh (biodegradable implant) atau dapat terurai secara alami setelah tulang pulih.
Di luar negeri, teknologi ini sudah mulai berkembang, tapi di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan adanya sejumlah tantangan teknis yang dihadapi, seperti sifat magnesium yang mudah terbakar ketika meleleh, sehingga proses pengecorannya memerlukan perlakuan khusus dan tingkat keamanan tinggi.
Selain itu, menyeimbangkan kandungan Magnesium–Zinc–Rare Earth Element agar menjadi implan dengan kekuatan dan bisa luruh di waktu yang tepat, juga menjadi tantangan tersendiri.
"Tidak semua industri berani melakukan pengecoran magnesium. Walau masih dalam tahap pengembangan di laboratorium, riset magnesium ini membuka peluang besar bagi Indonesia. Selain mengurangi ketergantungan pada produk impor, inovasi ini juga bisa memanfaatkan sumber daya alam lokal, termasuk logam tanah jarang dari dalam negeri," terang Lutviasari kepada Validnews, Selasa (11/11).
Bangkitnya Peneliti Perempuan
Dengan manfaat dan potensinya yang menjanjikan bagi masyarakat luas, penelitian material implan luruh berbasis paduan magnesium untuk regenerasi tulang ini membawa Lutviasari menjadi salah satu pemenang dalam program L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) 2025.
Ia menjadi satu diantara empat pemenang, bersama Dr. Maria Apriliani Gani, peneliti dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengembangkan model seluler untuk terapi osteoporosis berbasis tanaman obat lokal.
Juga, Anak Agung Dewi Megawati, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa yang mengembangkan penelitian terapi mRNA antivirus spektrum luas untuk penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Serta, Helen Julian, Dosen di Program Studi Teknik Kimia dan Teknik Pangan, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB), yang mengembangkan teknologi pengolahan limbah kelapa sawit menjadi sumber daya bernilai tinggi.
Keempat peneliti perempuan ini terpilih dari ratusan proposal yang masuk dari berbagai universitas dan lembaga riset di seluruh Indonesia. Menariknya, 70% diantara merupakan peneliti muda di bawah 40 tahun.
Selain itu, sebagian besar riset berakar pada potensi lokal dan kekayaan hayati Indonesia, mulai dari pengembangan tanaman asli bernilai tinggi hingga inovasi pengelolaan limbah menjadi sumber daya berkelanjutan.
Tren ini menegaskan bahwa sains memiliki peran penting sebagai fondasi kemajuan bangsa, sekaligus menjadi bukti semakin banyak ilmuwan perempuan Indonesia yang berani melangkah maju, memperluas kontribusi, dan memperkuat kolaborasi lintas institusi serta disiplin ilmu.
"Tahun ini istimewa, karena terdapat hampir 150 pendaftar, terbesar dalam lima tahun terakhir, yang berasal dari Papua Barat, Sumatera, hingga Asia dan Eropa. Selain kebermanfaatan bagi bangsa, perempuan peneliti yang terpilih menunjukkan track record dan potensi kolaborasi; karena tanpa kolaborasi, penelitian hampir mustahil untuk terealisasi," terang Ketua Dewan Juri FWIS 2025, Prof. Herawati Sudoyo, dalam sambutannya di momen penyerahan penghargaan bagi pemenang FWIS 2025 di Jakarta.
Kolaborasi Peneliti
Seperti gelaran-gelaran sebelumnya, program L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) ini ditujukan untuk para peneliti perempuan. Hal tersebut tak lepas dari fakta, hingga kini masih banyak kesenjangan terjadi antara perempuan dan laki-laki di dunia penelitian dan juga pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics).
Laporan UNESCO 2025 menunjukan, jumlah peneliti perempuan di Indonesia masih jauh lebih sedikit, dalam persentase hanya 43.5%. Karena itu L’Oréal menilai masih perlu memberikan dukungan bagi perempuan peneliti untuk mencapai kesetaraan.
"Melalui program FWIS, kami mendukung para perempuan peneliti untuk menghadirkan sains yang berdampak, memberikan akses jaringan kolaborasi, dan juga memberikan ruang bagi mereka untuk bersinar. Karena dunia membutuhkan sains, dan sains membutuhkan perempuan," kata President Director L'Oréal Indonesia, Benjamin Rachow.
Sementara itu Chief of Corporate Affairs, Engagement, and Sustainability PT L’Oréal Indonesia, Melanie Masriel menjelaskan, program ini bukan sekadar memberikan kesempatan melalui pendanaan, tapi memberikan jejaring luas di kancah internasional.
Pasalnya, kolaborasi antar peneliti bukan sekadar wacana, melainkan sudah menjadi budaya. Para alumni aktif membangun ruang diskusi, berbagi peluang penelitian, dan menjalin kemitraan lintas sektor, dari bidang life science hingga non-life science.
"Interaksi seperti inilah yang melahirkan ide-ide baru dan menjadikan penelitian lebih aplikatif serta berdampak. Melalui jaringan FWIS, para alumni FWIS menemukan banyak mitra potensial untuk berkolaborasi dan berkembang bersama lintas disiplin ilmu," ungkapnya.
Sejak awal, L’Oréal–UNESCO For Women in Science (FWIS) kini sudah membentuk jejaring global yang kini mencakup lebih dari 4.700 ilmuwan perempuan di seluruh dunia. Para alumni FWIS kini tidak hanya melanjutkan penelitian mereka, tetapi juga menjadi mentor bagi lebih dari 1.400 peneliti muda, menciptakan efek berlipat yang memperkuat masa depan sains Indonesia.