12 Mei 2023
17:56 WIB
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Inhaler pelega merupakan salah satu alat yang sangat membantu penderita asma saat alami kekambuhan. Namun ternyata, penggunaan inhaler pelega SABA (short-acting beta-agonist) secara rutin, bahkan hanya 1-2 minggu dianggap kurang efektif untuk asma.
Penemuan ini ada dalam laporan strategi GINA (Global Initiative for Asthma) pada 2019-2022 yang menunjukkan kalau penggunaan inhaler pelega SABA malah dapat menyebabkan lebih banyak peradangan pada saluran napas.
Selain itu, pasien asma yang terlalu sering menggunakan inhaler pelega SABA juga berisiko tinggi mengalami serangan asma, dirawat di rumah sakit, hingga berisiko kematian.
Para ahli menduga ini karena adanya 'paradoks asma' di kalangan pasien, di mana ketergantungan yang berlebihan terhadap inhaler pelega SABA dianggap cara untuk mengendalikan asma.
Tidak dimungkiri memang, pasien asma, khususnya di Indonesia, cenderung menggunakan inhaler pelega SABA dibandingkan dengan inhaler dengan kandungan ICS (anti-inflamasi).
Studi SABINA (SABA Use in Asthma) pun menunjukkan kalau 37% pasien asma di Indonesia diresepkan inhaler pelega jenis SABA sebanyak lebih dari 3 kanister per tahunnya.
Belum lagi, inhaler pelega SABA juga dirasa dapat memberikan efek lega secara cepat dan telah menjadi lini pertama terapi asma sejak lama sehingga banyak penderita asma yang menggunakannya tanpa mengetahui lebih lanjut risiko ketergantungannya.
"Padahal menggunakan inhaler SABA secara teratur dapat mengurangi efek dan manfaatnya sehingga untuk mendapatkan efek yang sama memerlukan lebih banyak inhalasi atau obat. Padahal, menggunakan inhaler SABA secara berlebih dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma, rawat inap karena asma, hingga kematian," dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dr. H. Mohamad Yanuar Fajar, Sp.P dalam keterangannya.
Saat ini pun, pengobatan asma menggunakan inhaler pelega SABA tidak lagi direkomendasikan karena tidak dapat mengatasi peradangan yang mendasari asma.
Sebagai gantinya, pasien harus mendapat pengobatan yang mengandung ICS, seperti kombinasi ICS-Formoterol untuk mengurangi risiko serangan asma.
Meski begitu, masih ada juga masyarakat yang 'bandel' sehingga menggunakan inhaler pelega SABA secara berlebihan.
Karenanya, dr. Yanuar menganjurkan agar masyarakat tetap melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memastikan kondisi asmanya terkontrol dan mendapatkan tindakan yang tepat, bukan hanya mencari pengobatan instan seperti inhaler saat serangan asma muncul.