22 Mei 2024
17:38 WIB
Indonesia Luncurkan Pusat Penelitian Rumput Laut Internasional
ITSRC ini akan berperan sebagai pusat studi, pusat penelitian ilmiah, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas di industri rumput laut yang melibatkan pemerintah, pakar, praktisi dan universitas
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (tujuh kiri) dan Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono (enam kiri) dalam peluncuran International Tropical Seaweed Research Center (ITSRC) di Badung, Bali, Rabu (22/5/2024). Antara/Ni Putu Putri Muliantari
BADUNG - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian PPN/Bappenas, meluncurkan International Tropical Seaweed Research Center (ITSRC) atau pusat penelitian rumput laut tropis di Kabupaten Badung, Bali, Rabu (22/5). ITSRC sendiri dianggap menandai langkah penting dalam kolaborasi global untuk penelitian, pengembangan, dan integrasi hulu ke hilir industri rumput laut.
“ITSRC ini akan berperan sebagai pusat studi, pusat penelitian ilmiah, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas di industri rumput laut,” kata Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Rabu, seperti dikutip dari Antara.
Pemerintah, lanjutnya, sudah melakukan berbagai penelitian dan kegiatan dalam pengembangan rumput laut. Beberapa perguruan tinggi dan lembaga juga melakukan kajian mengenai potensi, permasalahan, dan tantangan terkait rumput laut.
Sehingga, ITSRC yang dibentuk ini melibatkan unsur pemerintah, pakar rumput laut global, praktisi dan asosiasi rumput laut nasional, universitas dalam dan luar negeri (India, China, Jepang, Canada, Korea). Termasuk mitra pembangunan seperti World Bank, FAO, Unido, UN Global Compact, CI, KI, Sea6 Energy.
Dalam peluncuran pusat penelitian tersebut, Menko Marves juga menggelar Seminar on Accelerating the Upstream-Downstream Integration of the Seaweed Industry. Pemerintah ingin mendorong pengembangan hilirisasi industri rumput laut, seperti peluncuran pilot project budidaya rumput laut skala besar di Teluk Ekas, Lombok Timur.
“Berbagai studi menunjukkan potensi besar untuk produk turunan, termasuk biostimulan, pupuk organik, bahan makanan, bioplastik, dan bahkan dalam jangka panjang potensi biofuel,” ujar Luhut.
Dalam pidatonya, ia menyebut hilirisasi rumput laut ini memiliki potensi besar dari segi ekonomi, dimana ekspor rumput laut Indonesia pada 2033 diproyeksikan mencapai US$19 miliar. Terlebih, setiap 100 hektare lahan sudah dapat mempekerjakan 150 orang.
Pada seminar dan peluncuran pusat penelitian tersebut, seluruh pihak yang terlibat merangkum tiga komitmen yaitu meningkatkan pengembangan kapasitas, produktivitas, dan peningkatan industri rumput laut tropis. Hal ini selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan dan Visi Maritim Indonesia 2045: Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Kedua, memperkuat kolaborasi global untuk pembangunan berkelanjutan industri rumput laut tropis. Kemudian, mempromosikan visi terpadu untuk kesejahteraan manusia, kemakmuran, dan planet bumi; dan ketiga mengembangkan dan melaksanakan rencana konkrit untuk memperkuat pendirian International Tropical Seaweed Research Center.
Petani rumput laut mengangkat hasil panennya di Desa Sani Sani, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (22 /8/2022). ANTARA FOTO/Jojon
Percepat Panen
Dari pusat penelitian tersebut, Luhut sendiri berharap, agar waktu panen rumput laut lebih cepat. “Saya pikir kita harus melakukan penelitian, bisa kah kita melakukannya (panen) kurang dari 45 hari, jika bisa dalam 30 hari, saya pikir ini akan lebih baik bagi petani kita di tingkat sipil,” kata dia.
Diketahui, dalam seminar tersebut dilakukan diskusi untuk menggali solusi dan masa depan rumput laut bagi ekonomi, dimana pemerintah menggandeng pakar dan akademisi dari institut teknologi di India. “Kami kerja sama dengan peneliti, kami ingin 45 hari panennya itu bisa dipercepat jadi 30 hari, sehingga nelayan-nelayan di pesisir tak ada masalah kehidupan ke depan,” ujar Luhut.
Menko Marves menilai, dengan budidaya rumput laut ini maka peternak lobster tak perlu menjual bayi lobster sepertj dulu. “Dulu diekspor karena kalau baby lobster masuk ke keramba dia nunggu 7 bulan, dia makan apa, kalau sekarang dengan rumput laut ini dia bisa setiap hari panen,” kata Luhut.
Ia memastikan, rumput laut yang dapat dipanen berkali-kali dalam setahun dapat menguntungkan masyarakat. Apalagi 62% wilayah masyarakat Indonesia tinggal di pesisir dan banyak dari mereka masuk kategori kemiskinan dan stunting.
“Menurut saya pada tahun 2033 ekspor kita dari sini akan mencapai US$19 miliar. Jadi dengan panen rumput lautnya hanya 30 hari, maka bisa dilakukan setahun penuh,” ujarnya.
Melalui kerja sama dengan pakar dari Institut Teknologi India, Indonesia yang sudah memiliki pabrik di Lombok ingin belajar melihat industri pupuk organik, seperti dengan bioplastik dan stimulan organic fertilizer. “Semua sudah ada pabriknya nanti kita buat, nanti kalau jalan semua bagus kita tingkatkan, semua kita perbesar,” tambah Luhut.
Seorang pekerja menjemur hasil panen rumput laut di Desa Tadui, Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (19/8/2 020). dok. Antara
Pengembangan Modeling
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjabarkan soal rencana pengembangan modeling budidaya rumput laut di Rote Ndao dan Maluku Tenggara tahun ini. Pengembangan tersebut diarahkan untuk menggenjot industri hilir rumput laut nasional.
"Tahun ini kami berencana mengembangkan pemodelan lagi di dua lokasi tambahan Rote Ndao dan Maluku Tenggara, masing-masing seluas 50 hektare, dengan target produksi di setiap lokasi sebesar 2.187 ton rumput laut basah per tahun," kata Trenggono.
KKP sebelumnya telah membangun modeling rumput laut ramah lingkungan di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara seluas 50 hektare. Trenggono menambahkan, strategi pemodelan budidaya rumput laut dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pendapatan petani rumput laut, kesempatan kerja, sekaligus pertumbuhan ekonomi daerah.
Melengkapi pemodelan budidaya rumput laut, pihaknya juga menerapkan strategi revitalisasi untuk meningkatkan produksi budidaya rumput laut yang sudah ada dengan penyediaan bibit dan pembibitan kultur jaringan. Stabilitas dan kualitas produksi di hulu menurutnya menjadi penopang tumbuhnya industri hilir rumput laut.
Pada tahun 2022, budidaya rumput laut Indonesia menghasilkan 9,23 juta ton yang didominasi varian Cottonii sebagai bahan karagenan. Disusul jenis rumput laut Sargassum, Gracilaria, Haliminea, dan Gelidium amanzii.
"Penelitian mengungkap peran penting rumput laut untuk membentuk masa depan umat manusia dan memastikan keberlanjutan ekologi. Rumput laut sebagai sumber pangan alternatif, industri biofarmasi dan kosmetik, pengganti plastik yang ramah lingkungan, dan penangkapan karbon," bebernya.
Adapun berdasarkan Future Market Insights tahun 2023, pasar rumput laut global mencapai US$7,79 miliar dan diproyeksikan akan terus meningkat menjadi US$19,66 miliar pada tahun 2033, dengan Tingkat Pertumbuhan Tahunan Majemuk (CAGR) sebesar 9,7% antara tahun 2023 – 2033.
Proyeksi tersebut menghadirkan peluang usaha rumput laut yang cukup besar, baik di hulu maupun hilir. Ia mengatakan, Indonesia memiliki potensi lahan budidaya seluas 12,1 juta hektare, dan yang baru termanfaatkan hanya 0,8%-nya.