20 Juni 2022
20:14 WIB
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Tiga tahun pasca pensiun, legenda bulu tangkis Indonesia, Liliyana Natsir, dianugerahi penghargaan prestisius BWF Hall of Fame.
Penghargaan tersebut diserahkan oleh Kasubid Hubungan Luar Negeri PP PBSI, Bambang Rudianto, dalam seremoni singkat yang digelar jelang pertandingan Indonesia Open 2022 di Istora Gelora Bung Karno, Sabtu (18/6).
Sebagai mantan pebulu tangkis ganda campuran dengan segudang prestasi, termasuk medali emas Olimpiade 2016, penghargaan BWF Hall of Fame ini diakui Butet, sapaannya, sebagai capaian yang sangat berarti. Terlebih, ketika bisa mendapatkannya langsung di Istora Gelora Bung Karno, tempat yang menjadi saksi perjalanan karier hingga pensiun di tahun 2019 lalu.
"Ini sangat berarti bagi saya. Saya tiga tahun lalu mengumumkan pensiun di sini. Hari ini saya kembali menerima penghargaan Hall of Fame dari BWF," tuturnya.
Bukan hanya buat Liliyana seorang, penghargaan BWF Hall oF Fame ini jelas merupakan kebanggaan buat masyarakat bulu tangkis Indonesia secara keseluruhan. Sebab, tidak semua mantan atlet bulu tangkis dianggap layak mendapatkan penghargaan yang pertama kali diberikan pada tahun 1996 itu.
Hingga kini, hanya ada 60 orang yang bisa mendapatkan kehormatan masuk dalam jajaran BWF Hall of Fame. Dari Indonesia, baru ada 10 nama legenda bulu tangkis yang bisa mendapatkannya.
Bahkan, sebelum kemunculan Liliyana Natsir saat ini, sudah 13 tahun nama pebulu tangkis Indonesia tak pernah masuk ke dalam jajaran BWF Hall of Fame tersebut.
Terakhir, pada 2009 silam, ada empat pebulu tangkis tanah air yang masuk dalam jajaran BWF Hall of Fame secara bersamaan. Mereka semua legenda dari sektor ganda putra, Tjun Tjun, Johan Wahjudi, Rexy Mainaky, dan juga Ricky Subagja.
Rudy Hartono Kurniawan merupakan sosok pebulu tangkis Indonesia pertama yang bisa mendapatkan penghargaan prestisius tersebut pada tahun 1997. Berkat sejumlah prestasi luar biasanya, mulai dari juara dunia, Thomas Cup, All England hingga Emas Olimpiade 1972.
Selain Rudy, di tahun yang sama penghargaan BWF Hall of Fame juga diberikan kepada Dick Sudirman. Bedanya, penghargaan tersebut didapat Sudirman bukan karena prestasinya di atas lapangan, melainkan atas kontribusi luar biasanya sebagai pendiri PBSI (Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia), sekaligus mantan presiden Persatuan Bulutangkis Dunia, IBF (International Badminton Federation) di tahun 70-an.
Sebagai sebuah penghargaan tertinggi, BWF Hall of Fame ini pada dasarnya bukan penghargaan yang selalu diberikan tiap tahunnya. Melainkan, tergantung ada atau tidaknya sosok legenda bulu tangkis yang dinilai layak untuk mendapatkan penghargaan tersebut di suatu waktu.
Dari Indonesia misalnya, setelah dua nama awal Rudy Hartono dan Dick Sudirman, baru pada tahun 2001 muncul lagi satu nama lagi yang dianggap layak mendapatkan penghargaan tersebut, yakni Christian Hadinata. Berikutnya Liem Swie King di tahun 2002, dan tunggal putri juara Olimpiade 1992 Barcelona, Susi Susanti di tahun 2004.
Saking prestisiusnya, dan mungkin karena tidak adanya acuan tolok ukur penilaian secara baku, hingga kini memang masih banyak legenda bulu tangkis dunia yang belum mendapatkan giliran dianugerahi penghargaan tersebut.
Dari Indonesia saja, Alan Budikusuma dan Taufik Hidayat yang memiliki segudang gelar juara termasuk medali emas Olimpiade, hingga kini belum bisa diberi kehormatan menerima penghargaan BWF Hall of Fame.
Sementara jika dilihat berdasarkan negara asal penerima, Indonesia saat ini merupakan negara ketiga terbanyak yang legenda bulu tangkisnya bisa menerima penghargaan BWF Hall of Fame.
Indonesia hanya tertinggal dari Inggris yang merupakan negara awal penemu olah raga bulu tangkis, yang memiliki 10 wakil penerima penghargaan. Dan juga China yang 18 nama legenda bulutangkisnya sudah masuk jajaran BWF Hall of Fame.