08 November 2025
15:13 WIB
Ilmuwan Ungkap Bahwa Perubahan Iklim Memengaruhi Kehidupan Purba
Studi dari para ilmuwan menyikap bagaimana perubahan iklim telah memengaruhi kehidupan purba.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Satrio Wicaksono
Ketua Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti mengukur ketebalan batuan s aat ekskavasi untuk penelitian di Candi Koto Mahligai, kompleks Candi Muarajambi, Muarojambi, Jambi. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan
JAKARTA - Lapisan tanah di Pulau Jawa bukan sekadar bongkahan mineral dan batu, melainkan arsip alam yang merekam bagaimana Bumi berubah, laut surut, gunung bergolak, dan manusia purba beradaptasi.
Melalui riset terbaru, para ilmuwan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menyingkap arsip alam tersebut. Penelitian ini membaca bagaimana Bumi tropis bereaksi terhadap pendinginan global jutaan tahun lalu, dan bagaimana manusia purba beradaptasi di tengah perubahan itu.
Temuan tersebut dipaparkan dalam forum internasional Union Internationale des Sciences Préhistoriques et Protohistoriques (UISPP) Inter-Congress Conference 2025, yang berlangsung di Salatiga, Jawa Tengah, 27 Oktober hingga 6 November.
Mengusung tema “Asian Prehistory Today: Bridging Science, Heritage, and Development”, forum ini menjadi wadah bagi para peneliti memaparkan temuannya, tentang bagaimana perubahan iklim jutaan tahun silam memengaruhi kehidupan purba di Asia Tenggara. Temuan-temuan ini mungkin juga bisa memberi petunjuk bagi masa depan.
Salah satu penelitian menarik datang dari Kepala Pusat Riset Arkeometri BRIN, Sofwan Noerwidi yang meneliti lapisan tanah di kawasan Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Melalui riset berjudul “Paleoenvironment Reconstruction of the Lower Kaliglagah Formation in the Palaeontological Site Bumiayu, Brebes, Central Java”.
Studi ini menyingkap bagaimana 2,4 juta tahun lalu kawasan itu mengalami transisi dari laut dangkal menuju rawa fluvial, saat bumi memasuki periode pendinginan global.
"Bumiayu merekam osilasi glasial yang berulang, fase ketika permukaan laut menurun drastis dan Pulau Jawa tersambung dengan daratan Asia," jelas Sofwan.
Penelitian ini menjadi sesuatu yang penting, sebab tidak hanya menunjukkan perubahan lanskap, tetapi juga bagaimana iklim purba membentuk pola persebaran fauna dan ekosistem tropis. Pendekatan stratigrafi terpadu serta analisis isotop yang digunakan tim BRIN, memungkinkan pembacaan sejarah lingkungan dengan ketepatan baru, menjadikan tanah sebagai lembaran arsip alami tentang dinamika bumi tropis.
Sementara peneliti BRIN lainnya, Ni Luh Gde Dyah Mega Hafsari, menemukan lapisan sedimen yang merekam jejak perubahan vegetasi dan aktivitas vulkanik masa lalu dalam penelitiannya di kawasan Sogen, Jawa Timur.
Penelitiannya yang berjudul “Digging Java’s Middle Pleistocene: Chronostratigraphic, Palaeoenvironmental, and Palaeoanthropological Data from the New Sogen Locality”, secara gamblang mengungkap adanya tumpang-tindih antara letusan gunung purba dan keberadaan hominin awal (nenek moyang manusia modern).
"Data kronostratigrafi dan geokimia yang kami kumpulkan memperluas pemahaman tentang hubungan antara perubahan iklim, migrasi fauna, dan jalur persebaran manusia purba di Jawa bagian timur," tuturnya.
Lapisan-lapisan tanah Sogen menurut Ni Luh, seolah menjadi lembar sejarah yang menuturkan, bagaimana kehidupan purba bertahan di tengah gejolak alam tropis yang tak pernah diam.
Sementara itu, dari ujung barat Nusantara, peneliti Pusat Riset Arkeometri BRIN Taufiqurrahman Setiawan berhasil menelusuri tradisi alat batu Hoabinhian di Gua Mabitce, pesisir barat Aceh. Penelitiannya bertajuk “Regional Responses to Shared Traditions: The Hoabinhian Techno-Complex and the Case of Gua Mabitce, Western Coast of Aceh” menyoroti bagaimana manusia purba di wilayah tropis mempertahankan tradisi pembuatan alat batu setelah berakhirnya Zaman Es.
Melalui serpihan batu dan artefak sederhana ini, Taufiqurrahman sebagai peneliti dapat membaca kecerdikan manusia purba dalam beradaptasi terhadap perubahan alam. "Tradisi alat batu Hoabinhian menunjukkan kesinambungan adaptasi manusia terhadap lingkungan lembab tropis," ujarnya.
Sinergi dari ketiga penelitian ini menggambarkan keterpaduan riset BRIN dalam memahami hubungan antara geologi, iklim, dan kebudayaan masa lalu. Dari Bumiayu hingga Sogen, dari Jawa hingga Aceh, para ilmuwan Indonesia kini membaca ulang arsip bumi yang tersimpan di lapisan tanah untuk menyingkap bagaimana manusia, hewan, dan alam pernah bernegosiasi dengan perubahan ekstrem.
Melalui forum UISPP 2025, BRIN juga berharap bisa terus memperkuat kolaborasi riset lintas negara demi memahami dinamika lingkungan tropis dan dampaknya terhadap evolusi manusia. Pendekatan multidisiplin yang menggabungkan arkeometri, geologi, dan biogeokronologi menjadi bukti komitmen BRIN untuk membangun sains arkeologi berkelanjutan. Sebuah langkah ilmiah untuk menjaga agar bumi terus bercerita kepada generasi mendatang.