30 April 2025
18:37 WIB
Hari Jazz Internasional, Warisan Perlawanan Yang Menyatukan Dunia
Musik jazz tumbuh dari penderitaan, harapan, dan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Seiring berjalannya waktu, musik ini menjadi bahasa universal sampai ditetapkan Hari Jazz Internasional.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Penyanyi Ari Lasso tampil pada acara Prambanan Jazz Festival 2019 di Taman Wisata Candi Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (7/7/2019). Sumber: AntaraFoto/Hendra Nurdiyansyah
JAKARTA - Setiap tanggal 30 April, dunia memperingati International Jazz Day atau Hari jazz Internasional. Jazz lahir dari akar sejarah yang dalam, berasal dari pergulatan panjang komunitas Afrika-Amerika di Amerika Serikat.
Melansir laman Jazzday, musik ini tumbuh dari penderitaan, harapan, dan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan. Namun seiring waktu, musik ini berkembang jauh melampaui batas genre menjadi bahasa universal yang menyuarakan kebebasan, solidaritas, dan kekuatan untuk menyatukan manusia dari berbagai latar belakang.
Hari Jazz Internasional resmi ditetapkan oleh Konferensi Umum UNESCO pada bulan November 2011. Setahun kemudian, pada 30 April 2012, dunia pertama kali merayakan momen ini secara resmi di Paris, markas besar organisasi kebudayaan dunia tersebut.
Sejak saat itu, peringatan ini terus dilangsungkan setiap tahun sebagai upaya mengangkat peran penting jazz dalam mempererat solidaritas umat manusia serta menjaga warisan budaya yang kaya makna. Tujuan dari peringatan ini pun luas.
UNESCO ingin mendorong terjadinya dialog lintas budaya, memperkuat pendidikan, dan memupuk semangat kerja sama global. Musik jazz dipandang sebagai jembatan yang bisa menghubungkan manusia dari latar belakang berbeda, sekaligus alat untuk menumbuhkan rasa saling memahami.
Gagasan untuk menetapkan hari peringatan ini datang dari Herbie Hancock, pianis dan komponis legendaris asal Amerika Serikat yang juga menjabat sebagai Duta UNESCO untuk Dialog Antarbudaya. Inisiatifnya mendapat sambutan hangat dari Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO.
Keduanya melihat jazz memberikan kekuatan bagi perjuangan melawan diskriminasi dan rasisme. Di balik harmoni nada-nadanya, jazz mengajarkan manusia untuk menghargai improvisasi, mendengarkan satu sama lain, dan bekerja sama dalam keberagaman.
Nilai-nilai ini sangat relevan di tengah dunia yang masih diwarnai ketegangan sosial, politik, dan budaya. Tahun ini, Abu Dhabi di Uni Emirat Arab terpilih sebagai kota tuan rumah perayaan global Hari Jaz Internasional 2025.
Di bawah kepemimpinan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Abu Dhabi (DCT Abu Dhabi), rangkaian acara yang berlangsung selama lima minggu akan mengeksplorasi perpaduan antara jazz dan warisan musik Arab.
Melalui instrumen-instrumen tradisional seperti oud, qanun, dan ney, jazz di UEA berkembang menjadi bentuk ekspresi baru yang dikenal sebagai Arabic Jazz atau genre yang memadukan teknik jazz Barat dengan keindahan musik Timur Tengah. Abu Dhabi memanfaatkan momentum ini untuk memperkenalkan kekayaan musik lokalnya ke kancah internasional.
Salah satu puncak perayaan adalah konser Global All-Star International Jazz Day 2025 yang digelar pada 30 April di Etihad Arena, salah satu venue indoor terbesar di kawasan tersebut.
Namun semangat perayaan ini tak hanya berpusat di satu tempat. Lebih dari 190 negara di berbagai belahan dunia turut menggelar perayaan serupa, menjadikan jazz gema global yang menyuarakan persatuan.