c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

17 Oktober 2025

20:17 WIB

Glyra, Alat Deteksi Diabetes Lewat Nafas Buatan Mahasiswa UGM

Inovasi kesehatan dikembangkan oleh tim mahasiswa UGM, berupa alat pendeteksi diabetes lewat embusan nafas yang dinamakan Glycemia Breath Analyzer (Glyra).

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Glyra, Alat Deteksi Diabetes Lewat Nafas Buatan Mahasiswa UGM</p>
<p>Glyra, Alat Deteksi Diabetes Lewat Nafas Buatan Mahasiswa UGM</p>

Glycemia Breath Analyzer (Glyra), alat deteksi diabetes lewat embusan nafas. Sumber foto: laman UGM. 

JAKARTA - Laporan International Diabetes Federation (IDF) tahun 2024 menyebut, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 20,4 juta orang, atau sekitar 11,3% dari populasi. Dengan angka, menempatkan Indonesia di peringkat kelima negara dengan penderita diabetes terbanyak di dunia.

Tingginya prevalensi diabetes ini mendorong Tim Program Kreativitas Mahasiswa – Karsa Cipta (PKM-KC) dari mahasiswa lintas fakultas Universitas Gadjah Mada (UGM), berinisiatif mengembangkan pendeteksi dini, Glycemia Breath Analyzer (Glyra). Alat ini mampu mendeteksi diabetes hanya lewat embusan nafas.

Muhammad Nafal Zakin Rustanto selaku ketua tim menjelaskan, inisiatif ini karena selama ini penderita seringkali dihadapkan pada metode pemeriksaan invasif, yang mengharuskan pengambilan sampel darah berulang kali, dengan metode menusuk jari pasien.

Metode itu menimbulkan ketidaknyamanan serta menyebabkan rasa sakit atau iritasi. Karena itulah Glyra yang dalam proses pemeriksaannya hanya perlu dimasukan ke mulut pasien ini diciptakan.

Dijelaskan, Glyra bekerja dengan mendeteksi biomarker atau senyawa penanda kimia yang terdapat dalam embusan napas. Sebab, penderita diabetes melitus mengalami proses metabolisme tubuh yang khusus.

Ketika tubuh tidak dapat menggunakan glukosa secara efektif, akan beralih membakar lemak untuk energi. Proses itu kemudian akan menghasilkan senyawa keton seperti aseton, yang akan bisa dideteksi keberadaannya melalui Glyra.

"Senyawa inilah, bersama biomarker lainnya, yang dilepaskan melalui paru-paru dan dapat diukur sebagai indikator kondisi gula darah," terangnya.

Glyra menangkap senyawa-senyawa tersebut karena dibekali susunan enam sensor gas canggih, yang masing-masing memiliki kepekaan terhadap biomarker spesifik. Data kompleks yang dihasilkan oleh sensor kemudian diolah menggunakan algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk memastikan akurasi hasil deteksi.

Selain itu, perangkat ini juga terintegrasi dengan Internet of Things (IoT), memungkinkan data hasil pemeriksaan dikirim dan dipantau secara real-time melalui laman website khusus.

Saat ini pengembangan Glyra masih dalam tahap purwarupa, atau telah mencapai 80% proses pembuatannya. Alat ini dipastikan akan didaftarkan Hak Kekayaan atas Intelektual (HKI), agar kelak bisa diproduksi secara luas.

"Untuk prototipe hardware itu kita sudah jadi, kita sudah ada barang fisiknya, kita sudah nyambung ke bagian listriknya juga, sensornya juga sudah kita pasang. Cuman memang saat ini kita masih dalam pengembangan buat kita mengambil data set gitu," terang anggota timi, Mirza Evrizqo Timmerman.

Tim ini terdiri dari Muhammad Nafal Zakin, Mirza Evrizqo Timmerman, Nathanael Satya Saputra, Alfito Putra Parindra, dan Muhammad Bintang Hidayatullah Marbun.

Seluruh proses pengembangan Glyra ini juga berada di bawah bimbingan dan supervisi dari dosen Fakultas Teknik UGM, Dr. Igi Ardiyanto, dan didukung pendanaan dari Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Kemdiktisaintek.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar