c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

KULTURA

03 Agustus 2023

18:37 WIB

Genjot Diversifikasi Pangan, BRIN Teliti Genetik Tanaman Lokal

Ketergantungan masyarakat terhadap beras masih sangat tinggi. Padahal, serealia, ubi-ubian, dan tanaman perkebunan, seperti sagu dan sukun dapat menjadi alternatif sumber pangan pokok pengganti beras

Genjot Diversifikasi Pangan, BRIN Teliti Genetik Tanaman Lokal
Genjot Diversifikasi Pangan, BRIN Teliti Genetik Tanaman Lokal
Ilustrasi. Buruh tani memilah ubi yang telah dipanen di Cilembu, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Jumat (7/4/202 3). Antara Foto/Raisan Al Farisi

JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengaku terus melakukan penelitian dan inovasi, untuk diversifikasi pangan pokok yang dieksplorasi dari sumber daya genetik tanaman lokal. Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN Puji Lestari di Jakarta, Kamis (3/8) mengatakan, sumber daya genetik tanaman lokal dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan tertentu.

"Pangan lokal asli Indonesia memiliki nilai gizi tinggi dan sangat cocok untuk preferensi diet lokal. Tak heran, jika sumber daya genetik tanaman lokal dapat berkontribusi meningkatkan ketahanan dan stabilitas pertanian," ujarnya.

Di Indonesia, ketergantungan masyarakat terhadap beras masih sangat tinggi. Padahal ada beberapa tanaman lokal dari jenis serealia, ubi-ubian, dan tanaman perkebunan, seperti sagu dan sukun dapat menjadi alternatif sumber pangan pokok pengganti beras.

Tanaman pangan alternatif tersebut punya indeks glikemik rendah. Sehingga perlu dieksplorasi lebih lanjut dari segi potensi produksi dan teknologi proses sebagai bahan diversifikasi pangan pokok. Puji menuturkan, sumber daya genetik lokal memiliki kaitan erat dengan pengetahuan tradisional dan praktik budaya masyarakat.

BRIN sendiri, terus melakukan riset teknologi metabolomik dan pendekatan omik yang dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi, senyawa bioaktif, keamanan, dan kualitas sumber makanan. Riset itu bisa memandu upaya untuk mempromosikan konsumsi beragam makanan yang mengarah kepada perbaikan gizi, kesehatan, dan keberlanjutan.

Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP) BRIN Yudhistira Nugraha mengatakan, beberapa riset terkini yang dilakukan untuk pemanfaatan potensi sumber daya genetik lokal untuk diversifikasi makanan pokok adalah sorgum, ubi kayu, jagung komposit lokal, hanjeli, sagu, sukun, dan lainnya. Selain itu, potensi kacang-kacangan lokal seperti kacang tunggak, kacang koro pedang, maupun kacang merah sebagai sumber protein dan substitusi kedelai.

BRIN, lanjutnya, telah melakukan riset kolaborasi dengan Universitas Osaka dari Jepang dan beberapa perguruan tinggi Indonesia mengenai diversifikasi pangan pokok. Kolaborasi itu juga termasuk kerja sama penelitian Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (Satreps) yang telah menjadi program riset BRIN.

Beras Analog
Sebelumnya, Guru Besar bidang Ilmu Rekayasa Pangan IPB Prof Dede Robiatul Adawiyah mengatakan beras analog yang terbuat dari selain padi bisa dimanfaatkan untuk diversifikasi pangan Indonesia. Hal itu dia ungkap dalam penelitiannya pada 2014, di mana bahan lain selain padi bisa dijadikan sumber karbohidrat sehingga bisa menjadi alat diversifikasi pangan.
 
"Meskipun memakai frasa beras tiruan, bahan-bahan yang digunakan merupakan bahan alami dari sumber pati atau mengandung zat tepung dan karbohidrat. Layaknya beras dari padi, beras tiruan dinilai dapat menggantikan sumber karbohidrat dan dapat menjadi potensi bahan pangan utama masyarakat Indonesia," bebernya beberapa waktu lalu.
 
Beras analog dibuat dengan cara menghaluskan bahan kemudian membentuknya menjadi butiran menyerupai beras dengan karakteristik mendekati beras.
 
“Mengingat sumber pati kita banyak, karbohidrat kita banyak, itu bisa dipakai untuk menghasilkan beras nonpadi, beras yang dihasilkan dari berbagai macam sumber pati itu,” ujar Prof. Dede.
 
Menurutnya, beras analog bukan hanya dibuat dari shirataki. "Sirataki itu kan dibuatnya dari umbi porang, jadi (beras) analog itu bisa dibuat dari macam-macam (bahan), misalnya ubi jalar, singkong, sagu. Namanya analog, tiruan,” lanjutnya.
 
Untuk membuat beras analog, imbuhnya, diperlukan bahan baku dan bahan tambahan yang tepat, kata dia. Beras analog dapat dibuat dari sumber pati nonberas yang sudah berbentuk tepung dengan tambahan kacang-kacangan sebagai sumber protein.
 
Bahan tambahan lain yang diperlukan adalah komponen pati dari tapioka dan pengemulsi dari gliserol monostearat (GMS), lesitin kedelai, serta sodium lactylate (SSL).
 
Selain bahan utama dan bahan tambahan, beras analog pun dapat ditambah dengan bahan fortifikasi lain untuk meningkatkan nilai gizinya. Beberapa bahan fortifikasi yang dapat digunakan adalah vitamin A, vitamin E, dan mineral.
 
Namun, ia mengatakan, masih banyak masyarakat Indonesia yang memiliki stigma negatif terhadap beras analog. Di samping penggunaan kata analog atau tiruan sebagai penyebutan beras ini, masyarakat masih menganggap beras dari padi masih menjadi yang terbaik.
 
“Kadang-kadang, konsumen menolak (karena) persepsinya tiruan. Tapi dari sisi bentuk sebetulnya bisa (menjadi bahan alternatif untuk pendamping beras dari padi),” tandasnya.

 
 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar