JAKARTA - Garin Nugroho kembali tampil dengan karya terbarunya, Samsara. Film ini akan ditayangkan secara spesial di Esplanade Concert Hall, Singapura, pada 10 Mei mendatang.
Bukan film biasa, Samsara merupakan sebuah film bisu hitam putih yang menyuguhkan pengalaman sinematik khas. Penayangannya pun tak biasa, sebab ditampilkan dalam format cine-concert, pertunjukan media visual di atas panggung yang diiringi dengan permainan musik langsung.
Pertunjukan Samsara di Singapura menandai kembalinya Garin, sutradara senior tersebut ke Esplanade Concert Hall memboyong karya film. Tahun 2017 silam, ia menjalani pertunjukan sejenis di panggung yang sama lewat film Setan Jawa.
Garin Nugroho menggandeng Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, juliet Widyasari Burnett sebagai pemeran di filmnya. Keduanya terlibat dalam sebuah kisah klasik, sebagai sepasang insan yang cintanya terhalang oleh kehendak orang tua.
Bali di tahun 30-an, seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dicintainya. Dia melakukan perjanjian gaib dengan Raja Monyet, dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan. Namun, dalam prosesnya, ritual ini justru mengutuk istri dan anaknya hingga menderita.
Kisah itu disajikan dengan balutan elemen kesenian tradisional Bali, seperti orkestra gamelan, tari tradisional dan kontemporer, topeng, hingga wayang. Garin menggandeng banyak seniman untuk mewujudkan eksperimen sinematiknya kali ini, di antaranya penari Gus Bang Sada, Siko Setyanto, Maestro tari I Ketut Arini, Cok Sawitri, Aryani Willems, dan lain-lain.
Produser Gita Fara dan Aldo Swastia turut terlibat dalam produksi Samsara, bersama penata busana Retno Ratih Damayanti, penata artistik Vida Sylvia, sinematografer Batara Goempar, I.C.S., dan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani (Bumi Bajra).
Garin mengatakan, produksi karya ini pun sebuah pengalaman kreatif yang istimewa karena kompleksitas unsur seni yang bergabung di dalamnya.
Samsara, kata Garin, berangkat dari kecintaannya terhadap film klasik Jerman era 1920’an, seperti Nosferatu (1922) dan Metropolis (1922). Membuat karya ini membawa dirinya kembali ke tradisi lokal, membuat karya sinema melalui praktik kolaborasi yang luas.
“Membuat karya ini bagi saya seperti memimpin dan menjalankan upacara tradisi yang hidup di berbagai wilayah Indonesia. Oleh karena itu, mencipta Samsara adalah berupacara dengan berbagai profesi, seperti juru rias, juru masak, juru panggung, penari, pemusik, ketua upacara, dan lain-lain,” ungkap Garin dalam keterangan pers, Sabtu (16/3).
Pertunjukan film Samsara di Esplanade Concert Hall Singapura nantinya akan menghadirkan musik Gamelan Bali akan dibawakan oleh Wayan Sudirana. Ia seorang komposer musik dan etnomusikologi lulusan University of British Columbia, Kanada yang mempelajari musik kuno Bali serta berbagai tradisi musik dunia.
Grup musik Gabber Modus Operandi, yaitu Kasimyn dan Ican Harem yang baru-baru ini berkolaborasi dengan bintang musik internasional, Bjork, juga terlibat. Mereka membawa karya musik istimewa, hasil persilangan beberapa genre musik.
Cine-concert Samsara dipersembahkan oleh Cineria Films, Garin Workshop, dan Lynx Films, yang dibuat bersama dengan Esplanade-Theatres on the Bay Singapura, bekerja sama dengan Silurbarong.co. Pertunjukan ini turut didukung Kemendikbudristek.
Tiket Cine-Concert Samsara saat ini bisa diakses publik melalui laman resmi Esplanade. Tiket dibanderol seharga Rp350 - Rp800 ribu.