c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

11 November 2024

16:23 WIB

Garin Nugroho Menyorot Urgensi Strategi Kebudayaan Era Media Baru

Garin membentangkan pemikiran dan pemetaannya tentang kebudayaan Indonesia, berbasis pada pengalamannya menangkap dinamika kehidupan masyarakat lewat sinema selama beberapa dekade.  

Penulis: Andesta Herli Wijaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Garin Nugroho Menyorot Urgensi Strategi Kebudayaan Era Media Baru</p>
<p>Garin Nugroho Menyorot Urgensi Strategi Kebudayaan Era Media Baru</p>

Pidato Kebudayaan DKJ 2024, “’Balas Budi untuk Rakyat” oleh Garin Nugroho di  Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/11) malam.

JAKARTA – Sineas Garin Nugroho menyorot perlunya Indonesia memiliki strategi kebudayaan yang jelas dalam membentuk orientasi pembangunan bangsa di era media baru. Dia menilai, revolusi 4.0 yang tengah bertumbuh, dan era 5.0 yang akan datang, menuntut pembangunan kualitas manusia yang mumpuni, agar kelak tak menjadi bangsa yang ‘kalah’.

Pandangan itu disampaikan Garin Nugroho dalam Pidato Kebudayaan yang disampaikannya di Graha  Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Minggu (10/11) malam. Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta 2024, tradisi tahunan dalam perayaan ulang tahun TIM oleh DKJ, tahun ini diisi oleh Garin Nugroho dengan pidatonya berjudul “Balas Budi untuk Rakyat”.

Garin banyak membicarakan berbagai aspek kehidupan warga dan pemerintahan di era Jokowi, yang menurutnya mengabaikan pembangunan kebudayaan yang bisa dijadikan modal bangsa berhadapan dengan era media baru saat ini. Absennya intelektual humaniora dalam pemerintahan, sementara politik semakin banal dan penuh kebohongan, ditengarai sebagai salah satu penyebab absennya strategi kebudayaan yang berorientasi pada pemajuan manusia Indonesia.

Maka itu, Garin menitipkan harapannya pada pemerintahan yang baru, Prabowo Subianto. Dia pertama-tama mengapresiasi hadirnya Kementerian Kebudayaan, sebagai langkah awal untuk membangun kebudayaan secara baik. Garin membentangkan kembali jejak kiprah Tjokroaminoto (1882 – 1934), tokoh yang menurutnya mampu membuat strategi budaya yang progresif di masanya.

“Pemimpin yang unggul senantiasa dituntut untuk memiliki daya imajinasi yang kuat, meskipun dalam situasi dan kondisi seburuk apapun, dituntut untuk punya daya imajinasi untuk melakukan terobosan untuk bangsa. Imajinasi dihidupkan menjadi kerja nyata lewat strategi kebudayaan,” ungkap Garin.

Garin pun membentangkan pemikiran dan pemetaannya tentang kebudayaan Indonesia, berbasis pada pengalamannya menangkap dinamika kehidupan masyarakat lewat sinema selama beberapa dekade. Dari situ, muncul gagasan-gagasan yang sejatinya menawarkan titik-titik fokus pembangunan kebudayaan yang perlu diperhatikan pemerintah kedepannya.

Pertama, strategi budaya yang menekankan pada kepemimpinan berbasis kepakaran budaya. Garin menyorot kurangnya partisipasi budayawan dalam pemerintahan selama ini. Padahal, sejarah telah mencatat, bangsa Indonesia bisa melakukan lompatan besar di awal kemerdekaan, didorong oleh kepemimpinan yang kaya akan gagasan kebudayaan, seperti tampak pada kiprah Sukarno, Yamin hingga Supomo.

“Kepemimpinan humaniora atau berbasis budaya merujuk pada kemampuan warga negara untuk meningkatkan kualitas hidupnya, mencakup perspektif negara dalam filsafat, seni, sejarah dan bahasa,” papar Garin.

Titik fokus kedua dari Garin tertuju pada pembangunan kualitas generasi baru politik yang bernafaskan nilai-nilai keutamaan bangsa. Dalam hal ini dia menyorot berbagai fenomena tak sehat yang terjadi selama ini, termasuk politik ‘pengkarbitan’ yang mengabaikan nilai-nilai kepakaran dan ketulusan kerja untuk bangsa.

Garin juga menyorot urgensi pembentukan ruang publik yang sehat, atau yang disebutnya ruang publik peradaban. Untuk poin ini, dia mengedepankan perlunya pemerintah membangun ruang publik yang dipimpin oleh keberadaan sains, estetika dan teknologi.

“Di sisi lain, menjaga lima pilar kebudayaan sebagar dasar hidup peradaban. Lima pilar tersebut yakni pembangunan jati diri, sejarah dan warisan budaya, diplomasi budaya, industri budaya serta sarana dan prasarana budaya baik fisik maupun nonfisik,” tuturnya.

Selanjutnya, Garin mendorong perhatian pada aspek pembentukan selera atas seni dan hiburan. Menurutnya, selera publik tidak harus dibiarkan dibentuk oleh pasar semata, namun perlu inisiatif dari negara untuk membentuk selera pasar itu sendiri.

“Presiden Prabowo wajib mewujudkan beragam strategi ekonomi dengan kebijakan politik yang didukung perlindungan hukum untuk memfasilitasi, melindungi, merawat dan menumbuhkan proses pemajuan kualitas kreasi dan apresiasi seni dan budaya dalam ekosistem yang sehat dan produktif,” tutut Garin.

Poin lainnya dari Garin yaitu pendidikan, sebagai salah satu pilar utama pemajuan kualitas manusia  Indonesia. Dia berharap, era pemerintahan baru tak menempatkan pendidikan sebagai proses komersial, sebagaimana menurutnya itu tampak dari pemerintahan terdahulu.

Poin terakhir dari Garin yaitu soal hak dan kebebasan budaya, di mana pemerintah harus menempatkan seni budaya sebagai hak asasi manusia dan kebutuhan dasar masyarakat.

Kesemuanya itu bagi Garin adalah tuntutan, suatu balas budi yang harus ditunjukkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto kepada rakyat, karena telah dipilih oleh sebagian besar masyarakat indonesia untuk memimpin.

“Di tengah dinamika perubahan era 1.0-1.5, hal terpenting bagi sebuah bangsa adalah adanya strategi budaya untuk menangkap aspek produktif dan nilai-nilai unggul dari setiap fase revolusi industri, sekaligus mengurangi aspek kontraproduktif yang dapat menurunkan nilai kemanusiaan,” kata Garin.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar