27 Januari 2022
15:52 WIB
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Galeri Nasional Indonesia bersama Goethe-Institut Indonesia menggelar pameran bertajuk “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak”. Pameran ini akan berlangsung mulai 28 Januari hingga 27 Februari 2022.
Pameran ini bagian dari "Collecting Entanglements and Embodied Histories", proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut bekerja sama dengan empat institusi di Thailand, Singapura, Jerman dan Indonesia, yaitu MAIIAM Contemporary Art Museum; Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof dan Galeri Nasional Indonesia.
Pameran ini menghadirkan karya koleksi Galeri Nasional Indonesia, ditambah koleksi tiga institusi kolaborator. Selain itu, juga ada pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik-Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.
Kurator pameran, Grace Samboh mengatakan, pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” berangkat dari kerinduan untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia. Jumlahnya hampir dua ribu karya, namun baru segelintir yang pernah dipamerkan kepada publik.
“Saya berharap pameran ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pengunjung untuk dapat memaknai karya-karya di dalamnya, juga narasi sejarah yang menjadi latarnya,” ungkap Grace, dikutip dari siaran resmi, Kamis (27/1).
Penjelajahan kuratorial Grace Samboh berfokus pada dua pameran bersejarah di Galeri Nasional yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara Negara Non Blok” pada 1995. Penjelajahan ini memunculkan beberapa pertanyaan seputar relasi di antara seniman dan negara yang terlibat dalam pameran.
Pertanyaan kuratorial itu kemudian mewujud dalam bagian pameran, yang diberi judul “Guyub”, “Keberpihakan”, “Kenduri”, “Kekerabatan”, dan “Daya”. Sementara judul besar pameran ini sendiri diambil dari salah satu karya yang akan ditampilkan, yaitu Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak (1997) oleh seniman S. Teddy D.
Sebagian dari seniman yang karyanya akan ditampilkan dalam pameran adalah Agus Suwage, Araya Rasdjarmrearnsook, Basoeki Abdullah, Belkis Ayón Manso, Bruce Nauman, Danarto, Dolorosa Sinaga, Emiria Sunassa, Ary “Jimged” Sendy, Käthe Kollwitz, hingga Marintan Sirait. Selain itu masih ada banyak nama lain, mulai dari Siti Ruliyati, Tisna Sanjaya, sampai Wassily Kandinsky.
Grace menegaskan, sudut pandang kuratorial bukanlah satu-satunya cara untuk melihat karya, namun publik berhak untuk melakukan pembacaan secara mandiri. Karena itu, ia mengajak publik untuk bersama-sama mengapresiasi dan menginterpretasi karya-karya yang dipamerkan kali ini.
Untuk mengunjungi pameran, pengunjung bisa datang ke Galeri Nasional dengan terlebih dahulu melakukan registrasi secara online melalui laman galnas-id.com. Pameran akan berlangsung setiap hari, mulai pukul 10.00-19.00 WIB.
Pameran ini juga diiringi dengan sejumlah program lainnya, di antaranya yaitu seri lokakarya dan konser bunyi bersama seniman Julian Abraham “Togar” dan Saleh Husein; nobar film, hingga seminar daring.
Kepala Galeri Nasional, Pustanto mengatakan, pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” mengawali program pameran temporer tahun 2022 di Galeri Nasional Indonesia. Ia berharap pameran ini bisa menarik antusiasme publik untuk terus mengapresiasi seni.
“Harapannya, semoga pameran ini dapat menjadi sumber informasi dan sarana apresiasi seni rupa bagi publik, serta semakin mempererat jejaring seni rupa internasional,” imbuhnya.