c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

03 Februari 2025

15:18 WIB

FoodCycle, Selamatkan Kelebihan Makanan Dan Tingkatkan Ketahanan Pangan

Hingga saat ini, FoodCycle telah menyelamatkan lebih dari 900 ton makanan, memberikan asupan gizi bagi lebih dari 30 ribu orang setiap bulannya.

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>FoodCycle, Selamatkan Kelebihan Makanan Dan Tingkatkan Ketahanan Pangan</p>
<p>FoodCycle, Selamatkan Kelebihan Makanan Dan Tingkatkan Ketahanan Pangan</p>

Ilustrasi sampah makanan. Unsplash

JAKARTA - Wilayah Asia Pasifik dengan keberagaman iklim, ekosistem, dan perekonomiannya cenderung rentan terhadap dampak perubahan iklim. Dengan meningkatnya kejadian cuaca ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan musim tanam yang semakin tidak menentu, praktik pertanian tradisional mengalami kesulitan untuk beradaptasi sehingga mengancam ketahanan pangan bagi jutaan orang.

Hal ini kemudian menginspirasi Astrid Paramita dari FoodCycle untuk melakukan perubahan. Melalui organisasinya, Astrid berupaya menyelamatkan kelebihan makanan yang seharusnya dibuang dan didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan.

Hingga saat ini, FoodCycle telah menyelamatkan lebih dari 900 ton makanan, memberikan asupan gizi bagi lebih dari 30 ribu orang setiap bulannya.

Secara inovatif, makanan yang tidak layak konsumsi digunakan sebagai pakan untuk larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly) yang kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pakan bagi peternakan ikan di perkotaan yang menargetkan ketahanan pangan pada berbagai tingkat.

"Ide di balik pendirian FoodCycle Indonesia terinspirasi oleh video WhatsApp yang saya lihat tentang sebuah organisasi di India yang menyelamatkan makanan dari pesta pernikahan. Di Indonesia, kami juga melihat masalah yang sama. Dari situlah, kami memulai kegiatan penyelamatan makanan yang dimulai dari pesta pernikahan dan kemudian berkembang ke sektor-sektor lainnya," cerita Astrid pada Validnews beberapa waktu lalu.

Dengan menjembatani kesenjangan antara surplus makanan dan kelangkaan pangan, FoodCycle tidak hanya melawan kelaparan, tetapi juga mengurangi emisi gas rumah kaca dan menjadikannya model untuk membangun sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adil.

Pasalnya mengatasi kelaparan bukan hanya tentang memproduksi lebih banyak makanan, tetapi juga tentang memanfaatkan apa yang dimiliki dengan lebih efisien.

Dari sana, FoodCycle pun bekerja sama dengan para donatur makanan untuk memastikan kalau makanan, meskipun sudah tidak layak dijual, masih tetap aman dikonsumsi. Semisal, dengan menyelamatkan roti yang mungkin tidak memenuhi standar estetika toko roti atau makanan yang kelebihan stok.

Kemudian, makanan tersebut didistribusikan pada masyarakat yang membutuhkan, seperti keluarga berpenghasilan rendah dan individu yang mengalami kerawanan pangan.

"Tujuan utama kami adalah mencapai bebas limbah makanan dan bebas kelaparan. Dengan menyelamatkan dan mendistribusikan kembali kelebihan pangan, kami ingin memberikan dampak positif bagi lingkungan dan mengatasi kerawanan pangan. Kami juga berupaya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya praktik pangan berkelanjutan dan mendorong sistem pangan sirkular yang menguntungkan bagi manusia dan Bumi," timpal Astrid.

Sejak didirikan pada 2017 lalu, FoodCycle telah mampu mengurangi limbah makanan yang seharusnya berakhir di tempat pembuangan akhir dan mengurangi emisi metana. Tidak hanya itu, mereka juga telah mendaur ulang sampah organik dengan menggunakan berbagai metode, seperti peternakan lalat tentara hitam dan pengomposan. Melalui aksinya ini, Astrid berharap dapat mencapai zero food waste dan zero hunger demi Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Limbah makanan, ketahanan pangan, dan kelaparan sendiri masih menjadi masalah besar di Indonesia. Riset Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di 2021 menunjukkan Indonesia menghasilkan sekitar 23 sampai 48 ton sampah makanan per tahun pada periode 2000 sampai 2019. Sementara setiap orang Indonesia menghasilkan rata-rata sebanyak 115 sampai 184 kg sampah makanan per tahun.

Jika dikonversikan, nilai sisa makanan ini setara dengan Rp2,1 juta per kapita per tahun dan membuat Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp551 triliun setiap tahunnya dan berdampak pada meningkatnya angka kelaparan di Indonesia.

Sementara data Global Hunger Index (GHI) di 2023 mencatat tingkat kelaparan Indonesia menempati posisi kedua di Asia Tenggara dan masuk ke dalam kategori kelaparan sedang.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar