16 Agustus 2021
17:31 WIB
Penulis: Dwi Herlambang
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat Suku Baduy, yang dikenal sebagai Jamang Hideung Kancing Batok, dalam agenda Sidang Tahunan MPR 2021 yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8).
Presiden sengaja menggunakan pakaian adat Suku Baduy sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan pada keluhuran nilai-nilai adat dan budaya Suku Baduy. Apalagi Suku Baduy juga terkenal sebagai masyarakat yang masih memegang teguh ajaran para leluhur dalam menjaga keseimbangan alam untuk kehidupan.
Untuk diketahui, Jamang Hideung Kancing Batok adalah pakaian adat yang setiap harinya dipakai oleh Suku Baduy Luar. Mengutip laman Sekretariat Kabinet, pakaian ini terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama, ikat kepala yang disebut koncer atau roma yang dibuat dengan cara ditenun oleh para perempuan di Baduy.
Kedua adalah baju yang terbuat dari bahan yang didapat dari alam. Prosesnya adalah dengan menanam biji kapas hingga tiba pada saat panen. Setelahnya kapas dipintal dan menjadi benang yang selanjutnya akan ditenun menjadi sebuah bahan. Berikutnya bahan tersebut akan diubah menjadi pakaian adat yang sehari-hari digunakan.
Ketiga adalah Beubeur atau ikang pinggang yang terbuat dari selendang berukuran kecil. Keempat, Samping Aros yaki sebuah sarung berwarna nila bergaris putih yang dipakai sebatas dengan dengkul. Adapun baju adat yang dipakai Presiden Jokowi dibantu langsung oleh Jaro Saija atau tetua adat masyarakat Suku Baduy yang juga seorang Kepala Desa Kanekes.
Pakaian adat Suku Baduy sendiri identik hanya dengan beberapa warna. Untuk Suku Baduy Dalam warna yang paling dominan adalah putih dan hitam. Sementara untuk Baduy Luar warna yang identic ada tiga yaitu hitam, putih, dan biru. Bagi masyarakat Baduy, warna tersebut menggambarkan sikap dalam memahami kehidupan dan alam
Sementara itu tas Koja yang dipakai oleh Presiden Jokowi juga merupakan tas yang melekat dalam kehidupan Suku Baduy. Tas tersebut terbuat dari kulit kayu pohon teureup yang memiliki ketahanan terhadap rayap. Untuk mendapatkan bahan tersebut, masyarakat harus mencarinya hingga pedalaman hutan.
Kulit kayu yang sudah diambil akan dijemur hingga kering dan dijadikan serabut benang. Nantinya benang tersebut akan dipola dan dirajut hingga menjadi tas. Untuk satu kali pembuatan, proses ini membutuhkan waktu hingga satu minggu lamanya.
Bagi masyarakat Baduy, tas ini biasa digunakan untuk kegiatan sehari-hari seperti berladang, bercocok tanam, hingga menangkap ikan di sungai.