11 Oktober 2024
21:00 WIB
Film Tale of the Land Raih Penghargaan FIPRESCI Di BIFF 2024
Film besutan sutradara Loeloe Hendra berhasil memenangkan FIPRESCI Prize, salah satu penghargaan bergengsi di Busan International Film Festival (BIFF) 2024.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Film Tale of the Land sukses meraih penghargaan di Busan International Film Festival (BIFF) 2024. Film terbaru produksi KawanKawan Media dan debut Loeloe Hendra ini memenangkan FIPRESCI Prize, salah satu penghargaan bergengsi di festival tahunan Korea Selatan tersebut.
Tale of the Land yang diproduseri Amerta Kusuma dan Yulia Evina Bhara sebelumnya berkompetisi di program New Currents, ajang kompetisi film dari sineas pendatang baru dari seluruh dunia. Film karya Loeloe Hendra ini dipilih oleh Federasi Internasional Kritikus Film, dianggap menonjol dengan semangat eksperimental dan progresif.
"Sebuah surat cinta untuk sinema Indonesia, senang rasanya bisa mewakili sinema Indonesia di Busan dan menerima penghargaan ini. Semoga nanti ketika tayang di tanah air dapat diterima oleh penonton Indonesia,” ungkap produser Yulia Evina Bhara dan Amerta Kusuma, dikutip dari siaran pers Jumat (11/10).
Tale of the Land sebelumnya menggelar penayangan dunia perdana di BIFF 2024 pada 4 Oktober lalu. Film ini memdapat apresiasi luas di ruang festival yang dihelat sepanjang 2 hingga 11 Oktober.
Para anggota juri yang terdiri dari Hsin Wang (Taiwan), Rhee Souewon (Korea Selatan) dan Teréz Vincze (Hungaria) memberi sorotan pada beragam aspek dalam Tale of the Land. Film ini dinilai menawarkan bahasa visual yang memukau dalam membahas isu-isu penting tentang rusaknya harmoni antara manusia dan alam. Isu tersebut dibicarakan dengan memasukkan referensi budaya tradisional, serta mengubah ceritanya menjadi pesan global yang relevan tentang masa depan.
Dibintangi Shenina Cinnamon, Arswendy Bening Swara, Angga Yunanda, dan Yusuf Mahardika, Tale of the Land berpusat pada kisah seorang gadis Dayak bernama May, yang diperankan oleh Shenina Cinnamon.
May dihantui oleh trauma kematian orang tuanya dalam sebuah konflik tanah. May tinggal bersama kakeknya, Tuha (diperankan oleh Arswendy Bening Swara), di sebuah rumah terapung yang terombang-ambing di atas danau yang jauh dari daratan.
Karakter May merupakan alegori yang merefleksikan tantangan yang dihadapi masyarakat adat di seluruh dunia, yang tanah airnya terus berubah akibat tekanan dunia modern.
"Terhormat sekali menerima penghargaan ini, khususnya karena ini adalah film panjang pertama saya. Saya dedikasikan penghargaan ini untuk orang-orang Kalimantan dan juga kerja keras seluruh kru dan cast," ucap sutradara Loeloe Hendra.
Film Tale of the Land mengambil lokasi syuting di Kota Bangun, Kalimantan Timur, memanfaatkan fenomena alam untuk mendapatkan 90% lanskap perairan di filmnya. Di film ini, Shenina Cinnamon juga menggunakan bahasa Kutai, yang jarang direpresentasikan di film Indonesia.