c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

02 November 2024

14:16 WIB

Fenomena Greenwashing Untuk Gaet Kaum Muda

Seiring dengan maraknya kesadaran masyarakat akan pola hidup ramah lingkungan, banyak perusahaan yang melakukan greenwashing. Sekadar gimmick tapi sebetulnya tidak demikian, hanya untuk gaet konsumen.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Fenomena <em>Greenwashing</em> Untuk Gaet Kaum Muda</p>
<p>Fenomena <em>Greenwashing</em> Untuk Gaet Kaum Muda</p>

Ilustrasi produk ramah lingkungan. Foto: Freepik

JAKARTA - Kesadaran masyarakat dalam menerapkan pola hidup ramah lingkungan, menuntut banyak perusahaan juga melakukan hal serupa. Pasalnya, baik konsumen maupun investor saat ini cenderung lebih memilih produk maupun layanan berlabel ramah lingkungan.

Tapi sayangnya tidak sedikit pula perusahaan yang padah akhirnya melakukan greenwashing. Yakni, ketika perusahaan melakukan klaim palsu atas aktivitas, produk, maupun layanan mereka. Apa yang mereka lakukan sejatinya tidak sesuai dengan kampanye atau jargon ramah lingkungan.

Dalam studi bertajuk Greenwashing or Sustainable Investment, Prof Dr Johnny Jermias dari Simon Fraser University mengkaji keterkaitan antara tingkat emisi gas rumah kaca, kompensasi manager dengan kecenderungan dalam melakukan greenwashing.

Hal ini tak lepas dari tujuan perusahaan yang berlomba-lomba mengurangi emisinya untuk mencapai status ramah lingkungan, demi meraih hati konsumen, khususnya anak muda sebagai target korban kapitalisasi demand.

"Kita tahu bahwa generasi muda lebih peduli dengan lingkungan dan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk produk yang ramah lingkungan," terangnya dalam konferensi 8th International Conference and PhD Colloquium for Economics, and Business (8th ICEB), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) (31/10).

Banyaknya konsumen yang rela membayar lebih untuk produk ramah lingkungan, membuat perusahaan menerapkan sistem kompensasi besar-besaran bagi siapa pun yang mampu merealisasikan status ramah lingkungan.

Adanya tekanan dalam waktu singkat menghadirkan tekanan yang lebih besar pada manajer selaku pemangku keputusan. Karenanya, alih-alih menerapkan sistem berkelanjutan yang sebenarnya, manajer lebih memilih untuk melakukan greenwashing.

"Hasilnya, secara umum manajer yang diberikan kompensasi berdasarkan kinerja memiliki kecenderungan untuk melakukan greenwashing lebih tinggi. Daripada manager dengan kompensasi tetap pada aktivitas berkelanjutan," jelas pria asal Manado tersebut.

Fenomena greenwashing muncul karena pada kenyataannya memang sulit bagi sebuah perusahaan untuk bisa mengejar target ramah lingkungan, salah satunya dengan mengurangi emisi.

Berdasarkan data yang disebutkan Johnny, di tahun 2017 sempat ada hingga 75% perusahaan melaporkan goals-nya untuk mengurangi emisi. Namun, di tahun 2021 ditemui hanya 11% perusahaan yang mampu mencapai target tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar