24 Oktober 2025
12:39 WIB
Enceng Gondok Dan Mikroalga Jadi Bahan Medis Penyembuh Luka Diabetes
Dengan memanfaatkan enceng gondok dan mikroalga, mahasiswa UGM mengembangakan scaffold hidrogel untuk penyembuh luka diabetes.
Mahasiswa UGM kembangkan scaffold hidrogel dari enceng gondok dan mikroalga. Foto: UGM.
JAKARTA - Prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat, diprediksi pada tahun 2045, jumlahnya mencapai 40,7 juta kasus. Kondisi ini menjadi kekhawatiran banyak pihak, apalagi semakin banyak produk makanan dan minuman yang mengandung kadar gula tinggi. Karenanya, kampanye pola hidup sehat terus digaungkan.
Seperti diketahui, diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang bisa menyerang siapa saja, tidak hanya pasa usia tertentu. Bahayanya lagi, penyakit ini juga berpotesi menimbulkan komplikasi, salah satunya ulkus diabetikum.
Ulkus diabetikum bukanlah sekedar luka bagi penderita DM, karena ulkus diabetikum dapat mengancam nyawa ketika tidak dapat disembuhkan secara tepat dan cepat.
Berangkat dari permasalahan ini, Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) ChloScaf+ Universitas Gadjah Mada (UGM), mengembangakan scaffold hidrogel yang berbasis bahan-bahan alami dari eceng gondok dan mikro alga. Seperti diketahui Scaffold hidrogel merupakan biomaterial yang dapat memfasilitasi pembentukan struktur jaringan.
"Eceng gondok dan mikroalga yang awalnya sering dianggap sebagai hama ataupun gangguan pada ekosistem perairan mulai dikenal masyarakat sebagai bahan alami yang bernilai ekonomis tinggi serta berpotensi sebagai komponen material dalam berbagai industri, salah satunya industri kesehatan,” kata ketua tim yang juga mahasiswa Fakultas Biologi UGM, Pamastadewi Pryankha Hijrianto, dilansir dari laman ugm.ac.id.
Adapun tim PKM ini beranggotakan Keanu Saputra Valenka Darmawan (Fakultas Teknologi Pertanian), Gresmawarrenes Jamuss (Fakultas Farmasi), Kamilah Kusuma Maharani (Fakultas Farmasi), dan Lidya Oktaviani (Fakultas Teknik).
Pamastadewi menuturkan, inovasi yang mereka kembangkan diharapkan tidak hanya dapat menyelesaikan masalah secara nyata, namun juga berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat dari sisi ekonomi.
Melalui studi literatur serta penelitian yang telah dilakukan, mereka berhasil membuat scaffold hidrogel dengan memanfaatkan bahan selulosa eceng gondok sebagai material yang mudah terurai namun memiliki daya serap yang tinggi. Inovasi itu kemudian dikolaborasikan biomassa mikroalga Chlorella vulgaris yang dikenal kaya akan antioksidan maupun metabolit sekunder.
“Dengan memanfaatkan karakteristik dari kedua bahan yang saling melengkapi, kesembuhan dari pasien dengan ulkus diabetikum dapat tercapai dalam waktu yang singkat,” ungkap Gres Gresmawarrenes Jamuss.
Menurutnya, adanya aktivitas antibakteri pada scaffold hidrogel juga menjadi salah satu faktor penting yang menjamin penyembuhan luka bebas dari infeksi bakteri seperti Staphylococcus aureus.
"Keberadaan bakteri patogen tidak hanya sekedar menginfeksi bagian ulkus yang belum sembuh secara sempurna, namun juga pada kasus terparah dapat menimbulkan kematian jaringan atau gangrene yang berujung pada amputasi," ujarnya.
Lidya Oktaviani, anggota tim lainnya menuturkan, pengembangan scaffold hidrogel ramah lingkungan dilakukan melalui beberapa tahapan. Awalnya, serat kering dari eceng gondok perlu diolah terlebih dahulu dengan menghilangkan lapisan lilin pada serat, pemutihan serat, serta asidifikasi dengan larutan sehingga dihasilkan serat selulosa yang putih dan halus.
Lalu, mikro alga hijau Chlorella vulgaris kemudian dipanen dan dikeringkan melalui liofilisasi sehingga didapatkan biomassa yang berwarna hijau serta beraroma khas dari mikroalga tersebut. Untuk proses preparasi bahan yang sudah selesai dilakukan kemudian dilanjutkan dengan formulasi sehingga didapatkan scaffold hidrogel dengan berbagai konsentrasi alga sebesar 0.05%, 0.3%, dan 0.8%.
“Proses penelitian tidak usai begitu saja setelah formulasi, pengujian perlu dilakukan untuk menentukan kualitas dan efektivitas dari scaffold hidrogel ini,” imbuh Keanu.
Keanu menambahkan, inovasi yang mereka lakukan ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada bahan kimia impor, terlebih untuk bahan kimia sintetik yang biasanya digunakan dalam produksi peralatan dan material medis.
“Harapan kita agar inovasi ini dapat menjadi dasar dari pengembangan lanjutan scaffold hidrogel ramah lingkungan melalui produksi skala industri,” harapnya.