c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

22 September 2025

09:01 WIB

Eksistensi Industri Film Indonesia Di Lanskap Global

Eksistensi industri perfilman Indonesia dikancah global menegaskan posisi strategis sebagai pusat pertumbuhan industri film Asia yang dinamis, kolaboratif, dan visioner.

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Eksistensi Industri Film Indonesia Di Lanskap Global</p>
<p>Eksistensi Industri Film Indonesia Di Lanskap Global</p>

Ilustrasi talenta sineas Indonesia yang turut berpartisipasi dalam Busan International Film Festival 2025 di Korea Selatan. (ANTARA/HO-Kemenbud)

JAKARTA - Eksistensi dan partisipasi industri perfilman Indonesia di lanskap perfilman global harus terus didorong, seiring dengan terus bertumbuhkan ekosistem sinema dalam negeri. Bukan hanya kuantitas, tapi sudah saatnya sinema Indonesia bicara soal kualitas.

Dan di tahun ini, Indonesia kembali turut serta dalam Busan International Film Festival (BIFF) 2025. Ini, kata Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menjadi bukti penegasan bahwa Indonesia semakin memantapkan eksistensinya di dalam perfilman Asia dan dunia.

Ia menjelaskan, Indonesia tidak hanya hadir sebagai peserta BIFF 2025, tetapi juga sebagai kekuatan kreatif yang berkontribusi besar dalam program-program utama festival, forum industri, dan kerja sama internasional.

Melalui dukungan berupa fasilitasi dan program, termasuk Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya, Kementerian Kebudayaan berkomitmen memberikan ruang dan kesempatan bagi talenta perfilman Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional.

"Keikutsertaan Indonesia di BIFF 2025 adalah wujud nyata pengakuan dunia terhadap sinema kita. Kehadiran para sineas di panggung utama dunia menunjukkan bahwa karya-karya Indonesia mampu bersaing secara kualitas,” ujarnya.

Tahun ini, enam film Indonesia tampil di BIFF 2025 di antaranya Esok Tanpa Ibu (Mothernet) karya Ho Wi Dong, Pangku (On Your Lap) karya Reza Rahadian, Rangga & Cinta karya Riri Riza, Sekat-Sekat (Throughout These Cages) karya Aaron Pratama, The Fox King karya Woo Ming Jin (kolaborasi Indonesia–Malaysia), serta Badarawuhi di Desa Penari.

Empat di antaranya melangsungkan world premiere di Busan, menegaskan pengakuan internasional atas kualitas karya sineas Indonesia. Kepercayaan global terhadap perfilman Indonesia juga tercermin dari peran sineas di berbagai forum.

Produser Yulia Evina Bhara terpilih sebagai juri kompetisi resmi BIFF 2025 sekaligus menjadi pembicara panel Cinematic Connections: Secrets of Successful AsiaEurope Co-Productions.

Selain itu, sejumlah profesional Indonesia turut mengisi diskusi di Asian Contents & Film Market (ACFM), termasuk Mia Santosa (Visinema), Sigit Prabowo (Cinepoint), FX Iwan (Jagartha), Linda Gozali (JAFF Market), dan Gugi Gumilang (Hot Docs).

Dalam sesi khusus TRUE STORIES of INDONESIA: From Local Roots to Global, Matta Cinema Production (MCP) menampilkan proyek film berbasis IP lokal bersama Nugroho Dewanto, Wahyu Dhyatmika, dan Lyza Anggraheni, dipandu oleh Ismail Basbeth.

Sementara itu, regenerasi perfilman Indonesia ditandai dengan keikutsertaan tiga talenta muda yakni Vincent Avelio Sentosa, Nona Ica, dan Bela Nabila dalam program Platform Busan.

Di lini dokumenter, dua proyek Indonesia, Oma karya Armin Septiexan dan Sandan Love Garden karya Luthfi Muhammad, dipresentasikan dalam Documentary WIP Showcase.

Momentum ini juga diperkuat dengan penandatanganan kerja sama antara Cinepoint dan JAFF Market untuk memperluas jaringan distribusi film Asia Tenggara.

Keterlibatan menyeluruh Indonesia di BIFF 2025 menegaskan posisi strategis Indonesia sebagai pusat pertumbuhan industri film Asia yang dinamis, kolaboratif, dan visioner.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar