Candrawala: Lokasi Yang Bersanding Dengan Kebijakan Pengarang
Candrawala merupakan subprogram Arkipel yang mencoba menyorot bagaimana perkembangan estetika sinema Indonesia selama satu tahun terakhir hingga terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
Film-film yang terpilih di dalam kuratorial "Candrawala" tahun ini di masuk ke dalam tema "Lokasi Yang Bersanding Dengan Kebijakan Pengarang."
Menurut I Gde Mika selaku kurator Candrawala, tema ini diangkat bukan hanya berdiri sebagai ekspresi kekaryaan. Mereka hadir untuk memperlihatkan unsur-unsur pembentuknya, tak hanya mekanisme teknologinya, melainkan juga tempat di mana mekanisme itu berpijak.
"Film-film yang masuk dalam Candrawala tahun ini mencoba menjembatani dialog antara otonomi tempat atau apa yang ada di depan kamera dan kontrol yang ada di belakang kamera," jelas Mika kepada Validnews, Selasa (29/11).
Pada tahun ini terkurasi 5 film dari berbagai komunitas di Indonesia dalam program Candrawala yang diputarkan di Arkipel, di antaranya "Sedap Malam", "Pasir yang Terbawa Arus dan Menyelinap di Sela Jemari", "YK48", "Nisan Tak Terukir" dan "What Eri Testifies at the End of the Roll". Kelima film tersebut dianggap mewakili peristiwa-peristiwa penting dalam sinema Indonesia selama satu tahun terakhir dan menjadi implementasi atas tema yang ditawarkan.
Film "What Eri Testifies at the End of the Roll" sutradara Muhaimin Nurrizqy dan film "Nisan Tak Terkubur" sutradara Ghaniy Rosydin menjadi film pembuka pada program ini. Kedua film tersebut tanpa sengaja bersinggungan dengan salah satu periodesasi pemerintahan yang ada di Indonesia: Orde Baru, namun diangkat dari sudut pandang sineas muda Indonesia berada di lokasi, peristiwa hingga pengalaman yang berbeda.
Film yang diproduksi Muhaimin, misalnya, mencoba mencitrakan bagaimana riwayat sebuah bioskop tua yang "hidup segan mati tak mau" bernama Eri sudah ada sejak zaman Orde Baru dan bersinggungan dengan kecenderungan film yang diputarkan di masa itu.
Bioskop Eri sampai hari ini masih memutarkan film-film yang itu ke itu saja. Isu pembangunan, sudah banyaknya bioskop lawas di Bukittingi yang dijadikan ruang-ruang publik, seakan membuat bioskop ini tinggal menunggu waktu untuk bernasib sama.
Sementara, film yang diproduksi Ghaniy lebih menyoroti isu Petrus yang marak semasa Orde Baru di Jember. Narasi yang dihadirkan lewat keluarga korban Petrus dan mantan bromocorah mencoba mewakilkan secuplik kisah tentang Petrus dan bagaimana kehidupan mereka berjalan setelahnya.
Sesi I Candrawala ini membuka program tersebut sebagai bagian dari subprogram Arkipel. Pada sesi II akan memutarkan tiga film yang lainnya pada tanggal 3 Desember 2022 mendatang di tempat yang sama di Bioskop Forlen, Forum Lenteng.