c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

20 Agustus 2025

20:58 WIB

Dokter Gigi Bisa Jadi Pintu Masuk Deteksi Dini HIV/AIDS

Rongga mulut menjadi 'jendela' deteksi dini HIV/AIDS. Sayangnya, belum banyak dokter gigi yang yang memiliki pengetahuan mengenai deteksi dini HIV/AIDS tersebut. 

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Dokter Gigi Bisa Jadi Pintu Masuk Deteksi Dini HIV/AIDS</p>
<p>Dokter Gigi Bisa Jadi Pintu Masuk Deteksi Dini HIV/AIDS</p>

Ilustrasi tindakan medis pada gigi dan rongga mulut. Foto: Freepik.

JAKARTA - HIV/AIDS masih menjadi salah satu masalah besar kesehatan global, termasuk di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan tahun 2024 menunjukkan, ada sekitar 503.201 Orang Dengan HIV (ODHIV) di Indonesia.

Tingginya prevalesi ini mengindikasikan perlunya upaya pencegahan dan deteksi dini, dengan demikian penyembuhan bisa dilakukan secara lebih maksimal.

Seperti diketahui, infeksi HIV menyerang sistem kekebalan tubuh, membuat penderitanya rentan terhadap infeksi oportunistik, kanker sekunder, dan gangguan saraf. Namun menariknya, infeksi ini tak hanya berdampak sistemik, tetapi juga memunculkan gejala di rongga mulut yang menjadi indikator awal infeksi.

Adapun gejala di rongga mulut seperti kandidiasis, leukoplakia berbulu, dan eritema gingiva linear, bahkan gejala-gejala itu bisa terlihat sebelum gejala sistemik muncul. Karenanya, rongga mulut menjadi 'jendela' yang memudahkan deteksi dini infeksi HIV. 

Karenanya, dokter gigi memegang peran penting sebagai garda depan deteksi dini. Tapi sayangnya belum banyak dokter gigi yang memiliki pengetahuan mengenai deteksi dini HIV/AIDS melalui kondisi di rongga mulut tersebut.

Studi yang dilakukan oleh tim Universitas Airlangga di Surabaya contohnya, hanya 26,2% dokter gigi yang memiliki pengetahuan baik mengenai manifestasi oral HIV/AIDS, 53,4% hanya memiliki tingkat pengetahuan sedang, dan 18,4% terhitung memiliki pengetahuan rendah.

Menariknya, seperti dikutip dari laman unair.ac.id, studi ini juga menemukan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara durasi praktek dokter gigi dengan tingkat pengetahuan mereka. Bahkan, dokter gigi dengan pengalaman praktik kurang dari 10 tahun cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding mereka yang sudah berpraktik lebih dari 10 tahun.

Hal ini bisa berkaitan dengan konsep fluid intelligence atau kemampuan belajar dan memecahkan masalah baru yang cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Sebab, deteksi atau manifestasi oral HIV/AIDS merupakan sebuah pengetahuan yang relatif baru.

Sementara dokter gigi yang telah berumur cenderung memiliki crystallized intelligence, atau pengetahuan yang berkembang dari pengalaman rutin. Mereka selama ini jarang menemui informasi mengenai deteksi gejala oral HIV/AIDS.

Dengan fakta yang didapat, studi UNAIR ini menunjukkan perlunya adanya peningkatan edukasi dan kesadaran akan pentingnya peran dokter gigi dalam penanggulangan HIV/AIDS. Sebab dengan pengetahuan yang memadai, kita tidak hanya dapat membantu pasien, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan masyarakat yang lebih luas.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar