21 Oktober 2022
20:05 WIB
JAKARTA – Penyebab pasti dari munculnya penyakit gagal ginjal akut pada anak masih misterius. Menurut dokter spesialis anak dari RSPI Sulianti Saroso Ernie Setyawati, gagal ginjal akut pada anak, terjadi tanpa ada riwayat penyakit penyerta atau komorbid, sehingga belum diketahui penyebabnya.
"Jadi, sebelumnya anaknya sehat, tidak ada gangguan apa-apa, begitu dia kena gangguan ginjal ini berlangsungnya progresif, sangat cepat. Jadi, tidak ada penyakit berat yang mendahului," kata Ernie dalam acara bincang-bincang kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (21/10).
Ernie menyebut, prevalensi paling tinggi dari penyakit gagal ginjal akut misterius adalah anak laki-laki berusia di bawah enam tahun. Ia pun memastikan, pasien-pasien anak yang terkena penyakit ini, tidak punya gangguan fungsi ginjal.
“Ini tiba-tiba. Jadi, penyebabnya memang belum bisa dipastikan," tambahnya.
Meski gagal ginjal akut misterius pada anak masih dalam penyelidikan lebih lanjut, kata Ernie, orang tua tetap perlu meningkatkan kewaspadaan, dengan lebih memperhatikan kondisi anak. Anak dengan gangguan ginjal, kata dia, umumnya mengalami gejala infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan atas yang ditandai demam, batuk, pilek, sesak napas. Kemudian, infeksi saluran pencernaan seperti diare.
Lebih lanjut, dia mengatakan, anak dengan gangguan ginjal mengalami penurunan produksi urine. Hal ini menyebabkan frekuensi buang air kecil ikut menurun, bahkan pada beberapa kasus anak tidak buang air kecil sama sekali.
"Kalau misalnya dia belum buang air kecil di siang hari selama enam sampai delapan jam, kita harus waspada. Jadi, kalau anak mengalami gejala-gejala yang disebutkan tadi, kemudian dia infeksi saluran pernapasan atau gangguan pencernaan, demam, sebaiknya memeriksakan diri ke dokter," ujarnya.
Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa per 18 Oktober 2022 tercatat 206 kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau gagal ginjal akut misterius yang dilaporkan. Dari jumlah itu, 99 di antaranya meninggal dunia.
Generasi Emas
Menanggapi hal ini, Direktur Wahid Foundation, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid) meminta pemerintah bergerak cepat dan mengambil langkah-langkah, mengatasi kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di Indonesia.
Yenny mengapresiasi langkah pemerintah yang mengumumkan obat-obatan yang dianggap bermasalah. Namun langkah itu perlu diperkuat agar masyarakat awam bisa seturut dengan upaya pemerintah.
"Takutnya, jika masih ada (obat) di pasaran, ada masyarakat yang belum paham dan tetap mengaksesnya," ujar Yenny saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat.
Sejauh ini, kekhawatiran Yenny beralasan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa obat-obatan yang mengandung dua zat berbahaya tersebut, ternyata diproduksi di Indonesia. Hal tersebut diketahui dari pemeriksaan konsumsi obat dari 99 balita yang meninggal karena gagal ginjal. Menkes juga meminta BPOM segera menentukan obat mana saja yang bermasalah.
Yenny meminta pemerintah segera menyiapkan semua fasilitas kesehatan, terutama di puskesmas, untuk melakukan deteksi dini terkait penyakit yang banyak menimpa anak usia 1 sampai 18 tahun tersebut.
Jika perlu, kata dia, ada standar baru untuk melakukan deteksi dini. Sebab dalam penyakit seperti ini, deteksi dini menjadi penting untuk mencegah fatalitas.
"Karena, gejala penyakit ini agak aneh. Yakni, gejala penyakit yang biasanya tidak mengarah ke gagal ginjal akut seperti batuk, pilek dan muntah," kata dia.
Yenny mengingatkan, Indonesia diprediksi akan mencapai masa keemasan pada 2045 dan akan menjadi kekuatan ekonomi nomor empat dunia. Maka dari itu, dibutuhkan SDM yang sehat untuk menyongsong masa keemasan.
"Bagaimana mereka bisa menjadi pemimpin dan orang-orang yang produktif di masyarakat nantinya, jika krisis kesehatan ini malah meluas," kata dia.
Dokter mengecek kondisi pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Un it (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Jumat (21/10/2022). Dinas Kesehatan provinsi Aceh menyatakan sejak Juni hingga 20 Oktober 2022 tercatat sebanyak 31 anak menderita gagal ginjal, 20 orang anak di antaranya meninggal dunia, sisanya dalam perawatan dan selain beberapa anak sudah dipulangkan. ANTARA FOTO/Ampelsa
Bahan Baku Obat
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah menginvestigasi jenis bahan baku maupun produk obat yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut. Investigasi tersebut, menurut Muhadjir, harus juga melibatkan kementerian di luar koordinasinya yaitu Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
"(Pak Menteri Kesehatan) sudah lapor ke saya tapi belum semua, karena saya harus mengundang dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian terutama karena kemungkinan ini bahan bakunya impor, bahkan mungkin obatnya itu sendiri impor," kata Muhadjir di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan, Kementerian Kesehatan bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan tiga zat kimia berbahaya. Ketiganya adalah ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) pada 15 contoh produk obat sirup yang diteliti dari pasien gangguan ginjal akut.
Zat-zat kimia tersebut terdeteksi di organ pasien melalui penelitian terhadap 99 pasien balita meninggal akibat gagal ginjal di Indonesia.
"Kemudian di dalam negeri mesti kita libatkan juga Kementerian Perindustrian, bagaimana supervisinya terhadap industri-industri domestik yang sekarang dicurigai sebagai pemicu gagal ginjal akut itu," tambah Muhadjir.
Muhadjir mengatakan, saat ini penanganan kasus tersebut masih ditangani Kemenkes dan BPOM. "Sementara masih ditangani Pak Menkes dan BPOM," ungkap Muhadjir.
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo diketahui mencatat angka kematian pasien gagal ginjal akut progresif atipikal mencapai 63% atau 31 anak dari 49 anak berdasarkan data pasien yang dihimpun sejak Januari 2022.
Sedangkan BPOM telah mengumumkan lima produk obat sirup di Indonesia yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melampaui ambang batas aman. Pertama Termorex Sirop (obat demam), produksi PT Konimex; Flurin DMP Sirop (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama; Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries; Unibebi Demam Sirop (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries; dan Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries.
BPOM telah melakukan uji sampel terhadap 39 bets dari 26 sirup obat yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang diduga, digunakan pasien gagal ginjal akut sebelum dan selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Namun BPOM menyatakan, hasil uji cemaran EG pada lima produk tersebut belum dapat mendukung kesimpulan, penggunaan sirup obat yang dimaksud memiliki keterkaitan dengan kejadian gagal ginjal akut.
Selain penggunaan obat, masih ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca covid-19.
BPOM sendiri, telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar, untuk melakukan penarikan sirop obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk. Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain pedagang besar farmasi, instalasi farmasi pemerintah, apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.
Sekadar informasi, ethylene glycol dan diethylene glycol menjadi penyebab kematian banyak orang di sejumlah negara. Kasus serupa terjadi di Afrika, India, China dan sejumlah negara lainnya.