c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

09 September 2025

14:31 WIB

Diusulkan Ke Memory of the World UNESCO, Ini Isi Prasasti Yupa

Bukan sekadar peninggalan arkeologi, Prasasti Yupa merupakan bukti tertulis tertua di Indonesia dari abad ke-4.

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Diusulkan Ke Memory of the World UNESCO, Ini Isi Prasasti Yupa</p>
<p>Diusulkan Ke Memory of the World UNESCO, Ini Isi Prasasti Yupa</p>

Prasasti Yuta peninggalan kerajaan Kutai. Dok/kebudayaan.kemdikbud.go.id

JAKARTA - Prasasti Yupa diusulkan sebagai memori kolektif dunia melalui program Memory of the World (MOW) UNESCO, menjadikannya bukti keluhuran tertua Nusantara. Bukan sekadar peninggalan arkeologis, menjadi sumber penting dalam menyikap sejarah dan budaya masa lampau. 

"Hari ini kita mengukir langkah bersejarah, Prasasti Yupa, bukti tertulis tertua di Nusantara dari abad ke-4 Masehi, diusulkan sebagai nominasi untuk MOW UNESCO, sekaligus pengisi kekosongan warisan dokumenter Indonesia dari periode peradaban awal," ujar Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.

Menurut dia, melalui warisan dokumenter, bangsa dapat menyelami jejak pemikiran serta nilai luhur yang membentuk identitas, sejalan dengan visi UNESCO untuk melawan amnesia kolektif.

Prasasti Yupa melengkapi 16 warisan dokumenter Indonesia yang telah diakui UNESCO, seperti La Galigo dan Negarakretagama, di mana belum ada satupun yang mewakili periode peradaban awal.

"Prasasti dengan aksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta ini merupakan landasan transisi sejarah yang menjadi simbol otentik peralihan Indonesia dari era prasejarah ke era sejarah," kata Fadli Zon, dikutip dari Antara.

Isi Prasasti Yupa

Artefak ini juga menjadi jembatan budaya global, hasil kontak maritim dengan India yang menunjukkan kemampuan bangsa dalam mengadaptasi aksara, agama, dan sistem politik dengan kearifan lokal.

Selain merekam silsilah raja-raja Kutai untuk menegaskan legitimasi kekuasaan, Yupa juga menjadi narasi besar yang menjembatani perkembangan bahasa Indo-Arya dengan bahasa-bahasa lokal Nusantara.

Peneliti Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PR APS) BRIN, Titi Surti Nastiti memaparkan secara rinci isi dan makna dari tujuh prasasti Yupa yang dikeluarkan oleh Raja Mulawarman pada abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kutai Kartanegara.

Disebutnya, prasasti-prasasti yang ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta ini tidak hanya mencatat silsilah tiga generasi keluarga kerajaan yaitu Kundungga, Aswawarman, dan Mulawarman, tetapi juga menggambarkan kehidupan politik, spiritual, dan ekonomi pada masa itu.

Salah satu prasasti menyebutkan persembahan emas dan 20.000 ekor sapi untuk para Brahmana, yang menurutnya bukan sekadar simbol kemewahan melainkan ukuran kemakmuran dan legitimasi kekuasaan raja dalam pandangan masyarakat Weda.

"Yupa adalah tonggak penting dimulainya sejarah tertulis di Nusantara, sekaligus bukti kuat adanya interaksi budaya dan diplomasi dengan peradaban India. Ini terlihat dari penggunaan bahasa Sanskerta dan ritual keagamaan yang terekam dalam prasasti," paparnya.

Peneliti PR APS BRIN lainnya, Gunadi Kasnowihardjo melengkapi pembahasan dengan menyoroti konteks arkeologis situs Muara Kaman. Ia menjabarkan bahwa kawasan tersebut merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perniagaan di Kalimantan Timur pada masa lalu. Itu berkat lokasinya yang strategis di pertemuan Sungai Mahakam dan Sungai Kedang Rantau.

"Temuan arkeologis seperti keramik Tiongkok, manik-manik, serta struktur batu di Danau Lipan dan Tanjung Serai memperkuat dugaan bahwa Muara Kaman adalah pelabuhan sungai penting yang menghubungkan pedalaman Kalimantan dengan jalur perdagangan internasional," terangnya.

Digitalisasi dan Replika

Nominasi ini didasarkan pada kesesuaian Yupa dengan tiga kriteria utama MOW UNESCO, yakni keaslian dan keunikan, nilai universal, serta risiko kelangkaan.

Tujuh prasasti Yupa di Museum Nasional Indonesia telah terverifikasi keasliannya, menunjukkan nilai universal dalam adaptasi aksara, serta menghadapi risiko kelangkaan karena sebagai benda batu andesit berusia lebih dari 1.600 tahun rentan terhadap pelapukan.

"Untuk melindunginya, digitalisasi 3D dan pembuatan replika telah dilakukan, dan pengakuan UNESCO diharapkan dapat memperkuat upaya proteksi ini," tutur Fadli Zon.

Pemerintah mewujudkan dukungan melalui penguatan program repatriasi arsip, kolaborasi riset multidisipliner untuk menyusun dossier, hingga revitalisasi budaya lokal melalui Festival Erau.

"Pengakuan ini diharapkan menjadi katalis bagi pendidikan melalui integrasi kurikulum, pengembangan ekonomi kreatif, serta penguatan diplomasi budaya dengan negara mitra seperti Belanda dan India," ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar