24 Maret 2023
20:01 WIB
Penulis: Mahareta Iqbal
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA - Desa Wisata Salibutan Lubuk Alung, atau yang lebih dikenal dengan Desa Wisata Nyarai, terletak di Nagari Salibutan Lubuk Alung, kecamatan Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Desa ini berada di kaki bukit barisan 1 yang merupakan lokasi hutan lindung.
Dilansir dari laman Jadesta, luas Desa Wisata Nyarai mencapai sekitar 265.337 hektar. 60% dari luas wilayahnya adalah Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Lindung.
Salah satu daya tarik unggulan desa ini adalah Air Terjun Nyarai yang berada di kawasan Ekowisata Nyarai. air terjun ini memiliki lubuk atau kolam yang alami. Secara geologi, kolam di Nyarai terbentuk secara alami dengan fenomena breksi, yaitu pusaran air yang menggerus dinding kolam, sehingga kolam terus membesar.
Berwisata ke Air Terjun Nyarai, menjadi aktivitas andalan buat para pengunjung. Untuk mencapai lokasi, wisatawan diharuskan berjalan kaki sepanjang 5,5 km, masuk ke dalam Hutan Gamaran. Karena air terjun itu berada di sana.
Tak hanya menikmati air terjun, wisatawan juga bisa melakukan kegiatan lainnya, seperti camping di hutan, spear fishing atau menangkap ikan menggunakan anak panah tradisional warga, dan masher fly fishing yaitu memancing ikan di Lubuk Larangan.
Lubuk Larangan adalah salah satu konservasi ikan dari masyarakat Minangkabau secara turun temurun, dimana adanya larangan mengambil ikan di lubuak (kolam) atau sungai sebelum waktu yang ditentukan. Jika melanggar dikenakan sanksi adat. Ikan yang diambil dalam waktu tertentu dibayar oleh pemborong ikan dan hasil dari penjualan ikan tersebut disumbangkan ke masjid, desa dan kegiatan sosial lainnya.
Hutan yang asri tentu masih bisa dirasakan di desa ini. Bahkan, terdapat jenis tumbuhan yang unik, seperti amomium, barangan, Oak hingga Keladi amozona. Selain flora, fauna yang dapat ditemui di sini ialah kuau rajo (burung endemik di Sumatera Barat yang terancam punah), monyet ekor merah atau simpai (primata endemik yang terancam punah di Sumatera), malay tapir atau bahasa lokalnya cipan, ular king koros atau ular tikus raja hingga rangkong atau burung anggang
Ekowisata Nyarai di Tingkat Internasional
Kegiatan yang ada di sini dimulai sejak tahun 2013 dengan pola pemberdayaan masyarakat (Community Based Tourism) yang menghantarkan Pokdarwis Ekowisata Nyarai menjadi Juara II Pokdarwis Terbaik se-Indonesia pada tahun 2014.
Konsep menyelamatkan hutan dari pembalakan liar melalui ekowisata, membuat salah satu pecinta lingkungan yang bekerja di National Geographic yang berbasis di Amerika Serikat, Tom Corcoran, tertarik mengangkat konsep tersebut ke dunia internasional.
Konsep Ekowisata Nyarai diikutsertakan dalam kompetisi bergengsi, European Outdoor Conservation Association (EOCA). Saat itu disponsori CLI dan produk outdoor, Exped. Kompetensi tersebut menjadi tempat kumpulnya pelaku konservasi yang telah berhasil menyelamatkan lingkungan dengan berbagai inovasi yang dilakukan.
Di tahun 2016, konsep pariwisata "From Logging and Poaching to Adventure and Tourism" yang ada di Desa Wisata Nyarai, menjadi juara I, mengalahkan empat negara lainnya yaitu Peru, Paraguay, Afrika Selatan dan Philipina untuk kategori outdoor.
Konsep ekowisata yang dikembangkan Desa Nyarai terfokus pada kunjungan wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam Hutan Gamaran serta konservasi lingkungan. Selain wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara yang datang ke Ekowisata Nyarai antara lain dari Eropa, Australia, Selandia Baru, Amerika, Jepang, Malaysia dan Singapura.