29 November 2024
12:29 WIB
Darah Nyai, Horor Slasher Tentang Penghakiman Ratu Pantai Selatan
Darah Nyai membawa suguhan horor jagal/slasher yang mengeksplorasi tema konflik gender melibatkan unsur mistik, lewat figur horor lokal yaitu Nyi Roro Kidul.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Rendi Widodo
Visualisasi Darah Nyai. Dok. Imaginarium Pictures
JAKARTA - Rumah produksi Imaginarium Pictures akan menayangkan film layar lebar perdana, Darah Nyai di Jogja-Netpac Asian Film Festival edisi ke-19. Film ini masuk dalam program “Indonesian Film Showcase”, dijadwalkan tayang pada 5 Desember mendatang di Empire XXI, Yogyakarta.
Darah Nyai yang disutradarai oleh Yusron Fuadi, membawa suguhan horor jagal/ slasher yang mengeksplorasi tema konflik gender, di mana banyak perempuan menjadi korban kejahatan seksual. Isu itu dikembangkan dalam alur cerita balas dendam yang melibatkan unsur mistik, lewat figur horor lokal yaitu Nyi Roro Kidul.
Film ini menceritakan murka penguasa Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul atas pembunuhan keji terhadap perempuan. Seorang perempuan bernama Lisa, menjadi korban pemerkosaan dan jasadnya dibuang ke pantai selatan.
Maka ‘Nyai’ pun memilih seorang perempuan yang kebetulan tengah menginap di sekitar pantai untuk melampiaskan kemarahan itu. Perempuan bernama Rara, tiba-tiba beroleh kekuatan supranatural, siap menjalani misi pembunuhan berantai atas para pelaku kejahatan.
Naskah Darah Nyai dikembangkan oleh Yusron Fuadi bersama penulis Azzam Fi Rullah, berdasarkan ide cerita dari Hikmat Darmawan yang mendirikan Imaginarium sekaligus menjadi produser untuk film ini. Yusron Fuadi selaku sutradara menerjemahkan cerita tersebut ke dalam rentetan visual brutal, pilihan eksplorasi yang menurutnya paling tepat untuk menggambarkan kemarahan publik hari ini atas peristiwa-peristiwa kekerasan terhadap perempuan.
“Kita tahu dari cover naskah bahwa ini tidak akan menjadi penggambaran tipikal, di mana korban sebagai perempuan yang teraniaya dan tak bisa ngapa-ngapain. Ini akan menjadi sangat brutal ini akan menjadi sangat menyakitkan. Ini akan menjadi film balas dendam yang diharapkan,” ungkap Yusron dalam keterangan pers, dikutip Jumat (29/11).
Film Darah Nyai juga membawa tawaran menarik dalam eksplorasi sinematik, memperkenalkan lagi gaya tutur baku sebagaimana dalam film-film Indonesia era 80-an hingga 90-an. Produser Hikmat Darmawan menyebutkan, pilihan ini selain sebentuk tribut atas film-film era itu, juga upaya rumah produksinya menghadirkan kemungkinan estetika baru bagi film Indonesia hari ini.
Di sisi lain, eksplorasi mitos Nyai Roro Kidul yang kemudian dilekatkan dengan isu-isu mafia perdagangan manusia dan kekerasan seksual, bertujuan untuk menjadi katarsis bagi frustasi dan kemarahan sehari-hari kita melihat berbagai perilaku korup dan zalim oleh kelompok kuat di sekitar kita.
“Film Darah Nyai adalah eksplorasi mitos Nyai Roro Kidul yang dilekatkan pada isu mafia perdagangan manusia dan korupsi sistemik yang biasa makan korban orang-orang kecil. Kesadisan adegan pembalasan dari Laut Selatan menjadi metafora sekaligus penyaluran (katarsis) amarah rakyat kepada kuasa berbagai jenis mafia di sekeliling kita,” ucap Hikmat.
Film Darah Nyai dibintangi oleh Violla Georgie, Robet Chaniago, Rory Asyari, Winner Wijaya, Rayner Wijaya, Wieshley Brown, Vonny Anggraini, Jessica Katharina, Djenar Maesa Ayu, Paul Agusta, dan masih banyak lagi.
Penayangan di JAFF ke-19 sekaligus menandai penayangan perdana film Darah Nyai di bioskop, sebelum pengumuman rilis secara luas.