15 September 2025
20:21 WIB
CryoSynctive, Alat Pengobatan Luka Diabetes Dengan Teknologi Plasma
Molekul-molekul reaktif dari alat pengobatan luka diabetes, CryoSynctive, membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen, serta merangsang pertumbuhan sel-sel baru dan perbaikan jaringan.
Editor: Satrio Wicaksono
Alat penyembuhan luka kronis diabetes karya sejumlah mahasiswa lintas program studi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). ANTARA/HO-UMM
JAKARTA - Jumlah penderita diabetes di Indonesia terus bertambah, dan diprediksi akan mencapai angka 40,7 juta pasien di tahun 2045. Selain bertambahnya jumlah penderita, kekhawatiran juga muncul terkait dengan kasus luka kronis akibat diabetes yang sulit disembuhkan.
Karena latar belakang itu, mahasiswa lintas program studi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan teknologi plasma yang diberi nama CryoSynctive, berupa alat penyembuh dari luka diabetes.
"Kondisi membawa tantangan besar, terutama dalam penanganan luka kronis yang sulit sembuh akibat penyakit diabetes. Oleh karena itu, kami berupaya mencari solusi dengan inovasi alat yang kami beri nama CryoSynctive," kata ketua tim pembuat CryoSynctive, Fikri Yuda Pranata, di Malang, Jawa Timur, Senin (15/9).
CryoSynctive sendiir merupakan perangkat nonthermal plasma berbasis Edge Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Things (IoT), untuk penyembuhan luka kronis pada pasien diabetes. CryoSynctive merupakan prototipe alat kesehatan dari PKM-KC (Karya Cipta) yang dikembangkan oleh mahasiswa UMM.
Ide yang dicetuskan oleh Fikri Yuda Pranata bersama tim yang beranggotakan lima orang dengan latar belakang beragam, yakni tiga mahasiswa teknik mesin, satu fisioterapi, dan satu biologi.
Mereka dibimbing oleh dosen Andinusa Rahmandhika yang berperan aktif memberikan arahan teknis, memperkuat metodologi, sekaligus memastikan rancangan alat sesuai standar keamanan medis.
"Kami melihat ada celah di mana terapi luka yang ada saat ini seringkali kurang efisien dan mahal. Maka, kami mencoba menggabungkan metode terapi plasma yang sudah ada dengan teknologi terkini untuk menciptakan solusi yang lebih baik,” kata Fikri.
Cara kerja CryoSynctive dirancang agar mudah digunakan. Prinsip dasarnya seperti printer. Jadi, tangan atau kaki pasien yang luka dimasukkan ke dalam alat tersebut, lalu alat akan secara otomatis memetakan titik-titik luka yang ada. Proses ini dimulai dengan kamera termal yang memindai dan memetakan koordinat luka.
Data tersebut kemudian dianalisis oleh sistem Edge AI di dalam alat. Setelah luka terpetakan, perangkat akan bergerak secara otomatis ke posisi luka dan menyinari area tersebut dengan nonthermal plasma.
Nonthermal plasma bekerja dengan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Molekul-molekul reaktif ini berfungsi ganda, yaitu membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen, serta merangsang pertumbuhan sel-sel baru dan perbaikan jaringan. Proses ini juga disesuaikan dengan kedalaman luka pasien yang bervariasi.
"Kami sudah membuat sistemnya semi-otomatis, jadi jika pasien tiba-tiba bergerak, alatnya akan berhenti secara mandiri untuk menjaga keamanan,” kata Fikri.
Saat ini, CryoSynctive mencapai sekitar 60% penyelesaian dengan fokus pada perakitan dan pemrograman. Tim juga merencanakan tahap uji coba terbatas sebelum pengembangan menuju tahap klinis.
Harapannya, alat ini tidak hanya menjadi karya inovasi mahasiswa, tetapi juga bisa dipatenkan dan dikembangkan lebih lanjut sebagai produk medis yang dapat digunakan di rumah sakit maupun klinik.
Keunggulan utama CryoSynctive terletak pada integrasi nonthermal plasma dengan teknologi terkini. Terapi plasma ini masih jarang digunakan di Indonesia karena sebagian besar penelitian baru sebatas laboratorium.
Dibandingkan dengan terapi vakum atau ozon yang lebih umum, CryoSynctive menghadirkan pendekatan berbeda yang lebih cepat dan akurat. Selain itu, integrasi Edge AI dan IoT membuat alat ini lebih unggul. AI memberikan analisis luka yang presisi, sementara IoT memungkinkan data terapi tersimpan otomatis dan dikirim ke dashboard tenaga medis.
Dengan begitu, dokter dapat memantau perkembangan pasien secara jarak jauh, melihat riwayat terapi digital, dan menerima notifikasi real-time jika terjadi anomali. Fitur ini juga membuka peluang pengembangan telemedicine yang semakin relevan di era digital.
"Saya berharap alat ini bisa membuka peluang terapi baru yang lebih efektif dan efisien, serta membantu meringankan beban pasien maupun tenaga medis. CryoSynctive dirancang untuk mempermudah, bukan menggantikan, peran tenaga medis," tegasnya.