10 November 2025
12:35 WIB
ChatGPT Bisa Jadi Ancaman Perkembangan Kognitif Anak
Di tengah manfaatnya, AI generatif seperti ChatGPT bisa jadi bumerang buat perkembangan kognitif anak. Jangan sampai anak tidak memiliki kemampuan berpikir kritis.
Penulis: Arief Tirtana
Ilustrasi anak sedang belajar rumus. Foto: Freepik.
JAKARTA - Kecerdasan buatan generatif (AI generatif) seperti ChatGPT semakin populer, khususnya di kalangan anak-anak dan remaja. Kehadirannya sebagai fitur 'serba bisa', jadi andalan buat mereka, dari mengerjakan tugas sampai 'teman ngobrol'.
Tapi di balik manfaatnya yang luar biasa, Guru Besar Sekolah Sains Data, Matematika, dan Informatika IPB University, Prof. Yeni Herdiyeni, mengingatkan agar penggunaan ChatGPT pada usia anak tetap butuh pengawasan.
Prof. Yeni menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mengenalkan teknologi AI pada anak-anak. Sebab seperti halnya jenis perkembangan teknologi lainnya yang ada, kemunculan AI generatif saat ini menghadirkan dua sisi yang harus diperhatikan, sisi positif dan juga negatifnya.
"Teknologi ini memiliki dua sisi. Ada sisi positif dan negatifnya. Dari sisi positif, ChatGPT mempermudah kita mengeksplorasi pengetahuan. Namun, jika digunakan secara instan tanpa berpikir, otak anak tidak akan terlatih," jelas Yeni, dikutip dari halaman resmi IPB.
Menurutnya, ChatGPT memang memberi kemudahan akses informasi secara cepat dan praktis, tapi penggunaan yang berlebihan justru bisa melemahkan kemampuan berpikir kritis dan daya ingat anak.
"Kalau kita mencari sesuatu langsung pakai ChatGPT, informasi memang keluar dengan cepat, tapi setelah itu bisa lupa. Otak tidak terlatih untuk mengingat dan menganalisis," ujarnya.
Yeni menilai, ChatGPT sebenarnya lebih aman digunakan oleh orang dewasa yang sudah mampu menyeleksi dan memverifikasi kebenaran informasi. Sementara untuk anak usia dini, seperti siswa SD, penggunaannya perlu pendampingan.
Di usianya, anak-anak masih butuh pengembangan motorik dan kognitif. Kalau kemampuan itu tergantikan oleh ChatGPT, otak anak akan tidak bisa berkembang secara optimal.
Selain itu, secara teknis ditegaskan, meski ChatGPT bekerja dengan sistem yang meniru cara kerja otak manusia, menggunakan teknologi transformer dan algoritma long short term memory (LSTM). Namun ChatGPT tetap memiliki kelemahan seperti bias dan halusinasi data, atau kerap menghadirkan informasi yang tampak benar padahal keliru.
"Karena itu, masyarakat harus tahu bahwa tidak semua jawaban ChatGPT benar," tegasnya.
Fokus pada Cara Berpikir, Bukan Coding
Terkait kebijakan mengenalkan AI sejak dini, Yeni berpendapat bahwa yang perlu ditekankan bukan sekadar kemampuan coding, melainkan cara berpikir komputasional (computational thinking). Dijelaskan, computational thinking itu melatih kemampuan otak manusia untuk memecahkan masalah, berpikir logis, dan mengenali pola. Sedangkan coding hanyalah implementasi dari kemampuan itu.
Artinya, anak-anak perlu dibekali kemampuan berpikir sebelum diajarkan mengandalkan mesin. Guru dan orang tua juga sebaiknya tidak menyerahkan seluruh proses belajar kepada ChatGPT.
"Kalau ada tugas sekolah, sebaiknya tetap ajari anak berpikir dan mencari jawaban sendiri. ChatGPT bisa dipakai untuk membantu, tapi bukan untuk menggantikan proses belajar," saran Prof. Yeni.
Pada akhirnya, masyarakat modern saat ini memang tak bisa menolak perkembangan teknologi seperti kemunculan ChatGPT saati ini. Tetapi satu yang penting, jangan lupa gunakan pendekatan human-centered, di mana manusia tetap menjadi pusat dalam proses belajar dan pengambilan keputusan.
Bagaimanapun harus diakui, teknologi seperti ChatGPT bisa jadi sumber belajar yang luar biasa bila digunakan dengan bijak. Tapi tanpa bimbingan, bisa berubah menjadi jebakan digital. Menurutnya, bijak menggunakan teknologi berarti turut membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan beretika di era digital.
"Peran orang tua dan pendidik sangat penting untuk mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penggunaan ChatGPT oleh anak-anak. Dengan pendampingan yang tepat, teknologi ini bisa menjadi sahabat belajar yang aman dan bermanfaat," tutup Prof. Yeni.