25 Juni 2021
20:54 WIB
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Satrio Wicaksono
JAKARTA – Seiring masuknya musim panas untuk wilayah bumi bagian utara, sebuah rekor tercipta di wilayah sekitar Arktik, akhir pekan lalu.
Pada hari yang bertepatan dengan titik balik matahari musim panas (hari terpanjang dalam setahun), dua satelit Uni Eropa mencatat suhu panas mencapai 118 derajat Fahrenheit atau 48 derajat Celcius, di permukaan wilayah sekitar Arktik. Tepatnya di Siberia.
Namun, suhu tersebut tak meliputi semua kawasan Siberia. Hanya di permukaan wilayah Verkhojansk, di Yakutia, Siberia Timur, seperti yang ditangkap oleh satelit Copernicus Sentinel 3A dan 3B milik Badan Antariksa Eropa.
Sementara suhu permukaan lainnya di wilayah Siberia, meski masih relatif tinggi dan merupakan rekor sejak tahun 1936, hanya menyentuh angka 109 derajat Fahrenheit (43 derajat Celcius) di Govorovo dan 98,6 derajat Fahrenheit (37 derajat Celcius) di Saskylah.
Temuan ini memang hanya merupakan suhu permukaan tanah. Berbeda dengan suhu udara seperti yang lazim menjadi patokan saat ini. Namun, temuan ini masih merupakan anomali dan sudah cukup untuk menunjukan adanya sesuatu yang buruk.
Suhu tersebut mengepung lapisan es atau tanah beku di Arktik. Tentunya, dapat memperburuk pencairan lapisan es di kawasan tersebut.
Saat lapisan es mencair, akan mengeluarkan gas rumah kaca kembali menuju atmosfer. Hingga menciptakan semakin banyak lubang di lapisan ozon bumi.
Selain efek hadirkan banyak gas rumah kaca di atmosfer, pencairan lapisan es juga membuat kawasan Siberia menjadi tidak stabil. Bisa merusak fondasi bangunan, dan menyebabkan tanah longsor.
Selain rekor panas suhu permukaan, livescience juga melaporkan Satelit Copernicus Sentinal-3A dan 3B Uni Eropa mencatat suhu tinggi di tengah gelombang panas sedang berlangsung di sebagian besar Siberia.
Lonjakan panas tersebut sebenarnya sudah dapat diprediksi, setelah pada musim semi yang lalu, terjadi ratusan kebakaran hutan menghanguskan pedesaan Siberia dan menyelimuti kota-kota besar dengan asap.
Banyak kebakaran pada musim semi itu adalah "kebakaran zombie". Dinamakan demikian karena dianggap sebagai sisa kebakaran hutan pada musim panas sebelumnya, yang tidak pernah padam sepenuhnya.
Api zombie membara selama berbulan-bulan di bawah es dan salju musim dingin, 'diberi makan' oleh gambut kaya karbon di bawah permukaan. Dan ketika musim semi tiba, api lama berkobar lagi, dan menghadirkan kebakaran hutan kembali.