28 Agustus 2024
18:10 WIB
Cegah Mpox, Pelancong Dari Luar Negeri Kembali Wajib Gunakan Aplikasi SatuSehat
Penggunaan aplikasi SatuSehat Health Pass pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri, berlaku mulai 27 Agustus 2024. Mereka yang terbang ke Indonesia, wajib mengisi formulir elektronik SatuSehat Health Pass
Warga mengakses aplikasi SatuSehat Mobile di Jakarta, Selasa (28/2/2023). Antara Foto/Reno Esnir
JAKARTA - Kementerian Perhubungan mensyaratkan penggunaan aplikasi SatuSehat untuk pelaku perjalanan luar negeri. Hal ini sebagai upaya pencegahan setelah ada penetapan penyakit Mpox, atau lebih dikenal dengan cacar monyet.
Persyaratan tersebut juga sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 14 Agustus 2024 dan menindaklanjuti Surat Menteri Kesehatan tentang Penerapan SATUSEHAT Health Pass.
Kementerian Perhubungan pun, melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara telah menetapkan Surat Edaran Dirjen Perhubungan Udara Nomor SE 5 DJPU Tahun 2024, tentang Penggunaan SATUSEHAT Health Pass pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri, berlaku mulai 27 Agustus 2024.
"Penetapan SE 5 DJPU Tahun 2024 ini sebagai panduan bagi Badan Usaha Angkutan Udara dan Perusahaan Angkutan Udara Asing, agar setiap orang (personel penerbangan dan penumpang) pelaku perjalanan luar negeri yang terbang menuju ke Indonesia untuk mengisi formulir swadeklarasi elektronik bernama SATUSEHAT Health Pass. Juga panduan bagi Penyelenggara Bandar Udara Internasional melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan penularan penyakit Mpox di bandar udara,” ucap Direktur Jenderal Perhubungan Udara, M. Kristi Endah Murni dalam keterangan di Jakarta, Rabu (28/8)
Guna mencegah terjadinya penularan penyakit Mpox di Indonesia, Kristi telah meminta Badan Usaha Angkutan Udara dan Perusahaan Angkutan Udara Asing yang melayani penerbangan dari dan ke luar negeri Indonesia, melakukan langkah-langkah sosialisasi. Termasuk menginformasikan kepada setiap orang (personel penerbangan dan penumpang) pelaku perjalanan luar negeri yang terbang menuju ke Indonesia, untuk mengisi formulir swadeklarasi elektronik SATUSEHAT Health Pass pada domain https://sshp.kemkes.go.id;
Pengisian formulir swadeklarasi elektronik SATUSEHAT Health Pass bagi setiap orang (personel penerbangan dan penumpang) pelaku perjalanan luar negeri, dilakukan di bandar udara keberangkatan. Selain itu, dijalankan juga koordinasi dengan Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan jika terdapat permasalahan dalam pengisian formulir swadeklarasi elektronik SATUSEHAT Health Pass di bandar udara kedatangan.
Kemudian berkoordinasi dengan Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan dalam rangka upaya pencegahan penularan penyakit Mpox di Indonesia.
Sementara untuk Penyelenggara Bandar Udara yang berstatus sebagai Bandar Udara Internasional, agar melakukan langkah-langkah berkoordinasi dengan Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan dalam rangka upaya pencegahan penularan penyakit Mpox di bandara. Juga berkoordinasi dengan Balai Besar Kekarantinaan Kesehatan dalam menangani penumpang yang diduga terjangkit penyakit Mpox di bandar udara kedatangan.
“Saya telah memerintahkan Direktur Keamanan Penerbangan dan Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara untuk melakukan pengawasan atas pemberlakukan Surat Edaran. Semua pihak untuk dapat melaksanakan dengan penuh tanggung jawab,” tutur Kristi.
Perubahan Status
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan di balik keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menetapkan status penyakit cacar monyet (Monkey Pox/Mpox) sebagai Kedaruratan Kesehatan Global (PHEIC) pada 14 Agustus 2024. Menkes Budi dalam pernyataannya di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, menyebut kemunculan clade 1B di Afrika menjadi faktor utama perubahan status tersebut.
"Pada akhir 2022 Mpox dinyatakan sebagai Public Health Emergency of International Concern oleh WHO karena jumlah kasusnya melonjak dari 0 menjadi 30 ribu kasus," kata Menkes.
Jumlah kasus kemudian meningkat drastis hingga hampir mencapai 90 ribu, lanjut Menkes, sebelum akhirnya stagnan bahkan menurun. "Sekarang 103 ribu, jadi naiknya cuma sedikit. Tapi di 14 Agustus sama WHO dinaikin lagi statusnya jadi status pandemi," ucap Budi.
Menkes juga mengungkapkan sempat kebingungannya terhadap keputusan tersebut, mengingat kenaikan sekitar 10 ribu kasus di Afrika yang relatif kecil. Setelah koordinasi lebih lanjut, kata Menkes, terungkap bahwa penyebab utama adalah kemunculan varian baru clade 1B yang memiliki fatalitas jauh lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya.
"Clade 1B memiliki fatalitas mendekati 10%, jauh lebih tinggi dibandingkan varian lama yang memiliki fatalitas sekitar 0,1%," ujar Budi.