25 Oktober 2025
16:27 WIB
Cara Mengelola Sampah Kurangi Potensi Mikroplastik
Di tengah kabar kandungan mikroplastik yang ada di dalam air hujan, pengelolaan sampah yang benar harus dilakukan. Sistem Refuse-Derived Fuel (RDF) bisa menjadi solusi.
Petugas memilah sampah di Sungai Watch Ketewel, Gianyar, Bali, Senin (24/3/2025). AntaraFoto/Fikri Y usuf
JAKARTA - Sistem pengelolaan sampah menjadi bahan bakar atau Refuse-Derived Fuel (RDF) dapat mengurangi mikroplastik yang belakangan ini diketahui terkandung di dalam air hujan di Jakarta.
"Yang diolah di fasilitas RDF adalah sampah-sampah, termasuk plastik. Sampah plastik juga menjadi bahan bakar yang cukup baik bagi industri yang menggunakan RDF," kata Kepala DLH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, dikutip dari AntaraSabtu (25/10).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sudah memiliki fasiltas RDF di Bantargebang, Bekasi, dan kini tengah mempersiapkan peresmian fasilitas lainnya di Rorotan, Jakarta Utara. Fasilitas RDF Rorotan itu dipastikan sudah sesuai dengan standar dan diharapkan dapat diresmikan pada November 2025.
"Selama ini, kekhawatiran masyarakat terhadap bau dan emisi, terutama dari asap, sudah kami tangani dengan baik," ujar Asep.
Dia pun mengingatkan, pengelolaan sampah yang baik harus dimulai dari sumbernya. Oleh karena itu, Pemprov DKI mendorong warga agar terbiasa memilah sampah organik dan anorganik dari rumah.
Sampah organik, sambung dia, dapat diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik, seperti plastik, dapat dikelola di bank sampah atau Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R).
“Program satu RW, satu bank sampah yang sedang berlangsung menjadi bukti nyata komitmen Pemprov DKI dalam membangun budaya pengelolaan sampah di masyarakat. Edukasi dari rumah adalah kunci untuk mengurangi potensi pencemaran mikroplastik di lingkungan,” tutur Asep.
Seperti diketahui, fenomena mikroplastik belakangan menjadi pembahasan berbagai pihak seiring penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasiional (BRIN) pada 2018 terkait temuan kandungan mikroplastik di dalam air hujan di Jakarta yang dipublikasikan kepada masyarakat.
Temuan penelitian itu menunjukkan polusi plastik telah menjangkau atmosfer dan memerlukan langkah penanganan ilmiah, terukur dan kolaboratif.
Selain itu, Asep mengatakan DLH DKI juga terus melakukan kampanye edukasi publik tentang bahaya mikroplastik serta penanganan sampah, mulai dari hulu, tengah, dan hilir.
"Salah satu sumber mikroplastik adalah dari sampah yang tidak terkelola dengan baik, terutamanya sampah plastik. Baju pakaian yang kita gunakan juga ternyata mengandung mikroplastik, dan itu menjadi unsur pencemaran juga," ungkap Asep.
DLH DKI, sambung dia, juga mengupayakan pengendalian pencemaran udara di ibu kota, antara lain dengan melakukan uji emisi kendaraan bermotor dan industri pabrik.
Upaya lainnya, yaitu mengajak seluruh masyarakat agar terus melakukan perubahan perilaku secara kolektif untuk mengendalikan pencemaran dan menguatkan kebijakan-kebijakan yang mendukung keberlanjutan lingkungan.