c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

12 Juli 2025

14:53 WIB

Bukan Sahabat Jadi Cinta, Ini Makna Friendship Marriage Di Jepang

Menurut data, rata-rata pelaku friendship marriage berusia 32,5 tahun dan memiliki pendapatan di atas rata-rata upah minimum nasional. Tren ini banyak terjadi pada individu aseksual dan homoseksual.

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p id="isPasted">Bukan Sahabat Jadi Cinta, Ini Makna <em>Friendship Marriage</em><em>&nbsp;</em>Di Jepang</p>
<p id="isPasted">Bukan Sahabat Jadi Cinta, Ini Makna <em>Friendship Marriage</em><em>&nbsp;</em>Di Jepang</p>

Pria dan wanita makan di Jepang makan bersama sebagai ilustrasi friendship marriage. Freepik.

JAKARTA - Beberapa waktu lalu ramai lagi diperbincangkan di dunia maya mengenai sebuah tren hubungan yang populer di Jepang. Friendship marriage namanya, tren pernikahan tanpa cinta yang banyak dilakukan oleh individu aseksual, homoseksual, juga heteroseksual.

Dikutip dari The Hindustan Times, tren pernikahan ini memungkinkan individu untuk tinggal bersama berdasarkan kesamaan ketertarikan dan nilai-nilai yang mereka miliki terkait pernikahan ataupun kehidupan bersama. Dua individu membangun relasi berdasarkan kesepakatan yang dipertimbangkan secara logis.

Perlu dipahami, friendship marriage berbeda dengan menikahi teman dekat atau sahabat. Alasannya karena individu umumnya akan bertemu dan menghabiskan waktu bersama untuk mengenal satu sama lain.

Selain itu, pasangan dalam pola relasi ini juga memutuskan banyak hal bersama sebelum menikah, baik hal-hal kecil maupun besar. Mulai dari bagaimana mengelola keuangan, membagi pekerjaan rumah tangga, mengatur ruang penyimpanan di lemari pendingin, dan masih banyak lagi.

Meskipun menikah, tinggal bersama dengan tanpa cinta, pasangan friendship marriage juga bisa memiliki anak. Biasanya proses pembuahan dilakukan melalui inseminasi buatan. Dilansir dari SCMP, kesepakatan-kesepakatan seperti ini membantu sekitar 80% pasangan friendship marriage untuk hidup bahagia.

Berdasarkan laporan agensi spesialis friendship marriage Colorus, rata-rata mereka yang melakukan pernikahan ini berusia 32,5 tahun dengan pendapatan di atas rata-rata upah minimum nasional. Tren ini banyak terjadi pada individu aseksual dan homoseksual.

Banyak individu aseksual tidak mampu merasakan gairah seksual ataupun jatuh cinta, tetapi menginginkan koneksi dan persahabatan. Sementara pada kelompok homoseksual, friendship marriage dilakukan sebagai alternatif karena pernikahan sesama jenis tidak diperbolehkan di Jepang.

Lain lagi dengan orang-orang heteroseksual yang memilih friendship marriage. Mereka menjalaninya karena tidak menyukai pola pernikahan tradisional ataupun tak menginginkan hubungan romantis. Pada akhirnya, tekanan sosial untuk segera menikah mendorong mereka memilih jalan friendship marriage.

Baca juga: Bagaimana Bangunan Di Jepang Mampu Minimalkan Kerusakan Gempa

Berkembangnya tren friendship marriage berkaitan dengan kompleksnya persoalan sosial dan pernikahan di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Jepang. Ada kesadaran baru pada generasi muda tentang pernikahan, di samping orang-orang semakin peduli pada kebahagiaan sebagai individu.

Laporan Japanese Cabinet Office, 75% orang Jepang usia 30-an melihat pernikahan sebagai tujuan hidup. Sementara pada survei yang dilakukan di 2016 memperlihatkan 47,2% pasangan suami istri Jepang tidak berhubungan seksual selama satu bulan terakhir. Data-data mengafirmasi betapa rumitnya jalan untuk bahagia.

Friendship marriage pun menjadi solusi karena menghadirkan hubungan yang stabil dan dewasa.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar