c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

21 April 2025

18:03 WIB

BRIN Kaji Dampak Fatwa MUI Boikot Produk Terafiliasi Israel

Fatwa MUI terhadap boikot produk tersebut ternyata telah membentuk adanya perubahan sikap pada masyarakat dari segi perilaku pola konsumsinya.

Penulis: Arief Tirtana

Editor: Rendi Widodo

<p>BRIN Kaji Dampak Fatwa MUI Boikot Produk Terafiliasi Israel</p>
<p>BRIN Kaji Dampak Fatwa MUI Boikot Produk Terafiliasi Israel</p>

Sejumlah mahasiswa mengikuti aksi bela Palestina. Antara Foto/Didik Suhartono

JAKARTA - Konflik panjang antara Israel dan Palestina, memunculkan gerakan aksi boikot sejumlah masyarakat Indonesia terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel. Bahkan aksi boikot ini turut didorong oleh adanya fatwa baru Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 83 tahun 2023.

Aksi boikot tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat Palestina, sekaligus sebagai aksi protes ke Israel atas agresi dan pembantaian yang mereka lakukan di Gaza Palestina.

Dalam fatwanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa mendukung Palestina itu hukumnya wajib, sedangkan mendukung agresi Israel hukumnya haram.

Melihat adanya gerakan boikot dan fatwa MUI ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) melakukan riset untuk menganalisis persepsi masyarakat Indonesia terhadap fatwa tersebut dan dampaknya terhadap industri nasional.

Diungkapkan Peneliti PRAK BRIN, Fauziah, dari hasil risetnya, fatwa MUI terhadap boikot produk tersebut ternyata telah membentuk adanya perubahan sikap pada masyarakat dari segi perilaku pola konsumsinya, baik makanan, minuman, dan kebutuhan rumah tangga.

Dalam riset yang ia lakukan di 13 wilayah, seperti Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kota Bogor, Kota Depok, DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi itu. Fatwa MUI tersebut ternyata diterima bukan hanya sebagai produk hukum keagamaan, tapi juga sebagai gerakan sosial ekonomi yang berdampak strategis.

"Sehingga, fatwa ini berfungsi sebagai alat mobilisasi moral dan ekonomi, juga mendorong pertumbuhan industri nasional," jelasnya.

Bukan hanya riset, menanggapi fenomena boikot produk terafiliasi Israel ini, BRIN juga menyelenggarakan diskusi bersama lembaga advokasi halal Indonesia, yakni Indonesia Halal Watch (IHW). Diskusi pada Kamis (17/04) tersebut yang menghadirkan berbagai institusi, akademisi, dan organisasi.

Kepala PRAK BRIN, Aji Sofanuddin menagtakan bahwa digelarnya diskusi atau forum tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan dan pengalaman terkait fatwa MUI, terutama dampaknya terhadap pertumbuhan industri nasional.

Ketua IHW, Joni Arman Hamid juga mengatakan bahwa diskusi ini diharapkan bisa membuat semua elemen masyarakat bisa saling berbagai dimensi mengenai implementasi fatwa akan dieksplorasi.

Termasuk persepsi masyarakat terhadap urgensi boikot  produk, dampak ekonomi yang mungkin terjadi, serta potensi penguatan regulasi untuk mendukung langkah strategis tersebut.

"Kerja sama ini memiliki nilai tambah dalam konteks diplomasi internasional yang menunjukkan komitmen kuat terhadap fatwa MUI. Sehingga, penelitian ini dapat mengidentifikasi kendala utama yang dihadapi masyarakat dan pelaku usaha dalam mematuhi fatwa, serta merumuskan rekomendasi strategis yang dapat meningkatkan efektivitas implementasinya," terangnya.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kejelasan Produk yang Terafiliasi
Di tengah aksi boikot terhadap produk terafiliasi Israel ini, pertumbuhan ekonomi terkait produk dalam negeri di Indonesia justru mengalami peningkatan.

Seperti yang dikatakan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan RI, Iqbal Soffan Shafwan bahwa memang banyak faktor beralihnya masyarakat pada produk-produk dalam negeri. Namun mungkin salah satu adalah karena faktor adanya fatwa MUI terkait boikot produk terafiliasi Israel iti.

"Akan tetapi bisa juga memang tren perubahan konsep ekonomis anak – anak muda yang tidak terpengaruh dengan brand internasional," katanya.

Dijelaskan Iqbal, dari segi pertumbuhan ekonomi, Statistik Makro Ekonomi tahun 2023-2024 Kemendag  mencatat bahwa nilai konsumsi rumah tangga di Kuartal IV tahun 2023 memang turun dibandingkan kuartal sebelumnya, yakni menjadi 4,83%. Namun kemudian naik lagi di kuartal 1 tahun 2024 dan stabil sampai kuartal IV (4,91% - 4,98%).

Perinciannya, pada tahun 2024 terjadi pertumbuhan lapangan usaha di sektor akomodasi, makanan, dan minuman sebesar 8,56%. Artinya sektor ini masih terus tumbuh dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

"Tahun 2024, Nilai pasar FMCG di Indonesia tumbuh sebesar 7%, lalu market size jasa boga (penyedia makanan dan minuman) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan 13% per tahun," kata Iqbal.

Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UMKM GAPMMI, Irwan S. Wijaya juga mengungkapkan bahwa menurut pandangannya, secara tidak langsung sebenarnya fatwa MUI ini  telah membangkitkan UMKM Indonesia. Sebab, akibat itu, terjadi perubahan pola konsumen, yaitu dari membeli produk internasional beralih ke produk nasional.

Karena itu, di momentum ini, ia menginginkan agar konsumen tidak terlalu banyak menerima barang-barang impor, karena diyakininya produk lokal Indonesia sebenarnya juga tidak kalah lebih bagus.

"Kita sedang mengejar pertumbuhan ekonomi di mana kita butuh para wirausaha baru. Usaha makanan dan minuman sendiri sekarang sedang bertumbuh. Daya beli rakyat tumbuh otomatis. Industri mamin tumbuh dan menciptakan lapangan kerja karena ini sebagai padat karya," terangnya.

Meski terjadi tren positif, Iqbal menyarankan bahwa terkait aksi boikot ini, sebaiknya agar lebih tegas lagi dalam mendefinisikan dan menentukan produk-produk apa saja yang terafiliasi dengan Israel.

Seperti contohnya, apakah ada keterlibatan unsur kepemilikan dari pihak yang memang berkontribusi penuh terhadap Israel atau tidak. Kemudian bisa diperkuat dalam landasan hukum di Indonesia.

Wakil Ketua Umum Bidang Restoran Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Handaka juga menyampaikan hal yang serupa. Bahwa mewakili pengusaha lokal yang ingin terus mengembangkan usahanya, pihaknya menyambut baik inisiatif dialog yang diadakan BRIN ini.

Sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasi agar dilakukan penelitian yang lebih mendalam dan menetapkan daftar produk yang benar-benar terafiliasi dan yang tidak. Agar kelak tidak ada pihak yang dirugikan.

"Karena kami, para pengusaha ingin benar-benar tumbuh, maka PHRI siap berdialog dengan BRIN dan MUI agar menghasilkan daftar terafiliasi yang kredibel sehingga tidak ada yang dirugikan," ungkapnya.

Secara keseluruhan dari diskusi ini diharapkan, pemerintah dan MUI dapat memperluas edukasi dan literasi terkait produk terafiliasi agar tidak menimbulkan disinformasi. Terasuk perlu adanya evaluasi juga, terkait tren-tren kesadaran masyarakat tersebut apakah masih berlanjut atau tidak.

"Maka, ini perlu kolaborasi lintas agama karena dasar kemanusiaan," kata Fauziah. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar