26 Juni 2024
20:31 WIB
BKKBN: Childfree Membahayakan Masa Depan Bangsa
Keputusan childfree yang memangkas bonus demografi Indonesia akan menyebabkan struktur demografis yang tidak seimbang. Apalagi, sebagian besar orang tua sekarang pendidikan dan ekonominya rendah
Pasangan muda yang menolak untuk memiliki anak. dok.Shutterstock
SEMARANG - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr Hasto Wardoyo mengungkapkan, keputusan pasangan nikah untuk tidak memiliki anak (childfree), membahayakan masa depan bangsa. Ia beralasan, Indonesia saat ini belum mengalami bonus demografi, ditambah dengan kondisi generasi lanjut usia Indonesia yang rata-rata berpendidikan rendah.
"Jadi nanti, kan populasi yang sekarang sudah usia hampir tua itu, kan, banyak. Generasi baby boomers ini, kan, banyak. Kalau ini naik menjadi usia tua, (generasi) yang di bawahnya itu sedikit, itu berbahaya," kata Hasto saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (26/6).
Menurut Hasto, keputusan childfree yang memangkas bonus demografi Indonesia akan menyebabkan struktur demografis yang tidak seimbang.
"Kan, orang tua sekarang pendidikannya rendah, ekonominya rendah. (Dengan keputusan childfree) Struktur demografisnya tidak imbang," jelasnya.
Jadi, agak berat jika Indonesia harus mengalami kondisi seperti itu.
"Kalau bonus demografi belum terjadi, terus kita terjadi begitu (childfree), waduh berat," ungkap Hasto.
Menurut Hasto, keputusan childfree di negara-negara maju seperti Jepang berdampak beda dengan keputusan childfree di Indonesia.
"Orang Jepang, sih, yang tua, pendidikannya tinggi, ekonominya maju. Tapi kita (Indonesia) yang tua, kan, pendidikannya masih rendah," kata Hasto.
Hasto juga menyoroti masalah childfree dari sisi kesehatan yang dapat berbahaya bagi kaum perempuan. Misalnya pada kasus kanker payudara.
"Nikah dan hamil itu sehat, loh. Karena orang yang punya kanker payudara, juga cenderung orang yang tidak menyusui. Sehingga menyusui, memberikan air susu, hamil itu memberikan kesehatan," kata Hasto.

Risiko Kanker Rahim
Selain itu, kata dia, wanita yang hanya memiliki satu anak lebih beresiko terkena kanker rahim.
"Orang yang kena kanker rahim, bukan mulut rahim, loh. Beda antara mulut rahim dan rahim," imbuhnya.
Orang yang punya kanker rahim itu, lanjutnya, cenderung anaknya hanya satu, orangnya gemuk dan tensinya tinggi.
"Itu juga akhirnya (potensi) kanker rahim meningkat. Orang yang kena (penyakit) miom pada rahim juga orang yang tidak menikah," kata Hasto.
Karena itu, ia menyarankan anak muda agar mengesampingkan hal-hal emosional dan tidak mengambil keputusan childfree.
"Jadi hati-hati, jangan pertimbangannya emosional. Karena fungsi seorang perempuan hamil dan melahirkan itu ternyata ada manfaat, tidak hanya masalah keseimbangan penduduk. Tapi kalau saya sendiri program saya mendorong untuk jangan childfree," kata Hasto.
Menurut dia, jumlah penduduk yang besar dan terukur juga berpengaruh pada perkembangan ekonomi.
"Dan juga marilah menikah, supaya Indonesia tetap menempati urutan antara 4-6 besar penduduk dunia. Kalau ekonomi kita mau 4 besar atau 6 besar atau 7 besar, kalau penduduknya tidak besar, tidak ada ekonomi besar," kata Hasto.
Menurut dia, angka melahirkan yang ideal untuk setiap pasangan menikah adalah 2,1. Hingga kini rata-rata pasangan di Indonesia melahirkan 2,18 anak.
"Harusnya perempuan itu rata-rata punya anak 2,1. Secara nasional angkanya 2,18. Tapi di Jawa Tengah itu 2,04. Jadi sudah terlalu sedikit, akan menjadi zero growth atau minus growth. Ada sedikit banyak ada pengaruhnya (dari) itu (childfree)," jelas Hasto.
Berdasarkan sejumlah data BKKBN, presentasi jumlah lansia saat ini sebesar 11,75% dari total populasi penduduk Indonesia pada 2023. Dari 11,75% tersebut, sebanyak 32,42% menamatkan Sekolah Dasar (SD) kemudian 29% tidak tamat SD.
Sementara itu, 10,60% yang tamat Sekolah Menengah (SM) sederajat, 9,62% yang tamat SMP sederajat dan hanya 6,77% yang pernah menempuh perguruan tinggi.
Berbanding Terbalik
Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga tidak sependapat dengan pandangan pasangan yang tidak menginginkan keturunan atau childfree yang disampaikan seorang selebgram baru-baru ini.
"Tentunya KemenPPPA tidak akan mendukung yang seperti itu," kata Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Eni Widiyanti.
Cara pandang seperti itu dinilainya berbanding terbalik dengan visi misi KemenPPPA. Menurut Eni, KemenPPPA memiliki misi agar dapat menjaga keberlangsungan bangsa di masa depan.
"Suatu bangsa itu, kan, ada penduduk, ada perempuan, ada laki-laki dengan segala usia, kondisi. Kalau ternyata ada yang memutuskan enggak mau punya anak, terus KemenPPPA mendukung, bisa punah bangsa ini," kata Eni Widiyanti.
Eni Widiyanti mengatakan, pemerintah justru berupaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
"Misalnya dari segi kenapa stunting itu penting banget untuk diatasi, ya karena begitu anak lahir, dia stunting karena kurang gizi yang disebabkan ibunya waktu nikah masih usia anak-anak. Itu concern kita terhadap keberlangsungan bangsa," kata dia.
Eni menuturkan, bila kualitas anak-anak yang dilahirkan sehat serta dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, maka negara akan diuntungkan dengan kualitas generasi masa depan yang baik.