04 Januari 2024
12:12 WIB
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Rendi Widodo
JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, pada agenda Weekly Brief perdana tahun 2024 yang berlangsung Rabu (3/1), tidak hanya mengungkap data pergerakan wisata Nataru 2023, tapi juga pembaruan angka kunjungan wisatawan di bulan November lalu.
Diungkapkan bahwa dengan adanya peningkatan kunjungan yang sudah melampaui target, salah satu kawasan unggul yang menjadi favorit dan banyak dikunjungi baik oleh wisman dan wisnus adalah Bali, yang berada di posisi kedua setelah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sandi juga menyebut, jika angka kunjungan yang terjadi di tahun 2019 ini sudah kembali ke basis tolak ukur sebelum pandemi di tahun 2019.
“Kalau kita lihat secara kumulatif telah mencapai hampir 750 juta perjalanan wisnus, ini berarti meningkat hampir 15% dibandingkan dengan 2019. Berarti kita sudah di atas angka base, yaitu sebelum pandemi,” paparnya.
Di lain sisi, meningkatnya kunjungan wisata ke Indonesia khususnya Bali, yang disebut sebagai salah satu destinasi paling banyak dituju justru mendapat penilaian dan pandangan tersendiri dari World Travel and Tourism Council (WTTC), atau Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia.
Belakangan WTTC memasukkan Bali, sebagai salah satu destinasi dalam daftar tempat yang dinilai mengalami overtourism, atau kunjungan dan aktivitas pariwisata yang berlebihan sepanjang Januari-November 2023. Bersama Bali, deretan destinasi yang dinilai mengalami hal serupa di antaranya Paris, Phuket, dan Amsterdam.
Fenomena Overtourism di Bali
Menilik maknanya, overtourism sendiri digunakan untuk mendefinisikan keadaan di mana sebuah destinasi menerima terlalu banyak wisatawan yang melebihi kapasitas atau kemampuannya.
Memang, tingginya angka wisatawan adalah berkah, namun kunjungan di luar kapasitas barang tentu menimbulkan sejumlah masalah seperti polusi, kebisingan, kemacetan, tingkat kriminalitas, serta terganggunya ketertiban dan kenyamanan tidak hanya bagi wisatawan, tapi masyarakat lokal sendiri.
Hal tersebut yang nyatanya jika diperhatikan memang terjadi di Bali, dalam beberapa waktu terakhir. Selain kemacetan dan permasalahan lalu lintas, bukan satu atau dua kali terjadi insiden konflik antara wisatawan dan warga lokal yang banyak disorot, khususnya dari kalangan wisman.
Secara spesifik, Bali yang erat dengan budaya dan kepercayaan Hindu, kerap mengalami konflik dengan para wisman yang melanggar etika di sejumlah destinasi yang disucikan, mulai dari berkata tak selayaknya, menyentuh monumen suci, dan perilaku lainnya.
Kondisi ini yang kemudian mendorong lahirnya kebijakan retribusi sebesar Rp150 ribu bagi wisman yang hendak memasuki Bali, dan akan secara resmi berlaku mulai tanggal 14 Februari mendatang.
Sementara mengenai tingginya angka kunjungan, dalam kesempatan yang sama Menparekraf Sandi mengaku pihaknya menaruh perhatian lebih atas penilaian overtourism dari WTTC, dan akan mengupayakan agar kebijakan yang sudah ditetapkan dapat berjalan dengan baik.
"Masalah overtourism menjadi catatan kami, sebenarnya dari jumlah wisatawan dibandingkan dengan 2019 ini masih di bawah sekitar 30%, berarti ke depan kita harus pastikan seiring dengan penetapan biaya Rp150 ribu untuk wisman ini, masalah lalu lintas, sampah, dan juga pariwisata di Bali bisa kita hindari dari overtourism," pungkasnya.