15 April 2023
08:13 WIB
JAKARTA - Masyarakat di Indonesia nyatanya tetap mempertahankan tradisi membeli baju baru untuk dikenakan pada Hari Raya Idulfitri. Tahun ini, kesemarakan pusat perbelanjaan begitu terasa, setalah selama tiga tahun belakangan gairahnya terlihat berkurang karena pembatasan pergerakan akibat pandemi.
Mengutip Antara, Sabtu (15/4) Arini Khazanatus Zahra (24), seorang pegawai swasta, sibuk mencari pakaian baru untuk dirinya dan keluarganya yang akan dikenakan untuk lebaran.
"Pakaian yang saya cari adalah pakaian yang nyaman dipakai. Bahannya harus lembut, dan yang terpenting untuk kami semua, termasuk orang tua, kakak, dan adik harus memakai warna yang sama. Desain pakaian boleh berbeda, tetapi setidaknya warnanya harus sama," kata Arini di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.
Mengenakan baju baru pada Hari Raya Idul Fitri sudah menjadi tradisi bagi Arini dan keluarganya sejak dirinya masih kecil. Bagi Arini dan sebagian besar masyarakat Indoensia, perayaan Hari Raya Idulfitri atau Lebaran tidak hanya soal menyiapkan berbagai hidangan spesial, seperti ketupat dan opor ayam, tetapi juga berkaitan dengan tradisi membeli baju baru yang telah begitu mengakar.
Banyak yang mengatakan kebiasaan ini sudah menjadi norma budaya di Indonesia. Seperti kata Arini, merayakan Lebaran tidak akan lengkap tanpa membeli baju baru.
Perempuan yang merupakan penggemar fesyen Muslim itu mengaku tidak sembarangan, dalam memilih warna, karena dirinya ingin selalu mengikuti tren warna.
"Tahun ini banyak industri fesyen yang menawarkan tren warna yang berani dan cerah, antara lain lilac, mustard, dan electric blue. Sayalah yang paling modis di keluarga saya, jadi anggota keluarga yang lain hanya mengikuti pilihan saya," kata warga Jakarta Timur itu.
Tak jauh berbeda dengan Arini, Adisti Syafitri (26), juga mengikuti tren busana Muslim selama bertahun-tahun, khususnya saat Lebaran. Dia selalu menyukai warna-warna bumi yang hangat.
"Tahun ini, saya berencana mengenakan blus panjang berwarna abu-abu lilac dengan beberapa brokat metalik dan hijab berwarna merah maroon. Dan sekarang saya masih mencari sepatu yang pas untuk dipadukan dengan pakaian saya," tuturnya.
Tren Busana
Perancang busana Muslim Indonesia Khanaan Shamlan mengatakan, tren busana Lebaran tahun ini cenderung sederhana dan tidak berlebihan.
"Karena semakin banyak orang lebih memilih untuk membeli pakaian baru yang juga bisa dipakai untuk acara-acara lain, tidak hanya untuk Lebaran saja," ujar Khanaan.
Ia menuturkan, beberapa tahun lalu, busana Lebaran identik dengan bahan-bahan yang berat dengan banyak hiasan renda. Namun, seiring berjalannya waktu, orang-orang semakin menyadari pentingnya memilih pakaian dengan bahan yang lebih ringan agar nyaman dipakai sepanjang hari.
"Jelang Hari Lebaran masyarakat perlu memilih pakaian yang nyaman dipakai, termasuk memilih model hijab yang simpel," serunya.

Bagi banyak orang, mengenakan pakaian baru merupakan bagian dari ibadah. Untuk seorang Adisti, dalam memilih busana Lebaran, ia mengaku tidak terlalu memperhatikan warna. Tetapi yang pasti, apa yang dipakai dari kepala hingga ujung kaki harus serba baru.
"Ayah saya selalu mengatakan, kita harus memakai pakaian terbaik kita saat Lebaran. Sebenarnya, 'terbaik' tidak harus berarti 'baru', tetapi biasanya kita menganggap pakaian terbaik kita adalah pakaian yang baru. Selama kita mampu membeli baju baru, kenapa tidak?" kata Adisti yang merupakan seorang mahasiswa pascasarjana di sebuah universitas swasta di Jakarta.
Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo mengatakan, fenomena membeli baju baru untuk Lebaran di Indonesia memiliki makna religius dan kultural. Umat Muslim yang merayakan Idulfitri dianggap berhasil "membersihkan" diri selama bulan puasa Ramadan.
Sebagai imbalannya, mereka menerima pengampunan dari Tuhan dan terlahir kembali dengan jiwa yang lebih bersih.
"Hari Raya Idul Fitri, yang melibatkan tradisi saling meminta dan memberi maaf, serta dilambangkan dengan mengenakan pakaian baru sebagai lambang kelahiran kembali ke dunia dengan diri yang lebih bersih," kata Prasodjo.
Oleh karena itu, lanjutnya, wajar jika kita melihat masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke atas, berbondong-bondong membeli banyak baju baru untuk hari besar tersebut. Di sisi lain, pemerintah juga mendorong masyarakat membeli barang-barang baru untuk merayakan hari Lebaran.
Bulan lalu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memerintahkan semua kepala daerah di seluruh Indonesia untuk mendorong masyarakat untuk berbelanja dan meningkatkan konsumsi rumah tangga, khususnya menjelang Lebaran. Hal ini menurutnya akan membantu menggerakkan perekonomian nasional.
Berkah Buat Pedagang
Periode Lebaran sendiri, menajdi berkah buat para pedagang. Sejumlah pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, misalnya, mengalami peningkatan omzet penjualan mendekati Lebaran
Al, penjual pakaian pria yang sebelum Ramadan hanya mendapatkan omzet Rp2 juta per hari, kini bisa mendapatkan hingga Rp12 juta per hari selama berjualan di bulan puasa, terutama menjelang lebaran.
"Selama Bulan Ramadan, omzet penjualan saya bisa sampai Rp11-12 juta pada hari-hari biasa. Kalau saat akhir pekan, pembeli lebih ramai lagi. Di tempat saya paling ramai pembeli itu ketika satu pekan sebelum Ramadan," kata Al, penjual pakaian pria di Pasar Tanah Abang, Kamis (14/4).
Al menuturkan, omzet penjualannya yang demikian dikarenakan memang kebutuhan pakaian selama Ramadan yang tinggi. Sehingga masyarakat tetap membeli pakaian yang dijualnya seharga Rp150-250 ribu.
"Sebelum Ramadan pembelinya lumayan sepi, dan omzet penjualan biasanya tidak sampai Rp2 juta per hari. Fokus penjualan saya memang pada dua bulan sebelum Ramadhan. Tergantung kebutuhan orang-orang juga," ungkap Al sambil melayani pengunjung stand jualannya.
Menurut cerita Al, ia hanya menjual atasan pria, seperti hoddie, jaket, bomber, parasut dan ada beberapa lagi, tetapi tidak termasuk kaos. "Yang sedang laku keras itu hoddie dan jaket-jaket outdoor," kata Al.
Demikian halnya dengan Bram, seorang penjual gamis atau busana muslim untuk perempuan dewasa dan anak-anak.
"Selama bulan Ramadan, omzet penjualan saya berkisar antara Rp1,5-2 juta pada hari-hari biasa, yang sebelumnya berkisar antara Rp700 ribu-1,5 juta. Kalau Sabtu/Minggu bisa hingga Rp3 juta," ungkap Bram.
Madin, seorang penjual pakaian anak-anak juga mengatakan, omzet penjualannya naik selama bulan Ramadan. "Bisa Rp6 juta pada hari-hari biasa, dan kalau Sabtu/Minggu bisa sampai 10 juta rupiah. Di tempat saya yang paling laku itu jenis pakaian kiyowo," kata Madin.
Madin mengaku, pengunjung standnya paling ramai saat pekan kedua Ramadan. "Omzet saya bisa sampai Rp15 juta pada saat akhir pekan. Semoga akhir pekan nanti ramai lagi. Apalagi Ramadan sudah hampir berakhir," tutur Madin.