31 Juli 2024
20:37 WIB
Belal Muhammad, Pejuang Palestina Di Atas Ring UFC
Belal Muhammad mengukir sejarah sebagai orang Palestina pertama yang berhasil menjadi juara dunia dan menjadi bukti nyata eksistensi negaranya.
Penulis: Arief Tirtana
Editor: Rendi Widodo
Petarung asal Palestina Belal Muhammad. Dok Instagram @bullyb170
JAKARTA – Setelah melalui pertarungan lima ronde yang melelahkan, Belal Muhammad tak lagi kuasa menahan tangis, ketika akhirnya namanya disebut dan wasit mengangkat lengan kanannya, tanda keluar sebagai pemenang laga Kelas Welter UFC 304 yang berlangsung di Manchester Inggris, Sabtu (27/7).
Dengan wajah yang sudah babak belur, Belal yang masih juga bercucuran darah dan air mata, langsung bersimpuh di atas ring, melakukan sujud syukur atas keberhasilannya merebut gelar juara Kelas Welter UFC dari tangan Leon Edwards.
Buat Belal, keberhasilan ini merupakan hal yang sangat spesial. Terlebih sebelumnya, dia sempat gagal merebut gelar tersebut dari tangan Leon Edwards pada 2021 silam. Kala itu, di laga UFC Fight Night 187, dia terpaksa mundur dalam pertandingan meski baru memasuki ronde kedua karena mengalami masalah mata setelah tak sengaja tercolok jempol Edwards. Pertandingan pun diputuskan tanpa pemenang.
Nah, titel juara kali ini pun lebih dari sekadar capaian pribadinya. Gelar juara Kelas Welter UFC ini juga merupakan persembahannya bagi rakyat Palestina yang hingga kini masih harus berjibaku dengan perang tak berkesudahan.
Sebab dengan gelar juaranya ini, Belal Muhammad menjadi orang Palestina pertama yang berhasil menjadi juara di kejuaraan seni bela diri campuran paling bergengsi di dunia tersebut.
"Ini untuk keluarga saya, rakyat saya, dan Palestina. Mereka yang sedang berjuang dalam pertarungan sesungguhnya. Insyaallah, saya akan membuat mereka tersenyum," kata Belal usai memastikan gelar juara.
Perjuangan Dari Atas Ring UFC
Lahir di Chicago 9 Juli 1988, Belal Muhammad sejatinya sudah menjadi Warga Negara Amerika Serikat sejak dilahirkan. Namun, darah Palestina mengalir deras dalam tubuhnya, sebab kedua orang tuanya merupakan imigran asli dari Al-Bireh, Palestina, yang puluhan tahun lalu cukup beruntung bisa hijrah mengadu peruntungan ke Negeri Paman Sam.
Darah Palestina yang mengalir dari kedua orang tuanya itulah yang membuat Belal tak sedikitpun mau melupakan dari mana ia berasal. Jadi dalam setiap kesempatannya di panggung UFC, dia selalu menyuarakan mengenai nasib rakyat Palestina. Selain itu, bendera Palestina juga tak tak pernah sekalipun lupa dia bawa, sebelum hingga selesai menjalani pertandingan.
Selain itu, dia juga sengaja memakai julukan "Remember The Name", yang menurutnya, itu merupakan perlambang agar selalu ingat dari mana berasal.
"Ketika saya memikirkan 'Remember The Name', itu melambangkan seperti nama saya, dan juga seperti Palestina. Saya tidak ingin melupakan asal saya, melupakan asal keluarga saya," kata petarung 36 tahun itu.
Dalam sebuah kesempatan sebelum bertanding melawan Demian Maia di laga UFC 263, Juni 2021 lalu, Belal sempat mengungkapkan alasannya terus membawa identitas Palestina di setiap kesempatan.
Hal itu dikarenakan dia sadar betul mengenai posisinya saat ini. Dia memanfaatkan kepopuleran UFC di seluruh dunia dan banyaknya sorotan yang mengarah kepadanya. Dia melihat, tak banyak atlet Palestina yang punya panggung untuk bisa membawa bendera bangsanya bisa dilihat banyak orang.
Terlebih beberapa tahun belakangan, tensi perang yang berkecamuk di Timur Tengah berkali-kali memuncak. Jadi dia merasa sangat perlu untuk membawa bendera Palestina di posisi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka memang ada, bahwa Palestina adalah sebuah negara, dan ada orang-orang nyata yang berjatuhan menjadi korban ada di sana.
"Sekarang saya memiliki suara untuk orang-orang yang tidak memiliki suara, untuk orang-orang yang dunia ingin Anda lupakan. Jadi ketika saya terus menyoroti hal itu, merupakan upaya untuk meningkatkan moral mereka, mengangkat hati mereka. Saya akan melakukan apa pun yang saya bisa," yakin Belal.
Petarung dengan latar belakang bela diri Jiu-Jitsu itu juga berharap, setidaknya, ketika membawa bendera Palestina, bisa memastikan dunia mengingat tanah airnya saat mereka melihat ke arahnya.
Jadi ketika akhirnya, dia berhasil meraih kemenangan, orang-orang juga bisa melihatnya sebagai kemenangan Palestina.
Lebih dari itu, prestasi yang ditujukannya di panggung UFC juga diharapkan bisa membuka mata dunia terhadap bagaimana sebenarnya agama Islam. Karena sebagai orang yang dibesarkan di Amerika Serikat, dia telah menyaksikan sendiri dan mengalami pandangan negatif sebagian orang terhadap umat Islam.
Sebab itu dia ingin dapat mengubahnya dengan cara yang positif. Cara yang juga diharapkannya bisa ditujukan oleh banyak penggemarnya kini, khususnya mereka yang juga beragama Islam.
"Dengan adanya penggambaran negatif tentang Islam di media, ini memberi kita semua kesempatan untuk mengekspresikan wajah Islam yang sebenarnya," pesan Belal ketika ia berhadapan dengan Takashi Sato dalam pertarungan kelas welter UFC 242 di Abu Dhabi tahun 2019 silam.

Peace Collective
Tidak hanya berhenti menyuarakan nasib rakyat Palestina di atas ring UFC, Belal juga terkenal sebagai sosok yang aktif menyuarakan dukungan terhadap Palestina di berbagai cara dan kesempatan.
Di media sosial, misalnya, dia terkenal vokal menyuarakan pembelaan setiap terjadi penyerangan terhadap masyarakat sipil di negara asalnya tersebut.
Belal juga aktif melakukan gerakan nyata untuk bisa meringankan saudara-saudaranya yang kurang beruntung di Palestina. Salah satu caranya dengan membentuk organisasi kemanusiaan yang disebut 'Peace Collective'.
Lewat Peace Collective, dia membuat label pakaian yang diberi nama "P/C x Belal Muhammad". Label ini memproduksi dan menjual pakaian, dari t-shirt, sweater, celana pendek hingga topi dengan desain yang mengusung pola keffiyeh tradisional Palestina. Termasuk simbol dan kata-kata kuat yang menunjukkan perjuangan menegakkan perdamaian di negaranya itu.
Belal pun memastikan, setengah dari hasil penjualan produk dari P/C x Belal Muhammad akan diberikan untuk membantu anak-anak Palestina, melalui lembaga amal Palestinian Children's Relief Fund. Hasil penjualan yang dialokasikan untuk anak-anak Palestina itupun secara berkala dilaporkan melalui halaman Children's Relief Fund.
"50% dari keuntungan dari pakaian ini mendukung Dana Bantuan Anak-Anak Palestina, membantu menyediakan bantuan kemanusiaan," tertulis jelas dalam halaman website penjualan P/C x Belal Muhammad.
Sebelum pertarungan melawan Leon Edwards, Belal Muhammad pun dikabarkan telah membantu seorang anak Palestina berusia dua tahun, bernama Jood Ahmad Damo.
Jood sebelumnya tinggal di Gaza bersama kedua orang tuannya, namun sebuah serangan brutal tentara Israel membuat sang ibu tewas. Sementara dia mengalami masalah pada bagian tempurung lututnya, sehingga harus mengalami perawatan medis lebih lanjut.
Melalui Program Perawatan PCRF di Luar Negeri, Belal akhirnya memutuskan untuk membawa Jood beserta sang Ayah, untuk menjalani perawatan di Amerika Serikat. Jood hingga kini telah hidup damai sekitar enam bulan bersama Belal di Chicago.
"Kami sangat berterima kasih kepada Belal atas dedikasinya untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi anak-anak seperti Jood. Bersama-sama, kita dapat membawa harapan dan senyuman bagi lebih banyak anak muda," tulis PCRF dalam websitenya.
Kecanduan Tarung Bebas
Jika melihat latar belakang Belal sebagai orang keturunan Timur Tengah, potensinya untuk bisa bahkan sekedar menembus panggung UFC, jelas bukan hal yang mudah. Terbukti selain Belal, tak ada lagi petarung keturunan Arab yang bisa masuk ke kejuaraan tarung bebas paling bergengsi di dunia itu.
Belal sendiri mengakui, secara fisik, orang Arab seperti dirinya, tak dibekali kemampuan lebih, selayaknya orang-orang dari wilayah Dagestan tempat Khabib Nurmagomedov berasal atau dari Meksiko, atau wilayah Eropa lainnya.
Apa lagi jika melihat ke belakang, Belal sebenarnya bukan sosok yang sejak awal telah dilatih untuk bisa bersaing di olahraga tarung bebas. Karena sejak remaja, meski sempat bergabung ke klub gulat sekolah, dia justru lebih dulu jatuh cinta pada olahraga basket.
Belal muda saat itu, bahkan lebih memilih untuk sekadar menjadi pelajar, dan berusaha melanjutkan kuliah hukum di University of Illinois di Urbana-Champaign.
Namun, di tengah masa depannya yang masih sangat abu-abu kala itu, Belal melihat sebuah poster di koran lokal mengenai pertandingan Strikeforce yang melibatkan petarung MMA asal Chicago, Louis Taylor.
Louis Taylor sendiri merupakan pelatih yang pernah mengajar Belal ketika berada di tim gulat sekolahnya. Poster itu membuatnya cukup terkejut. Sosok yang dulu pernah melatihnya, saat itu mulai terkenal dan menjalani karier profesional di dunia tarung bebas.
Seketika itu juga Belal kemudian mencoba menghubungi Taylor yang dengan senang hati langsung mengundangnya datang ke sasana tempatnya berlatih. Di mana dari yang sekadar datang untuk melihat-lihat, Belal ternyata justru tertarik untuk ikut berlatih, hingga akhirnya secara rutin, datang ke sasana tersebut untuk berlatih sepulang dari sekolah.
"Orang-orang kecanduan judi. (Namun) saya kecanduan olahraga ini," kata Belal.
Tak butuh lama dari awal ia mulai rutin berlatih, beberapa bulan kemudian Taylor sudah menawarkannya untuk bertanding di level amatir. Tawaran yang tanpa ragu langsung disetujui oleh Belal.
"Pertama kali bertarung di level amatir, dan setelah saya mengangkat tangan sebagai petarung amatir, saya seperti, 'Wah, saya ketagihan!" ungkapnya.
Dari situ, Belal mengaku, hari-harinya hanya dipenuhi dengan bernapas dan menjalani olahraga ini. Bahkan dia berani menjamin, hal ini bukan hanya sebatas melebih-lebihkan, melainkan sebuah tekad sungguh-sungguh yang sepenuhnya ia jalani.
Terbukti kemudian, setelah dia mulai terjun ke level profesional, kariernya semakin menanjak. Puncaknya pada 2016, dia berhasil menjadi Juara Kelas Welter Titan Fighting Championships, usai mengalahkan Steve Carl dengan TKO.
Dipinang UFC
Kemenangan itulah yang juga akhirnya membuat dia dipinang untuk masuk ke UFC. Tawaran yang tanpa ragu langsung diterimanya. Meski sebenarnya sejak awal Belal mengaku sama sekali tak memiliki keyakinan besar untuk bisa bersaing di level tertinggi olahraga ini, masuk UFC.
"Pada awalnya, saya tidak ingin masuk ke UFC dan dipermalukan," terangnya.
Tetapi setelah mempertimbangkan segala kemungkinannya, Belal setuju bergabung ke UFC. Di mana laga pertama langsung harus ia jalani untuk menggantikan Nordine Taleb melawan Alan Jouban pada 7 Juli 2016. Dengan keraguan yang masih ada di benaknya, pada laga debutnya itu Belal gagal meraih kemenangan atas Nordine Taleb.
Dia baru berhasil mencuri kemenangan di laga kedua pada tanggal 17 September 2016, melawan Augusto Montaño. Tetapi dua bulan kemudian melawan Vicente Luque pada babak pendahuluan UFC 205 di Madison Square Garden, ia kembali menderita kekalahan.
Kekalahan yang membuatnya semakin berada di persimpangan, antara mau melanjutkan kariernya di UFC atau tidak.
"Saya kalah dari Luque dan itu adalah persimpangan jalan yang sesungguhnya, di mana muncul pertanyaan 'Apakah saya pantas di sini? Apakah saya tidak pantas di sini? Apakah saya cukup baik untuk berada di sini?" kenang Belal.
Di tengah keraguannya itu, belal tetap berlatih dengan keras dan berupaya memikirkan strategi yang tepat agar dia tetap bisa memberikan hasil terbaik dan bertahan di UFC.
Hasilnya terbukti, pada pertandingan selanjutnya melawan Randy Brown pada Februari 2017, dia sukses mencuri kemenangan meyakinkan dengan poin 11-2.
Dari situ, posisinya Belal Muhammad mulai aman di UFC. Kariernya pun terus meningkat dengan kemenangan demi kemenangan yang berhasil direngkuh. Di mana praktis hanya satu kali kekalahan yang dia derita, yakni ketika dikalahkan Geoff Neal pada laga UFC 19 Januari 2019.
Sejak itu, tak sekalipun Belal Muhammad tersentuh kekalahan, hingga akhirnya berhasil menemui pucuk tertinggi mimpinya, menjadi Juara Dunia Kelas Welter di UFC.