c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

11 November 2025

10:14 WIB

Belajar Mendengarkan Diri Di Tengah Kesibukan Hari

Dalam menjalani kesibukan aktivitas harian, terkadang kita tak menyadari kalau sebenarnya tubuh sudah berteriak tapi kita mengabaikannya. Kita cenderung fokus pada pekerjaan yang menjadi rutinitas.

Penulis: Annisa Nur Jannah

<p>Belajar Mendengarkan Diri Di Tengah Kesibukan Hari</p>
<p>Belajar Mendengarkan Diri Di Tengah Kesibukan Hari</p>

Ilustrasi lelah dengan pekerjaan. Freepik

 JAKARTA - Di tengah ritme hidup yang serba cepat, banyak dari kita berusaha keras menyeimbangkan segala hal mulai dari pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, hingga waktu untuk diri sendiri. Setiap hal terasa penting, setiap tugas seolah mendesak.

Namun, tanpa disadari, ketika semua hal dianggap prioritas, ada satu hal yang justru paling mudah terabaikan yakni diri kita sendiri.

“Kalau semuanya prioritas, akhirnya kita merasa tidak penting,” ujar wellness practitioner, Rahne Putri.

Menurutnya, tubuh dan pikiran adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling terhubung dan bekerja sebagai satu kesatuan.

"Padahal tubuh kamu itu penting sekali. Tubuh dan pikiran bekerja bersama-sama. Kalau salah satunya diabaikan, keseimbangan kita ikut terganggu,” tuturnya.

Rahne menjelaskan bahwa dalam keseharian, kita lebih sering mendengarkan suara dari luar baik itu deadline, pesan pekerjaan, ekspektasi orang lain, tanpa sempat berhenti untuk mendengarkan tubuh sendiri. Padahal, tubuh terus berbicara, lewat rasa lelah, tegang, atau napas yang terasa berat.

Salah satu cara sederhana untuk mulai mendengarkan tubuh adalah dengan bernapas perlahan. Menurutnya, bernapas dengan perlahan itu merupakan latihan kecil, tapi sangat berarti.

"Saat kita memperlambat napas, kita sebenarnya sedang mengajak tubuh untuk tenang. Napas adalah jembatan antara pikiran dan tubuh,” ungkap Rahne.

Ia mengibaratkan hubungan antara pikiran dan tubuh seperti kerja tim. Pikiran punya to-do list, rencana, dan target. Tubuhlah yang menjalankan semua itu, dan karena itu, perlu diajak bicara.

"Ngomong sama badan itu penting. Kita punya otak, punya badan, dan keduanya perlu saling memahami. Kayak teamwork. Jadi, ketika pikiran punya daftar tugas, tubuh juga harus diajak bicara, apakah kamu siap, apakah kamu bisa, apa yang kamu butuhkan,” jelasnya.

Menurut Rahne, memberi jeda singkat di tengah kesibukan seperti mengambil napas dalam, menenangkan diri, mendengarkan suara hati adalah cara sederhana untuk menciptakan keselarasan antara tubuh dan pikiran.

"Jeda kecil itu penting sekali. Saat kita diam dan mendengarkan suara dari dalam, tubuh dan pikiran bisa kembali selaras,” tambah Rahne.

Lebih jauh, Rahne menyoroti kebiasaan banyak orang yang tanpa sadar menghakimi diri sendiri. Banyak orang punya adiksi untuk men-judge diri sendiri dengan narasi yang buruk seperti merasa kurang produktif, disiplin, baik. Padahal, pola pikir seperti itu membuat energi seseorang menjadi rendah.

"Berhentilah menghakimi diri. Coba ajak diri sendiri ngobrol dengan afirmasi positif. Misalnya, ‘Kamu sudah berusaha,’ atau ‘Tubuhku butuh istirahat, dan itu tidak apa-apa.’ Itu juga bentuk latihan kesadaran,” tuturnya.

Bagi Rahne, kesadaran tidak datang dalam sekejap. Ia tumbuh dari latihan kecil yang dilakukan secara terus-menerus mulai dari menarik napas perlahan, berhenti sejenak di tengah kesibukan, hingga mengubah cara kita berbicara pada diri sendiri.

"Kita perlu latihan sekecil apa pun. Ajak diri sendiri bicara dengan lembut itu bagian dari proses sadar. Tubuh kita selalu mendengarkan. Jadi, kenapa tidak kita beri bahasa yang menenangkan?” katanya.

Melalui pesan sederhana itu, Rahne mengingatkan bahwa keseimbangan bukan sesuatu yang harus dicapai secara sempurna. Ini merupakan konsep sebuah hubungan yang terus dijaga antara tubuh, pikiran, dan kesadaran diri.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar