20 Desember 2024
15:01 WIB
'Bau' Sensor Di Balik Batalnya Pameran Tunggal Yos Suprapto
Pameran lukisan dari seniman Yos Suprapto yang sejatinya digelar Kamis (19/12) di Galeri Nasional, dibatalkan. Usus punya usut, inidikasinya adanya ketidaksepakatan antara seniman dan kurator.
Penulis: Andesta Herli Wijaya
Editor: Satrio Wicaksono
Galeri Nasional Indonesia. Sumber foto: museum.co.id
JAKARTA – Seniman Yos Suprapto dijadwalkan berpameran di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, bulan ini. Namun tepat ketika hendak dibuka pada Kamis, 19 Desember 2024, Galeri Nasional mengumumkan pameran tersebut ditunda karena faktor teknis.
Selidik punya selidik, ternyata ada masalah ketidaksepakatan tematik di belakang layar. Ada perdebatan antara seniman dan kurator yang ditunjuk, Suwarno Wisetrotomo, soal kelayakan beberapa karya untuk masuk dalam katalog pameran.
Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Indonesia, Jarot Mahendra mengatakan, pihaknya berupaya memfasilitasi dialog antara seniman dan kurator untuk mencari solusi bersama. Namun, kesepakatan antara kedua pihak disebut tak tercapai hingga pameran akan dibuka.
'Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat penundaan ini dan berharap dapat menyambut publik kembali di pameran Galeri Nasional Indonesia lainnya di masa depan,” ungkap Jarot dalam keterangannya yang diterima, Jumat (20/12).
Terpisah, kurator Suwarno Wisetrotomo mengatakan bahwa ada dua karya yang diboyong Yos Suprapto untuk dipamerkan, namun tidak sesuai dengan tema pameran "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan". Dua karya yang dimaksud, yang menampilkan figur pejabat negara, menurut dia berpotensi memecah fokus narasi pameran yang menyoroti tema pangan.
Selain itu, Suwarno juga melihat nilai karya tersebut cenderung hanya bermakna ‘makian’, tanpa ada tendensi memperkuat tema pameran secara keseluruhan.
"Menurut pendapat saya, dua karya tersebut ‘terdengar’ seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya,” ungkap Suwarno dalam sebuah pernyataan.
Dari keterangan Suwarno, terbaca bahwa batalnya pameran ini semata karena ketidaksepakatan kuratorial. Namun, ada perspektif berbeda saat menyimak keterangan sang seniman, Yos Suprapto, yang mengindikasikan adanya sensor atas karya seni oleh kurator yang bekerja untuk institusi seni di bawah kelolaan pemerintah, dalam hal ini Museum dan Cagar Budaya (Indonesian Herigate Agency), Kementerian Kebudayaan.
Galeri Nasional Indonesia menyatakan komitmen lembaga untuk terus mendukung keberagaman ekspresi seni ruang publik. Namun menurut Yos Suprapto, ada upaya untuk membatasi gagasan dan suara seniman di Galeri Nasional.
Beberapa saat setelah pameran dibatalkan, tersiar pernyataan Yos Suprapto yang memuat indikasi pembatasan ekspresi seni di Galeri Nasional. Validnews mengkonfirmasi kepada Yos soal itu, dan dia membenarkan.
Dari sisi Yos, penundaan (atau lebih tepatnya pembatalan) pameran “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” adalah bentuk pembatasan. Dan dia tak bisa berkompromi dengan upaya pembatasan kebebasan berkesenian, apalagi di area institusi representasi negara.
Dari versi seniman, ada lima karya yang dipermasalahkan dan diminta untuk diturunkan oleh kurator dan juga pihak yang mewakili Museum dan Cagar Budaya yang menaungi Galeri Nasional. Kelima karya tersebut menampilkan figur pejabat yang pernah sangat populer di Indonesia. Jika merujuk foto-foto gambar yang tersiar di kalangan awak media, figur yang dimaksud adalah sosok Joko Widodo, Presiden RI ke-7, dalam berbagai penggambaran yang berkaitan dengan politik, kekuasaan dan rakyat.
Lima karya yang dianggap tidak sejalan dengan tema pameran tersebut, menurut Yos justru memberi narasi penguat dan konteks bagi karya-karya lainnya dalam pameran. Karena itu, Yos pun kukuh dengan pendiriannya untuk tetap menyertakan karya-karya tersebut. Jika tidak, pikir Yos, lebih baik tak usah berpameran.
"Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan," ucap Yos Suprapto.
Sejauh ini keterangan dari pihak seniman, kurator dan Galeri Nasional cenderung berbeda dalam menjelaskan peristiwa batalnya pameran. Namun jika memang ada upaya sensor oleh Galeri Nasional atau Museum dan Cagar Budaya, maka ini akan menjadi kasus sensor pertama oleh negara untuk karya seni, di era kepemimpinan Prabowo Subianto.