c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

09 Juni 2025

09:48 WIB

Batik AI, Upaya Menjawab Tantangan Pelestarian dengan Teknologi Baru

Teknologi kecerdasan buatan atau AI dimanfaatkan untuk menghasilkan bentuk-bentuk visual batik baru yang akan dilukis ke kain oleh perajin.

Editor: Andesta Herli Wijaya

<p>Batik AI, Upaya Menjawab Tantangan Pelestarian dengan Teknologi Baru</p>
<p>Batik AI, Upaya Menjawab Tantangan Pelestarian dengan Teknologi Baru</p>

Para peserta Kampung Batik AI di Cirebon mengamati visual batik hasil AI. Dok: APPBI.

JAKARTA - Teknologi artificial intelligence atau AI telah sampai ke dunia kriya batik. Para perajin mencoba memanfaatkan kecanggihan AI untuk menghasilkan desain dan motif-motif bati baru, sehingga bisa memperkaya ragam batik Indonesia.

Inisiatif itu dimulai di Cirebon, salah satu kota yang dikenal sebagai pusat batik Indonesia. Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB), Yayasan Batik Indonesia (YBI) serta Paguyuban Perajin dan Pengusaha Batik Cirebon (P3BC), berkolaborasi meluncurkan "Kampung Batik AI" di Desa Panembahan, Cirebon, beberapa waktu lalu.

Ketua Umum APPBI, Komarudin Kudiya mengatakan, Kampung Batik AI merupakan inisiatif untuk menjawab tantangan pelestarian budaya dengan teknologi baru. Alih-alih menggantikan peran manusia, AI disebut mampu menjadi alat yang akan memperkuat inovasi para perajin batik ke depannya.

"Kampung Batik AI adalah upaya terstruktur untuk menjadikan AI sebagai partner dalam melahirkan inovasi desain batik yang tetap berpijak pada nilai-nilai tradisional. Para perajin batik dengan memiliki tacit experience dan tacit knowledge akan lebih mampu menghadirkan batik tradisional yang semakin menarik," ungkap Komarudin kepada Validnews, Sabtu (7/6).

Dia menjelaskan, adaptasi teknologi bukanlah sesuatu yang tabu di dunia kerajinan, khususnya kerajinan batik. Dari masa ke masa, para perajin selalu beradaptasi dengan perkembangan zaman, berinovasi dalam berbagai aspek dengan beragam teknologi yang membantu mereka dalam bekerja. Dari teknologi konvensional seperti kompor gas hingga yang berwujud digital semacam AI.

Maka itu, Komarudin menilai pemanfaatan AI pada aspek penciptaan desain batik akan membawa kemajuan signifikan bagi industri kriya batik ke depannya. Pasalnya, dengan AI, puluhan desain batik bisa dibuat hanya dalam waktu beberapa saat saja.

Dia menegaskan, adaptasi AI merupakan langkah untuk menjawab tantangan pelestarian. Pasalnya, hari ini sudah semakin sedikit ahli gambar, alias orang-orang yang mampu menciptakan desain motif batik baru.

"Awalnya ini berangkat dari fakta di beberapa daerah sekarang semakin berkurangnya orang-orang yang bisa mengkreasikan ragam hias batik. Kami sendiri di Cirebon, guru-guru kami yang bisa menggambar itu semakin langka, habis semua, nggak ada generasi yang kreatif memunculkan ragam-ragam hias yang baru," jelas Komarudin.

"Dengan AI, ini kemudian akan membawa peningkatan, terutama regenerasi orang yang ahli gambar, Karena AI mewujudkan desain-desain baru. Keluarga saya yang bisa gambar udah habis semua, adanya sekarang itu banyaknya ya 'amati, tiru dan modifikasi' saja," imbuhnya.

Program Kampung Batik AI di Cirebon menurut Komarudin juga merupakan respon strategis atas maraknya penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang berkembang pesat namun masih belum terkoordinasi secara baik dalam ranah industri kreatif, khususnya kerajinan batik. Kampung Batik AI menjadi simbol perubahan dan transformasi kultural di tengah arus disrupsi teknologi yang tak terelakkan.

"Saya meyakini ini akan sangat menarik karena ini sesuatu yang baru. Dan orang-orang yang mengerjakannya dari level awal sampai jadi itu tetap, 90 persennya itu manusia," tutup Dosen Luar Biasa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu.

Kampung Batik AI di Cirebon melibatkan sekitar 20 perajin muda yang mengikuti serangkaian pelatihan terkait penggunaan AI dan teknologi digital untuk menghasilkan batik. Di sini, peserta diajarkan mulai dari pengenalan dasar tentang AI generatif, manfaat praktis bagi industri batik, kebutuhan perangkat teknologi seperti komputer dan notepad, hingga simulasi pembuatan desain motif batik secara digital.

Para perajin melihat bagaimana AI mampu menghasilkan variasi motif dengan cepat, iteratif, dan tetap bisa diarahkan oleh preferensi kreatif perajin batik tradisional yang sebagian besar mereka sudah cakap memproduksi batik-batik tulis. Dari gambar yang dihasilkan AI, barulah kemudian diterjemahkan ke kain lewat serangkaian metode membatik yang sudah ada selama ini.

Selain di Cirebon, program ini dicanangkan untuk juga hadir di Bandung, dengan melibatkan peserta dari beberapa perguruan tinggi yang memiliki prodi Kriya Tekstil Fashion dan Industri Kreatif.

Baca juga: Menyelami Nilai-Nilai Budaya Pada Batik Solo

Sebagai langkah lanjut, APPBI dan YBJB berencana menyelenggarakan Pameran Batik AI pada bulan Agustus 2025 di Bandung, yang sekaligus akan menjadi ajang peluncuran buku Revolusi Batik AI karya Dr. Komarudin Kudiya. Buku ini merangkum gagasan, proses, serta refleksi budaya dari hasil interaksi kreatif antara manusia dan teknologi dalam dunia perbatikan.

Dalam buku tersebut, dijelaskan pula bagaimana teknologi AI dapat menjadi katalis untuk regenerasi industri batik yang saat ini menghadapi tantangan serius dalam hal sumber daya manusia, stagnasi inovasi desain, serta kompetisi dari produk tiruan bermotif batik yang diproduksi secara massal.

Adapun Kampung Batik AI sendiri, menurut Komarudin, akan berfungsi sebagai laboratorium sosial bagi pengembangan batik berbasis teknologi dan budaya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar