12 Februari 2025
10:18 WIB
Bahaya Pneumonia, Penyakit Pernapasan Yang Sering Tidak Disadari
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada alveoli kantung udara di paru-paru, sehingga terisi cairan atau nanah.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi sampel darah Mycoplasma Pneumoniae di tabung uji. Shutterstock/luchschenF
JAKARTA - Pneumonia atau sering disebut sebagai paru-paru basah merupakan penyakit pernapasan yang kerap kali tidak disadari hingga menimbulkan gejala serius. Penyakit ini sempat menjadi perhatian global saat wabah SARS pada 2002 dan kembali menjadi sorotan selama pandemi Covid-19 karena sering menjadi komplikasi yang dialami pasien.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pneumonia menjadi penyebab kematian tertinggi pada anak-anak di dunia dengan lebih dari 740 ribu kasus kematian pada 2019. Namun, bukan hanya anak-anak yang berisiko, orang dewasa terutama lansia dan mereka memiliki komorbid juga rentan terkena pneumonia yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan serius.
Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan dari Eka Hospital BSD, dr. Astri Indah Prameswari, menjelaskan, pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan peradangan pada alveoli kantung udara di paru-paru, sehingga terisi cairan atau nanah. Akibatnya, penderita mengalami kesulitan bernapas dan berbagai gejala lainnya.
Pada anak-anak, pneumonia sering kali menunjukkan gejala yang berbeda seperti hilangnya nafsu makan, muntah, atau lemas. Sedangkan pada lansia di atas 65 tahun, pneumonia dapat berdampak pada penurunan kesadaran atau gangguan kognitif.
"Pneumonia bisa menyerang siapa saja, tetapi ada kelompok yang lebih berisiko, seperti anak-anak, lansia, perokok, dan mereka memiliki penyakit kronis seperti diabetes atau penyakit jantung. Infeksi ini tidak boleh dianggap remeh karena dapat berkembang menjadi kondisi yang fatal jika tidak ditangani dengan cepat," ujar dr. Astri Indah Prameswari dalam keterangan yang diterima.
Astri menambahkan, gejala pneumonia bisa ringan hingga berat, tergantung pada kondisi kesehatan individu. Oleh karena itu, pemeriksaan yang cepat dan akurat sangat diperlukan agar pasien mendapatkan perawatan yang tepat.
"Diagnosis pneumonia dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan medis, termasuk tes darah untuk mengidentifikasi infeksi, rontgen dada untuk melihat peradangan di paru-paru , oksimetri untuk mengukur kadar oksigen dalam darah, dan tes dahak guna mengetahui penyebab infeksi," ucap dr. Astri.
Penanganan pneumonia harus disesuaikan dengan penyebabnya agar pengobatan yang diberikan efektif. Jika pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter akan meresepkan antibiotik yang disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit.
Pada kasus ringan, pasien cukup mengonsumsi antibiotik oral, sementara pada kondisi yang lebih berat, antibiotik diberikan melalui infus. Untuk pneumonia akibat infeksi virus, seperti yang terjadi pada kasus influenza atau COVID-19, dokter akan memberikan obat antivirus guna membantu tubuh melawan infeksi.
Sementara itu, pneumonia yang disebabkan oleh jamur memerlukan pengobatan dengan antijamur, terutama bagi pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti mereka yang sedang menjalani kemoterapi atau memiliki penyakit kronis. Selain pengobatan utama, dokter juga dapat memberikan terapi tambahan untuk membantu meredakan gejala, seperti obat pereda nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan serta terapi oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
“Penanganan pneumonia harus dilakukan secara tepat sesuai dengan penyebabnya. Selain itu, perawatan pendukung seperti menjaga hidrasi, istirahat yang cukup, serta pemantauan ketat terhadap kondisi pasien juga sangat penting agar proses penyembuhan berjalan optimal,” jelasnya.