04 Agustus 2025
16:58 WIB
Bahaya Di Balik Tren Fibermaxxing, Gaya Hidup Konsumsi Tinggi Serat
Fibermaxxing merupakan tren pola makan tinggi serat. Meski baik untuk kesehatan dan keseimbangan gizi, ada risiko di balik fibermaxxing.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Konsumsi makanan tinggi serat. Foto: Freepik
JAKARTA - Belakangan ini muncul tren baru, bukan bicara soal diet ekstrem atau resep aneh melainkan soal fibermaxxing. Banyak warganet membicarakannya sebagai gaya hidup sehat terbaru yang dianggap ampuh untuk menurunkan berat badan hingga memperbaiki pencernaan.
Lantas, apa sebenarnya fibermaxxing itu?
Melansir laman Science Alert, fibremaxxing adalah gaya hidup yang berfokus pada konsumsi serat dalam jumlah sangat tinggi demi alasan kesehatan. Salah satu contohnya adalah mengganti hampir seluruh asupan makanan harian dengan makanan tinggi serat seperti roti gandum utuh, sayuran berserat kasar, kacang-kacangan, hingga suplemen atau bubuk serat tambahan.
Gaya hidup ini dilakukan dengan tujuan mengejar asupan serat harian hingga dua hingga tiga kali lipat lebih banyak dari jumlah yang dianjurkan. Di Inggris, pedoman dari NHS menyarankan agar orang dewasa mengonsumsi minimal 30 gram serat per hari. Sementara anak-anak dan remaja biasanya butuh jauh lebih sedikit dari itu.
Namun, meski panduan sudah jelas, sebagian besar masyarakat Inggris masih belum memenuhi kebutuhan serat hariannya. Salah satu penyebab utamanya adalah meningkatnya konsumsi makanan ultra-proses (UPF).
Saat ini, lebih dari 54% kalori harian orang dewasa Inggris berasal dari makanan ultra-proses. Angkanya bahkan lebih tinggi untuk remaja, mencapai sekitar 66%.
Ini penting diperhatikan karena makanan ultra-proses biasanya rendah serat dan zat gizi mikro, namun tinggi gula, garam, serta lemak tidak sehat. Ketika jenis makanan ini mendominasi piring makan kita, makanan alami yang kaya serat pun jadi tersingkir.
Berbagai studi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsumsi makanan ultra-proses, semakin rendah pula asupan serat dan nutrisi penting lainnya. Akibatnya, banyak orang kekurangan asupan serat harian yang dibutuhkan.
Padahal, serat makanan sangat penting bagi kesehatan sebagai bagian dari pola makan seimbang. Dan sumber terbaiknya berasal dari makanan nabati alami.
Menambahkan makanan tinggi serat ke dalam menu harian sebenarnya tidak sulit. Misalnya, mengganti roti putih dengan roti gandum utuh untuk sarapan, tidak mengupas kulit apel saat dimakan, menambahkan lentil dan bawang ke dalam hidangan saat makan malam, atau ngemil biji labu atau kacang Brazil di antara waktu makan. Semua itu bisa membantu kita mencapai target 30 gram serat per hari.
Risiko Fibermaxxing
Sayangnya, yang membuat tren fibremaxxing menjadi berisiko adalah kecenderungan sebagian orang mengurangi atau bahkan menghilangkan kelompok makanan penting lainnya seperti protein, karbohidrat, dan lemak, lalu menggantinya dengan makanan, suplemen, atau bubuk tinggi serat.
Inilah titik bahayanya. Karena hingga saat ini belum ada penelitian kuat pada manusia yang membuktikan dampak jangka panjang dari konsumsi serat lebih dari 40 gram per hari.
Padahal, para penggiat fibremaxxing ada yang menyarankan konsumsi hingga 50–100 gram per hari. Mengonsumsi terlalu banyak serat secara tiba-tiba, apalagi jika tidak diimbangi dengan cukup air bisa menyebabkan perut kembung, kram, hingga sembelit.
Gas dalam perut juga bisa menumpuk dan keluar di saat-saat yang kurang nyaman, misalnya saat di perjalanan atau di tempat umum. Selain itu, peningkatan serat yang terlalu cepat atau berlebihan dapat mengganggu penyerapan zat gizi penting seperti zat besi berperan penting bagi fungsi tubuh, maupun makronutrien yang dibutuhkan untuk energi, perbaikan sel, dan adaptasi tubuh.
Meski begitu, penting untuk diingat bahwa menambah serat dalam pola makan memiliki banyak manfaat kesehatan. Serat membantu menjaga kesehatan saluran pencernaan dengan melancarkan buang air besar dan mengurangi risiko penyakit radang usus.
Serat larut juga berfungsi mengatur kadar gula darah dengan memperlambat penyerapan glukosa. Ini sangat berguna bagi mereka yang berisiko diabetes tipe 2.
Serat juga mampu menurunkan kolesterol jahat (LDL), sehingga mengurangi risiko penyakit jantung. Selain itu, serat membuat kita merasa kenyang lebih lama, membantu menjaga berat badan dan mengendalikan nafsu makan.
Tak hanya itu, pola makan tinggi serat juga dikaitkan dengan risiko lebih rendah terhadap beberapa jenis kanker, terutama kanker usus besar, karena serat membantu membuang racun dari tubuh secara lebih efisien. Meningkatkan asupan serat secara bertahap hingga mencapai jumlah yang disarankan lewat makanan alami dan beragam.
Berdasarkan berbagai bukti ilmiah, jelas bahwa seseorang bisa memperoleh manfaat dengan menambah asupan serat. Tapi tentu saja harus dalam batas yang wajar.
Sampai ada penelitian lebih lanjut, paling aman adalah tetap mengikuti pedoman konsumsi serat yang berlaku, dan mendapatkan serat dari sumber alami bukan dari suplemen atau bubuk tambahan. Serat memang penting, tapi lebih banyak belum tentu lebih baik.
Oleh karena itu, sebaiknya fokus pada keseimbangan seperti konsumsi biji-bijian utuh, sayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian.