09 Oktober 2025
12:20 WIB
Asal-usul Kue Adrem Alias Kontol Kejepit Yang Jadi Warisan Budaya Takbenda
Kue adrem sering diseut dengan nama 'kontol kejepit' atau 'tolpit' tercatat sebagai Warisan budaya takbenda Indonesia dari Bantul. Nama nyeleneh tersebut merujuk pada proses pembuatannya.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Editor: Andesta Herli Wijaya
Kue Adrem iku sawijining panganan kang mligi saka Bantul. Biasané panganan iki diladhi nalika upacar read more...a temanten, lan disguhaké marang dayoh. Panganan iki digawé saka tepung lan bahan-bahan liyané. Wiki/Danangtrihartanto.
JAKARTA - Di balik kekayaan kuliner Nusantara, banyak kue tradisional yang memiliki nama unik dan terkadang membuat orang tersenyum geli. Salah satunya adalah kue yang dikenal di sejumlah daerah Jawa dengan sebutan kue kontol kejepit.
Sebenarnya, nama asli kue tersebut adalah adrem. Namun, seiring waktu, masyarakat menjulukinya dengan nama yang terdengar jenaka. Bukan karena bermaksud kasar, tapi ini merujuk ke proses pembuatannya yang unik. Kue ini dibuat dari adonan tepung ketan atau tepung beras yang diberi isian gula merah cair di bagian tengah, lalu dibungkus daun pisang dan dijepit dengan bambu atau cetakan kayu sebelum dikukus.
Dari proses menjepit itulah muncul nama unik yang kemudian menjadi sebutan populer di kalangan masyarakat. Meski namanya terdengar nyeleneh, kue ini menyimpan nilai budaya dan kenangan masa lalu.
Melansir laman Portal Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, adrem dulunya mudah dijumpai pada musim panen padi. Uniknya, masyarakat menukar hasil panen berupa gabah dengan kue ini.
Penjual adrem biasanya berkeliling dari sawah ke sawah untuk menjajakan dagangannya. Dengan bahan utama tepung beras dan kelapa yakni dua hasil bumi yang berasal dari sawah dan kebun sendiri, adrem menjadi simbol penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dalam kepercayaan masyarakat Jawa, sekaligus wujud rasa syukur atas rezeki panen yang melimpah.
Selain nilai tradisinya, adrem juga memiliki filosofi yang mendalam. Kue ini dipercaya sebagai simbol pengampunan dan pengayoman, pengingat agar hidup manusia senantiasa adhem atau tenteram. Makna ini mencerminkan harapan masyarakat agraris Jawa untuk kehidupan yang damai, seimbang, dan penuh berkah, baik di dunia maupun setelah kematian.
Kue ini sempat sangat populer pada era 1980-an hingga 1990-an, menjadi jajanan manis yang mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Namun, seiring waktu, keberadaannya mulai jarang ditemukan karena tergantikan oleh berbagai jenis jajanan modern. Meski demikian, di beberapa daerah seperti Bantul dan Kulon Progo, adrem masih bisa dijumpai di sejumlah pasar tradisional dengan harga mulai dari Rp7.000 per kemasan.
Menariknya, adrem termasuk jajanan yang tahan lama. Kue ini dapat bertahan hingga sepuluh hari tanpa mudah basi, sehingga cocok dijadikan camilan, antaran hajatan, maupun oleh-oleh khas daerah.
Baca juga: Makanan-Makanan Tertua Di Indonesia, Ada Yang Dari Abad Ke-9
Rasa adrem sekilas mirip dengan kue cucur, tetapi berbeda pada bentuk serta salah satu bahan pembuatannya. Selain menggunakan tepung beras, terigu, gula jawa, gula pasir, air, dan garam, adrem juga memakai parutan kelapa yang dicampur dalam adonan, kemudian digoreng dalam minyak panas. Saat adonan naik ke permukaan, kue ditekan perlahan dengan sudip, dibalik, lalu dijepit menggunakan tiga batang sumpit, sehingga memberi bentuk khas.
Kini, adrem bukan hanya sekadar jajanan pasar saja, tetapi juga warisan budaya yang diakui secara nasional. Kue ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan RI. Sertifikat WBTb diserahkan secara simbolis oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Gedung Pracimasana, Kompleks Kepatihan, pada 26 Mei 2025.
Dengan bentuknya yang unik dan rasanya yang manis legit, adrem menyimpan pesan tentang kesyukuran, ketulusan, dan kehangatan tradisi Jawa yang terus hidup dari masa ke masa.