02 September 2025
11:38 WIB
Artefak Arkeologi Bukan Sekadar Benda Riset
Rencana BRIN membotong artefak-artefak arkeologi dari Sulawesi Selatan mendapat penolakan, karena dianggap memiliki keterikatan dengan masyarakat sekitar dan identitas budaya.
Editor: Satrio Wicaksono
Sejumlah artefak arkeologi asal Sulsel yang rencananya akan dipindahkan ke pusat BRIN di Cibinong, Jawa Barat. ANTARA/HO-Dok. Aliansi Penjaga Jejak Peradaban
JAKARTA - Aliansi Penjaga Jejak Peradaban menolak tegas rencana pemindahan artefak-artefak arkeologi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari Sulawesi Selatan ke fasilitas pusat BRIN di Cibinong, Jawa Barat. Ada berbagai alasan kuat yang mendasari rencana tersebut.
Koordinator Aliansi Penjaga Jejak Peradaban, Andi Muh Syahidan Ali Jihad menyebut, artefak merupakan peninggalam dan bukti sejarah masa lampau yang harus dijaga di tempat asalnya, penghormatan terhadap sejarah dan ilmu pengetahuan
Menurut dia, potensi kehilangan atau kerusakan selama proses pemindahan artefak dari Sulawesi Selatan ke BRIN di Cibinong membawa risiko yang serius, terutama terkait kerusakan fisik dan hilangnya informasi ilmiah yang melekat pada artefak tersebut.
Apalagi, proses transportasi lintas pulau dalam jumlah besar membutuhkan penanganan dengan standar konservasi yang sangat ketat dan profesional, mulai dari pengemasan, pencatatan, pengangkutan, hingga penataan ulang di lokasi baru.
"Dalam praktiknya, risiko kerusakan atau bahkan hilangnya konteks arkeologis sangat mungkin terjadi, apalagi jika dilakukan dalam kondisi terbatas secara teknis dan anggaran," tanda Syahidan, seperti dikutip dari Antara, Selasa (2/9).
Mengingat nilai historis dan keunikan artefak Sulawesi Selatan seperti Maros Point yang menjadi representasi penting budaya prasejarah Sulawesi Selatan, risiko ini menjadi sangat signifikan.
Oleh karena itu, pendekatan yang lebih bijak adalah menjaga artefak-artefak tersebut tetap di daerah asal, dengan dukungan dari BRIN untuk memperkuat kapasitas pelestarian dan penelitian di tingkat daerah, bukan memindahkannya ke pusat.
Bukan Sekadar Benda Riset
Menurut aliansi, kebijakan sentralisasi artefak ini berpotensi mengabaikan konteks hukum dan budaya. Pemindahan artefak bahkan dinilai melanggar amanat Undang-Undang Cagar Budaya dan prinsip otonomi daerah.
"Sebab, artefak bukan sekadar benda riset, tetapi juga identitas budaya masyarakat Sulawesi Selatan. Termasuk menghilangkan nilai historis," tambah dia.
Artefak khas seperti Maros Point dan temuan purba di Soppeng memiliki keterikatan langsung dengan masyarakat setempat. Pemindahan ke luar daerah akan mereduksi nilai ilmiah dan kulturalnya.
Dampak lain dari pemindahan artefak bersejarah ini yakni mengurangi akses publik. Akses mahasiswa, peneliti lokal, dan masyarakat akan semakin terbatas jika artefak dipindahkan ke Jawa. Padahal artefak di Makassar selama ini menjadi sumber penelitian dan pendidikan penting.
Alhasil, juga melemahkan kapasitas daerah. Pemindahan artefak justru melemahkan peran perguruan tinggi dan museum daerah dalam mengembangkan riset serta pelestarian berbasis kearifan lokal.
"Pemindahannya juga berisiko merusak artefak. Proses transportasi lintas pulau membawa risiko kehilangan atau kerusakan pada artefak berusia ribuan tahun," kata Syahidan.
Maka dari itu, Aliansi Penjaga Jejak Peradaban mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap terhadap rencana pemindahan artefak bersejarah Sulsel ke Cibinong. Adapun sejumlah pernyataan sikap yang dirilis yakni; menolak dengan tegas pemindahan artefak ke Cibinong, karena dianggap sebagai bentuk perampasan identitas budaya lokal.
Selanjutnya, mendesak Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIX Sulawesi untuk tidak memberikan izin pemindahan dan memastikan artefak tetap berada di daerah.
Selain itu, menuntut BRIN Pusat melakukan sosialisasi dan konsultasi publik terbuka dengan melibatkan pemerintah daerah, akademisi, budayawan, dan komunitas adat sebelum mengambil keputusan.
"Kami bahkan siap melakukan aksi lanjutan, termasuk blokade lapangan, jika tuntutan masyarakat diabaikan," tambahnya.