c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

02 September 2024

19:53 WIB

Aritmia Bisa Sebabkan Henti Jantung Mendadak

Henti jantung pada aritmia bersifat sangat fatal karena otak hanya memiliki waktu sekitar enam menit untuk merespon.

Penulis: Gemma Fitri Purbaya

Editor: Satrio Wicaksono

<p>Aritmia Bisa Sebabkan Henti Jantung Mendadak </p>
<p>Aritmia Bisa Sebabkan Henti Jantung Mendadak </p>

Ilustrasi serangan jantung. Shutterstock/Boyloso

JAKARTA - Banyak orang yang sudah tidak asing dengan penyakit jantung sebagai penyebab kematian di dunia, termasuk di Indonesia. Namun kebanyakan masyarakat mengetahuinya sebagai serangan jantung ataupun penyakit jantung koroner. Selain itu, ada juga penyakit jantung yang dapat mengakibatkan kematian, yakni aritmia.

Aritmia sendiri adalah gangguan irama jantung berupa denyut jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan. Kondisi ini dapat menimbulkan gejala, seperti berdebar, pusing, kliyengan, sampai pingsan, stroke, gagal jantung, atau yang paling fatal, yakni kematian jantung mendadak.

"Contoh kasus yang paling ekstrem dari aritmia ya itu, kematian jantung mendadak, seperti yang terjadi pada pebulutangkis asal Cina yang meninggal di Jogja saat turnamen kemarin. Ini terjadi ketika gangguan listrik pada jantung tidak bisa bekerja dengan baik sehingga pasiennya pingsan, kejang, dan mengalami henti jantung," kata spesialis jantung dan pembuluh darah Eka Hospital BSD dr. Ignatius Yansen Ng dalam diskusi media Eka Hospital, di Jakarta.

Henti jantung pada aritmia bersifat sangat fatal karena otak hanya memiliki waktu sekitar enam menit untuk merespon. Kalau lebih dari enam menit otak tidak mendapatkan oksigen, maka otak akan mati. Sekalipun seseorang berhasil pompa jantung, tetapi otak sudah rusak dan mengalami kematian dengan organ tubuh lainnya masih hidup sehingga mengalami kondisi mati batang otak.

Maka dari itu, dr. Yansen mengatakan pentingnya melakukan deteksi dini apabila memiliki faktor risiko aritmia, seperti mempunyai riwayat penyakit jantung, mengidap diabetes, memiliki hipertensi, menggunakan obat-obatan tertentu, stres, hingga mengonsumsi rokok dan alkohol secara berlebihan, sampai memiliki anggota keluarga dengan aritmia. Tujuannya adalah agar bisa diintervensi sejak dini. Ini perlu dilakukan mengingat jumlah pasien aritmia di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sementara penanganan pasien aritmia menjadi salah satu tantangan besar di Indonesia.

"Makanya penting deteksi dini karena penyakit jantung tidak pernah 'permisi'. Seseorang bisa sehat dan besoknya kena stroke atau henti jantung mendadak. Deteksi dini perlu untuk mengetahui profil risiko masing-masing agar tidak jadi penyakit jantung koroner, serangan jantung, ataupun henti jantung mendadak," timpal dr. Yansen.

Berdasarkan data di 2023, prevalensi aritmia secara umum diperkirakan sekitar 1,5% sampai 5% dari populasi dunia dengan fibrilasi atrium (FA) yang paling banyak terjadi. Bahkan sebuah studi menunjukkan seseorang dengan FA memiliki risiko lima kali lebih tinggi untuk terjadinya stroke dibandingkan seseorang tanpa FA.

Penanganan aritmia sendiri bisa dilakukan dengan beberapa cara, semisal dengan pemasangan alat pacu jantung atau pacemaker dan Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah kematian jantung mendadak. Fungsi dasarnya adalah untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung. Pacemaker ditanam di bawah kulit dan disambungkan ke jantung, sementara ICD ditanam di jantung, dan memiliki baterai yang dapat bertahan selama delapan sampai 12 tahun tergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar