08 Juli 2025
16:21 WIB
Angin Monsun Australia Penyebab Suhu Dingin Di Indonesia
Suhu dingin yang terasa di Indonesia akhir-akhir ini terjadi karena dampak dari angin Monsun Australia.
Penulis: Annisa Nur Jannah
Ilustrasi wanita menggunakan pakaian dingin. Freepik
JAKARTA - Dalam beberapa hari terakhir, jagat media sosial X diramaikan oleh keluhan dan cerita warganet, khususnya yang tinggal di wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi, yang merasakan suhu udara terasa jauh lebih dingin dari biasanya. Udara sejuk ini paling kentara saat pagi dan malam hari, hingga membuat banyak orang heran.
Fenomena ini pun menjadi perbincangan karena muncul bukan di musim hujan, melainkan justru di tengah musim kemarau yang biasanya terasa panas dan kering. Tak sedikit masyarakat yang mengaitkan kondisi ini dengan fenomena Aphelion.
Melansir laman Britannica, Aphelion adalah posisi ketika Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam lintasan orbitnya. Fenomena ini biasanya terjadi setiap awal Juli dan membuat jarak antara Bumi dan Matahari mencapai titik maksimal sepanjang tahun.
Namun, perlu diketahui bahwa Aphelion bukanlah penyebab utama dari turunnya suhu udara belakangan ini. Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa penurunan suhu ini tidak terkait langsung dengan Aphelion, melainkan merupakan dampak dari kondisi atmosfer regional yang lebih dominan, terutama akibat bertiupnya Angin Monsun Australia.
Angin musiman ini bertiup dari Benua Australia menuju Asia dan dalam perjalanannya melewati wilayah Indonesia, membawa massa udara cenderung dingin dan kering karena berasal dari Samudera Hindia yang saat ini memiliki suhu permukaan laut yang lebih rendah.
Karakter angin yang minim uap air ini menyebabkan udara terasa lebih sejuk dan menusuk, apalagi pada malam hingga dini hari ketika suhu berada di titik terendah. Inilah yang membuat sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya yang berada di selatan garis khatulistiwa seperti Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, mengalami suhu udara yang lebih dingin dari biasanya.
Di kalangan masyarakat Jawa, cuaca seperti ini sering disebut dengan istilah mbedhidhing yaitu perasaan menggigil karena udara yang begitu dingin menembus hingga ke tulang. Dampak paling nyata dari fenomena ini dirasakan di wilayah-wilayah dataran tinggi.
Beberapa daerah seperti kawasan Pegunungan Bromo, Pegunungan Sindoro-Sumbing, serta Lembang di Bandung mengalami penurunan suhu yang cukup signifikan. Salah satu suhu terendah bahkan tercatat di dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah, pada tanggal 7 Juli 2024 pukul 02.00 dini hari, di mana suhu udara hanya mencapai 1 derajat Celsius nyaris menyentuh titik beku.
Meski kondisi seperti ini bukan hal baru, fenomena suhu dingin di tengah kemarau menjadi pengingat bahwa wilayah tropis seperti Indonesia pun bisa mengalami fluktuasi cuaca ekstrem, terutama saat masa peralihan musim. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk menjaga kondisi tubuh dan mengenakan pakaian hangat saat suhu turun drastis.
Anak-anak, lansia, serta setiap orang dengan daya tahan tubuh rendah perlu mendapat perhatian lebih. Tujuannya agar mereka tetap dalam kondisi sehat dan tidak mudah terserang penyakit, terutama akibat paparan udara dingin yang tak biasa di tengah musim kemarau ini.