19 Agustus 2024
19:26 WIB
Akses Pengobatan Kanker Payudara Masih Belum Terpenuhi
Meski awalnya pemerintah sudah menjamin akses obat trastuzumab untuk pasien kanker payudara, tapi nyata belum juga terealisasi dengan baik.
Penulis: Gemma Fitri Purbaya
Editor: Satrio Wicaksono
Ilustrasi deteksi kanker payudara. Shutterstock/BigmanKn
JAKARTA - Trastuzumab merupakan pengobatan standar untuk kanker payudara jenis HER2+, setidaknya lebih dari satu dekade lalu. Obat ini merupakan antibodi monoklonal yang dirancang untuk menyasar dan menghalangi HER2, protein yang dihasilkan oleh gen spesifik yang berpotensi menjadi kanker.
Cara kerjanya dengan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dan menekan sinyal pertumbuhan HER2 serta menghancurkan tumor. Penggunaan trastuzumab sendiri sudah diketahui efektif karena mampu meningkatkan kualitas hidup pasien kanker payudara HER2+. Namun sayangnya, akses pasien terhadap obat ini masih terbatas, khususnya mereka yang berada di stadium dini.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah menjamin trastuzumab untuk kanker payudara stadium dini, sehingga harapan kesembuhan pasien menjadi sangat besar. Sayangnya, kendala birokrasi memupuskan harapan pasien. Walaupun sudah tercakup dalam Formularium Nasional (Fornas) 2023, tapi hingga saat ini BPJS belum memberikan akses terhadap obat itu.
"Saat peraturan Menteri Kesehatan dikeluarkan yang menyatakan trastuzumab dijamin untuk kanker payudara stadium dini, pasien sangat menaruh harapan besar untuk bisa mendapatkan obat yang sangat dibutuhkan. Sayangnya, hingga saat ini hak mereka belum bisa diwujudkan, obat masih belum bisa diakses," kata pendiri Cancer Information and Support Center (CISC), Aryanthi Baramuli Putri, di Jakarta, Senin (19/8).
Tentunya ini sangat disayangkan, mengingat tidak ada satu pun pedoman internasional yang tidak mengadopsi trastuzumab untuk pengobatan kanker payudara HER2+. Dengan demikian, argumentasi yang menyebut ada penelitian yang meragukan efektivitas obat tersebut seharusnya tidak dapat diterima.
"Penting untuk diingat bahwa akses terhadap obat-obatan yang dapat menyelamatkan nyawa, seperti trastuzumab bukanlah sebuah kemewahan, melainkan hak yang harus diterima oleh setiap pasien," kata ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI), dr. Cosphiadi Irawan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui Global Breast Cancer Initiative juga menargetkan 60% pasien kanker payudara terdiagnosis sejak stadium dini, diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari, dan setidaknya 80% pasien mendapatkan akses terhadap pengobatan yang sesuai standar medis, termasuk di dalamnya adalah trastuzumab. Dengan demikian, akses pasien kanker payudara stadium awal seharusnya dapat terpenuhi.
Kanker payudara sendiri merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita di dunia, termasuk Indonesia. Laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari WHO bahkan menunjukkan, ada lebih dari 66 ribu kasus kanker payudara di Indonesia pada 2022. Ini menjadikan kanker payudara sebagai kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia dan menjadi penyebab kematian akibat kanker tertinggi, mencapai 9,3%.